Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Rabu, 22 November 2023 | 09:49 WIB
Bule Ukraina yang dideportasi melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, Selasa (21/11/2023). [Istimewa]

SuaraBali.id - Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Ukraina dideportasi oleh Imigrasi dari Bali. Ia berinisial AB (33). Awalnya ia datang ke Bali untuk berwisata sambil mencari peluang bisnis di Bali bermodalkan Visa on Arrival yang berlaku untuk 30 hari.

Ia datang pada 8 Januari 2020 dan terakhir kali pada 11 Februari 2023. Selama di Bali, AB tinggal sendiri di  Villa Imbuh, Amed, Karangasem.

Di Bali ia mengatakan menghabiskan waktu dengan snorkeling, diving, dan berlibur di kawasan Amed.

Namun dalam urusan keimigrasian ia dianggap melanggar karena tak memperpanjang visanya secara resmi. Ia beralasan ada suatu perkara yang membuatnya sulit mengurus visanya.

Baca Juga: TikTok Shop Akan Buka Lagi, Teten Masduki Minta 3 Syarat Ini

Dalam pengakuannya, ia tak pernah berpindah pindah tempat tinggal lantaran paspor miliknya ditahan oleh seorang temannya karena sebuah konflik.

Awal mula konflik adalah ketika AB tiba di Indonesia pada bulan Februari 2023, ia datang menjumpai sahabatnya yang berkebangsaan Rusia, berinisial A di sebuah Villa di daerah Jimbaran.

Dalam pertemuannya itu, A meminta AB untuk mengambil sebuah paket pakaian di Canggu dengan meminjamkan mobil kepada AB.

Masalah timbul ketika AB dalam perjalanan pulangnya dari Canggu menuju Jimbaran, ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan mobil A mengalami kerusakan. Menurut AB, kerusakan tersebut hanya di sebagian kecil mobil A.

Mengetahui mobilnya rusak, secara spontan A mengambil paspor AB untuk ditahan dan nantinya akan dikembalikan. Saat itu AB mempercayai A atas sikapnya yang menahan paspor AB dan mengaku akan mengembalikannya.

Baca Juga: Akan Hadapi Madura United, 24 Pemain Bali United Latihan Maksimal

Selang waktu berjalan, AB terus berupaya untuk menghubungi A berharap A mengembalikan paspornya. Bukan jawaban yang didapatnya, justru A memblokir nomor ponsel AB sehingga AB tak lagi bisa menghubunginya.

Tak putus akal, AB meminjam ponsel milik seorang karyawan Imbuh Villa untuk menghubungi A, namun tidak juga ia mendapatkan jawaban.

Persoalan ini membuat AB menghubungi Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta. Ia menyampaikan kondisinya saat ini, namun pihak kedutaan hanya menyarankan agar dia segera pulang ke Ukraina.

AB menyadari tidak dapat memenuhi saran pihak Kedutaan karena ia belum mendapatkan kembali paspornya.

Merasa tinggal lama di Indonesia tanpa paspor, AB menyadari bahwa dirinya telah melampaui izin tinggal yang diberikan.

Merasa tidak ada lagi solusi, AB memutuskan untuk melaporkan keadaannya ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai untuk mendapatkan tindakan sesuai prosedur keimigrasian.

Pada 31 Oktober 2023, setelah memeriksa dan mempertimbangkan situasi yang terjadi pada AB yang diketahui bahwa AB telah berakhir masa berlaku izin tinggalnya dan masih berada dalam wilayah Indonesia lebih dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin tinggal, maka Kantor Imigrasi Ngurah Rai melakukan tindakan administratif keimigrasian berupa pendetensian untuk selanjutnya dilakukan pendeportasian.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita menjelaskan, AB tiggal selama 21 hari tinggal di Rudenim Denpasar, dan telah siap segala administrasi pemulangan, maka dilakukan pendeportasian terhadap AB melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 21 November 2023 pada pukul 10.55 wita dengan tujuan akhir Berlin, Jerman.

Ia hendak mengunjungi ibunya yang tinggal di Jerman dengan menggunakan fasilitas bebas visa yang diberikan oleh pemerintah Jerman dalam rangka transit sementara sebelum nantinya AB pulang ke Ukraina dengan menggunakan jalur darat.

Adapun biaya kepulangan yang timbul berupa tiket penerbangan seluruhnya ditanggung oleh AB. Proses pendeportasian AB dilakukan sesuai SOP Pendeportasian Rudenim yakni pengawalan hingga pintu pesawat.

Menanggapi kasus tersebut, Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto mengatakan bahwa WNA yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.

“Bahwa sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” ungkap Romi.

Load More