Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 06 Oktober 2023 | 23:00 WIB
Ilustrasi wong samar [phdi.or.id]

SuaraBali.id - Cerita warga Bali yang pernah berkunjung ke alam memedi (Mahluk Halus) diceritakan oleh beberapa orang kepada IB Arya Lawa Manuaba atau Gus Arya.

Beberapa orang menceritakan kepada peneliti tentang situasi alam para memedi termasuk bentuk badannya.

Menurut cerita alamnya sama seperti bumi dan punya sistem masyarakat dan transportasi namun ada yang aneh. Mereka tak pernah melihat matahari atau bulan.

"Pengakuan beberapa responden yang pernah masuk ke alam itu entah karena diculik atau tidak sengaja tersesat, mereka tidak pernah melihat matahari atau bulan. Yang ada hanya suasana langit yang remang-remang persis sandikala, dan itu berlangsung terus-menerus," jelas Gus Arya kepada beritabali.com (jaringan suarabali.id).

Kesamaan pengakuan ini juga diungkap oleh penuturan responden lainnya. Langitnya remang-remang bagai senja abadi.

Menurut cerita responden, usia para memedi yang ditemuinya mencapai ratusan tahun, bahkan ada yang mengaku memiliki kawan memedi yang usianya 125 tahun tapi nampak seperti gadis belia.

Takjubnya mereka punya kemampuan mistik. Diantaranya bisa menghilang, menjadi mahluk lain hingga menyembuhkan penyakit.

"Di alam mereka juga ada banyak permata dan batu-batu mulia yang berkhasiat. Beberapa benda itu diberikan kepada manusia untuk menyembuhkan penyakit. Namun, khasiat batu-batu itu ada batas waktunya,"ujar Gus Arya.

Emas Tak Lazim

Diceritakan pula bahwa di alamnya terdapat emas namun berbeda dengan yang ada di dunia manusia. Emas itu terletak di Sungai-sungai. Diyakini pula bahwa sungai-sungai di alam para memedi berhubungan dengan sungai di alam manusia.

Itulah sebabnya mereka dan manusia bisa keluar-masuk lewat jalur sungai.

Beberapa kategori data telah berhasil dikumpulkan, yakni terkait dengan suasana umum alam para memedi, makanan para memedi, bentuk tubuh mereka, dan apa yang terjadi setelah korban penculikan (atau korban tersesat ke alam gaib) pulang kembali ke dunia manusia.

Menurut Gus Arya data ini berguna untuk kajian namun jauh dari lengkap.

"Satu kesimpulan sementara yang berhasil didapatkan adalah mengenai suasana alam para memedi tersebut. Ternyata, ada perbedaan antara alam para memedi, tonya dan wong samar," ujarnya.

Alam yang dihuni mahluk halus ini diceritakan tak disinari matahari, berbeda dengan alam wong samar yang masih diterangi Cahaya matahari. Ini menimbulkan praduga bahwa alam mereka terletak di tempat yang berbeda.

Bila dihubungkan dengan uraian dimensi bumi menurut Kitab Suci Weda, ada suatu tempat di alam semesta ini yang disebut dengan Patala Loka. Patala loka ini terdiri atas tujuh tingkatan, dan semuanya tidak disinari cahaya matahari.

Suasana di alam ini serupa senja persis seperti uraian terhadap suasana di alam memedi berdasarkan penuturan responden.

Selain itu juga terdapat ‘Bumi lain’ yang masih berhimpitan dengan Bumi tempat tinggal manusia, namun berbeda dimensi.

Sehingga bumi kita saat ini dan bumi gaib disebut nyaris ada dalam satu tempat kendati beda dimensi.

Itulah sebabnya para wong samar dikatakan masih mendapatkan cahaya matahari seperti di Bumi manusia.

Menurut penuturan responden lagi yang ada di Bali barat, ada wong samar yang kerap terlihat mandi di hulu Sungai desa dan bisa dilihat dengan mata biasa.

"Jadi, kesimpulan sementara penelitian terhadap fenomena memedi, wong samar dan sebangsanya ini adalah bahwa mereka hidup di wilayah "Patala Loka" atau di wilayah ‘Bumi gaib’ yang disebut dengan ‘Bhauma swarga’," kata Gus Arya.

Diakui Gus Arya bahwa riset ini belum cukup dan terbentur stigma negative atau tabu di masyarakat tradisonal Bali.

"Tujuan riset ini sebenarnya adalah untuk menjawab pertanyaan fundamental manusia: apakah kita sendirian di alam semesta ini? Apakah peradaban manusia di Bumi berpengaruh pula dalam kehidupan makhluk gaib itu," pungkasnya.

Load More