SuaraBali.id - Psikologi anak atau ilmu yang dapat menjelaskan perubahan penting pada tahapan-tahapan pertumbuhan anak tanpa disadari akan berkaitan dengan sikap dan perilaku yang dilakukan oleh orangtuanya.
Meskipun orang tua tidak secara langsung mengajarkan atau memberi contoh salah, namun tumbuh kembang psikis anak akan mengikutinya sendiri.
Menurut pandangan ahli, jika dari awal benih yang ditanamkan sudah salah maka seterusnya akan menimbulkan ketidakbenaran.
Hal ini diungkapkan oleh Profesor Ahli Jiwa Universitas Udayana, Ni Luh Ketut Suryani baru-baru ini. Ia mengungkap jika konsep hidup seseorang tergantung dengan apa yang sudah ditanamkan orang tuanya sejak dalam kandungan.
“Konsep hidup itu akan muncul kalau kita sejak kecil mengikuti perkembangan, mengikuti apa yang dimasukkan ibu bapak ketika mengandung,” kata Suryani dikutip dari kanal Youtube JegBali, Rabu (25/10/2023).
Menurutnya waktu-waktu berlian yang sangat rentan adalah ketika usia 0 sampai 10 tahun. Di waktu itulah karakter seseorang akan mulai terbentuk.
“Dan proses selama 10 tahun itu apa yang kita dapatkan. Di sanalah modal orang akan jadi berhasil,” ujarnya.
“Usia 0 sampai 10 tahun itu rentan tetapi menentukan masa depan,” sambungnya.
Dalam momen ini, Suryani sontak menyentil soal masa depan seorang anak ditentukan saat kedua orangtuanya menyatukan benih.
Baca Juga: Cuaca Masih Panas Dan Kering, Musim Hujan di Bali Diprediksi Masih Pertengahan November
“Kebanyakan orang tidak memikirkan waktu hubungan seksual, selama dalam kandungan sampai 10 tahun pertama sangat menentukan masa depan anak,” jelasnya.
“Apakah dia dibuat dengan saling mencintai, ataukah diperkosa, itu menentukan modal dasar spirit roh atmanya,” tambahnya.
Suryani kemudian mengatakan jika di Bali diajarkan soal ‘Bertapa’ sebelum memiliki anak. Pasalnya jika tidak dipikirkan dengan baik maka akan berpengaruh pada karakter anak.
“Makanya di Bali itu diberi tahu bertapalah, kalau ingin melahirkan anak berkualitas jadi diajarkan Bertapalah sebelum punya anak,” katanya.
“Lantas setelah terjadi ibunya takut, cemas, dimarahi dan sebagainya, itu semua masuk di dalam memori anak,” sambungnya.
Kontributor: Kanita Auliyana Lestari
Berita Terkait
-
Djakarta Warehouse Project 2025 Hadir dengan 67 Artis dan Pengalaman 10 Hari di GWK Bali
-
Ketika Kuliner Bali Menyatu dengan Alam: Perpaduan Rasa, Budaya, dan Kemurnian
-
Tanggapi Kekalahan Borneo FC dari Bali United, Bojan Hodak: Saya Kepikiran Persija
-
Strategi Jitu Johnny Jansen yang Sukses Hentikan 11 Kemenangan Beruntun Borneo FC
-
Rekor Kemenangan Borneo FC Dihentikan Bali United, Kadek Agung Jadi Pembeda
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran
-
Santunan dan Pemulangan Jenazah WNI Korban Kebakaran Hongkong Ditanggung Pemerintah