- G30S/PKI 1965, sejarah kelam Indonesia, jadi titik balik politik nasional.
- Pasca-G30S, PKI diberantas; di Bali, RPKAD membunuh donatur PKI I Gede Poeger.
- Soe Hok Gie protes keras pembantaian di Bali, sebut "penyembelihan besar-besaran".
Ratusan warga Denpasar saat itu menjadi saksi lantaran melihat kejadian langsung bagaimana Poeger diseret oleh para prajurit RPKAD dengan keadaan dua tangan terikat.
Poeger kemudian ditusuk menggunakan sebuah pisau.
Tak cukup disitu, kepala Poeger kemudian ditembak. I Gede Poeger pun tewas seketika. Kala itu pasukan RPKAD diperkirakan telah membunuh sekitar 30 orang PKI.
2. Soe Hok Gie
Kejadian tragis di Bali sepanjang Desember 1965 – Januari 1966 ini akhirnya memunculkan protes keras dari berbagai pihak, salah satunya dari Aktivis Mahasiswa anti Soekarno (salah satu sekutu Angkatan Darat) Soe Hok Gie.
Dalam artikelnya di ‘Mahasiswa Indonesia’ edisi Desember 1967, Gie mengatakan bahwa peristiwa di Bali sebagai malapetaka yang mengerikan dan ‘suatu penyembelihan besar – besaran yang mungkin tiada taranya dalam zaman modern ini’.
Gie juga mengatakan bahwa perlakuan para PKI memang kejam dan biadab, namun menurutnya harusnya tidak dilawan dengan sebiadab mereka (PKI).
Protes Gie tersebut diakuinya bukan berarti membela G30S/PKI atau pun dapat membenarkan cara – cara mereka saat menghabisi lawan – lawannya.
Gie kemudian juga mengecam tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) Bali bernama Wedagama yang menyerukan orang – orang Bali untuk membunuh orang – orang PKI, karena menurutnya itu dibenarkan oleh Tuhan dan tidak akan disalahkan oleh hukum yang berlaku.
Baca Juga: G30S PKI 2025: 10 Ucapan Menyentuh Hati untuk Pahlawan Revolusi
Menurut Gie, apa yang diserukan oleh para elit Bali seperti Wedagama hanya akan membuat pembunuhan – pembunuhan, penyiksaan – penyiksaan dan pemerkosaan – pemerkosaan semakin menggila.
Hal itu menurutnya dibuktikan dengan jatuhnya kurang lebih 80.000 jiwa.
Gie kemudian menyerukan kepada Brigjen Sukertijo (Pangdam Udayana saat itu) untuk mengendalikan orang – orangnya dan memberlakukan aturan secara tegas dan tak pandang bulu.
“Jika mereka bersalah, adililah mereka dan hukum,” tulis Gie.
“Tetapi yang tidak bersalah supaya dibebaskan. Mereka adalah manusia, punya istri, anak, orangtua dan sahabat yang mengharap – harapkannya,” tambahnya.
Kontributor : Kanita
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Menkeu Purbaya 'Sentil' Menteri Ara soal Lahan Rusun di Bali: Dia Bukan Bos Saya!
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran