Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 27 Agustus 2024 | 18:52 WIB
Sejumlah wanita menampilkan Tari Rejang di Pura Amerta Jati, Depok, Rabu (6/3). [Suara.com/Arief Hermawan P]

SuaraBali.id - Salah satu tarian khas Bali yang dibawakan saat Upacara Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal di Desa Adat Asak, Kabupaten Karangasem, Tari Rejang mendadak jadi sorotan.

Dalam momen Ngaben Massal tersebut, para ibu-ibu Desa Adat Asak ini membawakan tarian dengan lemah gemulai.

Pakaian yang dikenakan pun kompak bernuansa warna hitam dan putih. Mereka membawakan Tari Rejang dengan berbagai macam koreografi, mulai bersebelahan hingga hadap-hadapan.

Tari Rejang ini merupakan tarian kesenian suku Bali yang ditampilkan secara khusus oleh Perempuan dan untuk Perempuan.

Baca Juga: Mahasiswa Geruduk KPU, Bawa Peta Bali Berisi Permasalahannya yang Tak Kunjung Usai

Umumnya Tari Rejang memang dibawakan oleh Perempuan, namun dalam beberapa jenis Tari Rejang ditarikan oleh penari laki-laki yang dikenal dengan konsep Rejang Muani.

Meskipun gerakan tarian ini terlihat sederhana, namun cukup progesif dan lincah. Tarian ini dibawakan dengan penuh rasa khidmat, dan rasa pengabdian kepada Dewa-Dewi Hindu.

Pagelaran Tari Rejang ini diselenggarakan di Pura pada waktu berlangsungnya suatu upacara adat atau Upacara keagamaan Hindu Dharma.

Tarian ini dilakukan dengan cara berbaris dan melingkar. Kesederhanaan Tari Rejang menjadikan tarian ini tidak mementingkan aspek visual melainkan olah rasa sebagai ungkapan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tari Rejang klasik umumnya memiliki fungsi sebagai sarana upacara dalam rangkaian upacara piodalan (dewa Yadnya).

Baca Juga: 3 WNA Jadi PSK di Bali Beraksi di Hotel Bintang Tiga Denpasar

Pasalnya, dalam agama Hindu untuk menghubungkan diri dengan Tuhan banyak menggunakan simbol-simbol, seperti tulisan aksara suci, berkesenian (tari) dan lain sebagainya.

Kontributor : Kanita

Load More