SuaraBali.id - Fenomena udara kabur (Haze) di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) terlihat kabur selama beberapa hari terakhir membuat jarak pandang berkurang.
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ini bukanlah kabut.
"Bukan kabut tapi fenomena udara kabur (haze)," kata Kepala Stasiun Meteorologi Komodo Maria Seran, Jumat (29/11/2024).
Tak hanya di Labuan Bajo, Fenomena ini juga terjadi di seluruh wilayah di Pulau Flores, Sumba, dan bahkan hingga ke Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali.
Baca Juga: Nihil Aktivitas, Semua Penerbangan di Lombok Terdampak Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki
Haze diartikan sebagai kekaburan udara yang disebabkan oleh partikel-partikel kecil yang mengaburkan pandangan dan mengurangi kejernihan langit. Hal ini terjadi saat ada akumulasi debu, asap, atau uap air di atmosfer yang menghalangi cahaya.
Fenomena ini juga dipengaruhi berbagai faktor, termasuk polusi udara, kebakaran hutan, debu vulkanik dari erupsi gunung berapi dapat melepaskan debu dan abu ke atmosfer juga dapat menyebabkan Haze.
"Selain itu kondisi cuaca seperti lapisan inversi di mana udara dingin terperangkap di bawah lapisan udara hangat, dapat menghalangi pergerakan vertikal polutan, ini menyebabkan akumulasi partikel di dekat permukaan dan meningkatkan kejadian Haze," katanya.
Menurutnya, akibat fenomena Haze jarak pandang secara visual akan nampak berkurang dan jarak pandang dengan peralatan pengamatan cuaca otomatis akan menunjukkan adanya penurunan.
Maria juga menjelaskan belum dapat memastikan bahwa penyebab Haze apakah merupakan polusi dari akumulasi abu vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki di ruang udara atau bukan.
Baca Juga: Dua Rute Penerbangan di Bandara Lombok Dibatalkan Dampak Erupsi Gunung Lewotobi
Ia mengimbau warga Kabupaten Manggarai Barat untuk menggunakan masker saat berada di luar ruangan.
Sedangkan dampak bagi pariwisata adalah mengganggu pengalaman wisatawan saat menikmati pemandangan indah Labuan Bajo, termasuk panorama laut dan pulau-pulau sekitarnya karena langit tertutup kabut.
Sedangkan wisata seperti snorkeling, diving, dan trekking sangat bergantung pada kondisi cuaca dan visibilitas. Saat terjadi haze, bisa saja wisatawan mungkin tidak mendapatkan pengalaman maksimal dari keindahan bawah laut dan alam yang ada.
"Dampak jangka panjangnya tentu akan mempengaruhi perekonomian lokal yang sangat bergantung pada pariwisata," katanya. (ANTARA)
Berita Terkait
-
Jaringan Predator Seks Anak di NTT: Sosok VK Diduga Jadi 'Makelar' Eks Kapolres Ngada!
-
Pesepeda Ultra Mancanegara Siap Taklukan Lintang Flores 2025
-
Harga Tiket Pesawat Singapura-Labuan Bajo Rute Langsung, Resmi Beroperasi Pekan Ini
-
Eks Kapolres Ngada Ditahan Bareskrim: Kasus Asusila Anak di Bawah Umur Terungkap!
-
Kisah Inspiratif dari NTT: Guru Honorer Berjuang Demi Pendidikan di Desa Terpencil
Terpopuler
- Mudik Lebaran Berujung Petaka, Honda BR-V Terbakar Gara-Gara Ulang Iseng Bocah
- Persija Jakarta: Kalau Transfer Fee Oke, Rizky Ridho Mau Ya Silahkan
- 3 Pemain Liga Inggris yang Bisa Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Lawan China dan Jepang
- Pemain Kelahiran Jakarta Ini Musim Depan Jadi Lawan Kevin Diks di Bundesliga?
- Infinix Hot 50 vs Redmi 13: Sama-sama Sejutaan Tapi Beda Performa Begini
Pilihan
-
Mees Hilgers Dituduh Pura-pura Cedera, Pengamat Pasang Badan
-
Anthony Elanga, Sang Mantan Hancurkan Manchester United
-
BREAKING NEWS! Daftar 23 Pemain Timnas Indonesia U-17 di Piala Asia U-17 2025
-
Terungkap! MisteriHilangnya Oksigen di Stadion GBK Saat Timnas Indonesia vs Bahrain
-
Tolak Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Bakal Setim dengan Cristiano Ronaldo
Terkini
-
Mahasiswa Pertanyakan Kerjasama Unud Dengan TNI, Rektor : Tidak Untuk Membawa Praktik Militer
-
Lebaran di Bali: Gilimanuk Sempat Tutup, Penumpang Melonjak, Ini Kata ASDP
-
Gianyar, Bangli, Tabanan Diserbu Wisatawan Saat Libur Lebaran 2025
-
Idul Fitri Terindah Luna Maya, Setelah Berlebaran Bersama di Bali Lalu Dilamar Maxime di Jepang
-
Mudik dari Bali Sempat Terjebak Macet Tapi Komunikasi Lancar Bebas Hambatan