Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 29 Maret 2025 | 12:36 WIB
Pecalang dan petugas menyisir terminal internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai dalam rangka Hari Raya Nyepi di Badung, Sabtu (29/3/2025). [ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari]

SuaraBali.id - Suasana di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, tampak berbeda selama Hari Suci Nyepi. Tidak ada hiruk-pikuk lalu lintas udara, pengumuman penerbangan, atau antrean penumpang.

Bandara yang biasanya sibuk ini sepenuhnya menghentikan aktivitasnya selama 24 jam, mulai Sabtu (29/3/2025) pukul 06.00 WITA hingga Minggu (30/3/2025) pukul 06.00 WITA.

General Manager Bandara I Gusti Ngurah Rai, Ahmad Syaugi Shahab, menegaskan bahwa sebelum penghentian sementara operasional, pihaknya telah melakukan penyisiran di seluruh area untuk memastikan tidak ada penumpang yang tertinggal di dalam bandara.

“Kami telah melakukan pengecekan menyeluruh untuk memastikan bandara steril, hanya petugas jaga yang berada di lokasi,” ungkapnya dikutip dari ANTARA di Kabupaten Badung, Sabtu (29/3/2025).

Baca Juga: Lapas Lombok Barat Antisipasi Kunjungan WBP Membludak Saat Lebaran

Pengelola bandara juga memastikan seluruh lampu di area terminal dan perkantoran dipadamkan sebagai bagian dari kepatuhan terhadap Catur Brata Penyepian, yang mencakup amati geni (tidak menyalakan api atau listrik).

Di ruang kendali AOCC (Airport Operation Control Center), sejumlah petugas tetap berjaga untuk mengawasi kondisi bandara selama periode hening ini.

“Dari hasil pantauan, pelaksanaan Nyepi di Bandara I Gusti Ngurah Rai berjalan lancar dan sesuai dengan prosedur,” tambahnya.

Momentum Nyepi untuk Efisiensi Operasional

Selain menjadi momen sakral bagi umat Hindu di Bali, penghentian operasional bandara selama Nyepi juga menjadi kesempatan bagi pengelola untuk melakukan evaluasi dan perawatan fasilitas.

Baca Juga: Kejanggalan di Bali, Wisman Ramai Tapi Okupansi Rendah, Cok Ace : Dimana Keberadaannya?

Menurut Ahmad Syaugi, penghentian sementara ini memungkinkan infrastruktur bandara untuk ‘beristirahat’ setelah beroperasi tanpa henti sepanjang tahun.

“Dengan tidak adanya pergerakan pesawat dan penumpang selama 24 jam, kami dapat melakukan pemeriksaan teknis dan pemeliharaan fasilitas yang jarang bisa dilakukan saat bandara beroperasi normal,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi penutupan ini, maskapai penerbangan telah menyesuaikan jadwal penerbangan mereka. Setidaknya 19 pesawat saat ini terparkir di apron bandara, siap melanjutkan operasional begitu Nyepi berakhir.

Sinergi Pengamanan dengan Desa Adat

Pengamanan bandara selama Nyepi tidak hanya dilakukan oleh petugas internal, tetapi juga melibatkan peran pecalang dari Desa Adat Tuban.

Sekretaris Desa Adat Tuban, Gede Agus Suyasa, mengungkapkan bahwa pecalang telah lama menjalin koordinasi dengan pihak bandara untuk memastikan keamanan selama Nyepi.

“Kami memiliki kerja sama pengamanan karena Desa Tuban merupakan wilayah penyangga bandara. Kami menjaga area pagar bandara agar tetap aman dan kondusif,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan di lokasi, pecalang membentuk dua pos penjagaan dengan masing-masing dijaga enam orang. Mereka memastikan tidak ada aktivitas di luar ketentuan Nyepi dan menjaga ketertiban di sekitar kawasan bandara.

Simbol Harmoni dan Penghormatan Budaya

Penghentian total operasional Bandara Ngurah Rai selama Nyepi bukan hanya sekadar pemenuhan regulasi, tetapi juga mencerminkan harmoni antara modernitas dan nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Sebagai gerbang utama pariwisata internasional di Indonesia, bandara ini menunjukkan bagaimana infrastruktur transportasi dapat selaras dengan budaya dan tradisi masyarakat setempat.

Selain itu, penghentian aktivitas bandara selama 24 jam juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Dengan tidak adanya penerbangan, tingkat emisi karbon di area bandara berkurang secara signifikan.

Ini memberikan sedikit jeda bagi lingkungan untuk ‘bernapas’ sejenak dari aktivitas manusia yang terus-menerus berlangsung.

“Meskipun hanya sehari, ini merupakan bagian kecil dari upaya menjaga keseimbangan lingkungan,” ujar seorang petugas bandara.

Ketika bandara ini kembali beroperasi Minggu pagi, denyut aktivitas akan kembali terasa.

Namun, dalam heningnya Nyepi, ada refleksi mendalam tentang keseimbangan antara teknologi, bisnis, dan spiritualitas yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan di Pulau Dewata.

Tradisi ini bukan sekadar jeda operasional, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai lokal yang terus dijaga hingga kini.

Load More