Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 15 April 2025 | 19:04 WIB
Agus Difabel dan mempelai wanita yang dinikahinya dengan prosesi kawin keris [Tangkap Layar Instagram]

SuaraBali.id - Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan I Wayan Agus Suartama alias Agus Difabel,  seorang penyandang disabilitas di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat masih berproses.

Meski kini Agus Difabel berada di tahanan, namun rupanya proses hukum tersebut tidak menghambat pelaksanaan pernikahan terdakwa Agus dengan sang kekasih Ni Luh Nopianti.

Penasehat hukum Agus, Dr. Ainudin saat di konfirmasi media suara.com mengatakan proses pernikahan yang digelar secara adat di Bali atau tempat tinggal Agus.

Dalam video yang beredar, proses pernikahan tersebut juga dihadiri langsung oleh ibu kandung Agus dan mempelai perempuan.

Baca Juga: Kemenperin Minta Bali Koordinasi Soal Pelarangan AMDK, Koster : Nggak Perlu, Ini Kewenangan

"Ya, memang benar itu, tapi pernikahannya itu adalah secara adat," kata Ainuddin dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (15/4/2025).

Ia menjelaskan, pernikahan tersebut sudah direncanakan sebelum Agus tersandung kasus hukum.

Meski demikian, rencana tersebut tetap berjalan. Meski tapa kehadiran Agus atau mempelai laki-laki dan diwakilkan dengan Keris yang dibungkus kain putih.

"Yang mana keinginan untuk melaksanakan pernikahan sekaligus persetujuan dari kedua belah pihak keluarganya itu sebelum kasus ini terjadi," katanya.

Ainuddin menegaskan bahwa proses hukum yang dijalani oleh Agus saat ini tidak menghalangi dilaksanakannya pernikahan.

Baca Juga: Nasi Tepeng Bali, Menu Sarapan Nasi Lembek yang Membuat Banyak Turis Penasaran

Karena meski secara adat, namun sudah dinyatakan sah oleh perhimpunan Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

"Sebagaimana berita yang beredar. Saya sudah konfirmasi ke PHDI bahwa itu benar secara adat," katanya.

Diterangkan Ainudin, dalam prosesi pernikahan secara adat, mempelai pria yang tidak dapat hadir secara fisik karena saat ini Agus masih berada di Lapas Kuripan Lombok Barat.

Namun kehadiran dalam proses pernikahan tersebut Agus diwakili oleh keris sebagai simbol kehormatan, kekuatan, dan kesetiaan.

"Seorang laki-laki tidak bisa hadir dalam pernikahan adat Bali, maka itu direpresentasikan dalam bentuk keris yang kemudian diikat pakai kain putih, tapi secara adat itu intinya sudah sah. Jadi itu dibenarkan oleh keluarga bahwa itu pernikahan secara adat kalau mempelai laki laki tidak hadir," katanya.

Selain itu, terkait apakah ada acara pernikahan di lapas Lombok Barat tempat Agus ditahan, sementara ini belum ada kabar mengenai itu.

Karena sejuah ini pernikahan digelar di luar lapas dan perempuan saat ini harus bersabar menunggu hingga proses Agus selesai.

"Proses pernikahan hanya diluar lapas dirumah perempuan. Tinggal menuggu kesabaran perempuan saja untuk menunggu agus keluar," katanya.

Untuk proses agar bisa tercatat di data kependudukan akan menunggu hingga Agus bebas. "Cuma nanti kalau proses hukum selesai dan agus bebas baru ditindaklanjuti dengan pencatatan administrasi secara legal dan formal," tutupnya.

Makna Perkawinan Keris

Perkawinan keris atau Nganten Keris di Bali ini adalah pernikahan seorang wanita yang dilakukan dengan keris. Hal ini sudah terjadi sejak zaman dahulu.

Tradisi pernikahan yang satu ini terbilang cukup unik, lantaran tidak dilakukan dengan manusia, melainkan dengan benda mati (keris).

Sebagaimana jurnal dari Universitas Warmadewa, masyarakat Hindu di Bali beranggapan bahwa keris merupakan simbol purusa atau roh. Sehingga dapat dipergunakan untuk menggantikan seorang laki-laki dalam perkawinan keris.

Keris dapat dijadikan simbol purusa dalam pelaksanaan perkawinan keris dikarenakan sebuah keris merupakan simbol kekuatan lingga (Kekuatan Sang Hyang Purusa), serta kalau dipandang dari sudut duniawi kata purusa menjadi kapurusan dan akhirnya sebagai pria (Sudarsana, 2008:48).

Ritual pernikahan seorang wanita Hindu Bali dengan keris biasanya dilakukan karena beberapa alasan, seperti ketika seorang mempelai wanita yang hamil di luar nikah, calon suaminya meninggal ataupun pergi tanpa kabar.

Dalam kasus Agus ini, mempelai pria sedang menjalani masa tahanan sehingga tak bisa hadir dalam pernikahan tersebut.

Hingga saat ini dalam masyarakat Hindu Bali, pernikahan dengan keris ini sah secara hukum adat, hanya saja tidak bisa dicatatkan secara administrasi sehingga tidak memiliki kekuatan hukum pembuktian.

Kontributor Buniamin

Load More