SuaraBali.id - I Dewa Nyoman Wiratmaja, membantah menyerahkan uang suap kepada dua eks pejabat Kementerian Keuangan terkait dengan pengurusan dana insentif daerah (DID) Kabupaten Tabanan pada tahun anggaran 2018.
Terdawa yang dulunya merupakan mantan staf khusus (stafsus) Bupati Tabanan periode 2016–2021 Eka Wiryastuti itu membela diri pada pledoi di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Selasa, (16/8/2022).
Adapun kesaksian dua pejabat Kemenkeu yang menyebut mereka menerima suap dari Dewa sebagai utusan Eka merupakan informasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
"Saya yakin seyakin-yakinnya tidak memiliki keberanian dan kenekatan seperti keterangan YP dan RS tersebut," kata Dewa saat membacakan nota pembelaannya setebal 16 halaman secara langsung di persidangan.
Selama ini YP dan RS yang disebut oleh Dewa merujuk pada dua mantan pejabat Kementerian Keuangan, yaitu Yaya Purnomo (YP) dan Rifa Surya (RS).
Saat kasus pengurusan DID Tabanan, Yaya Purnomo menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Kemenkeu, sementara Rifa Surya saat itu menjabat sebagai Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus Fisik II Kemenkeu.
Pada persidangan sebelumnya, Yaya dan Rifa di hadapan majelis hakim mengaku menerima suap dari Dewa selaku utusan Eka sebanyak Rp600 juta dan 55.300 dolar AS atau senilai Rp1,4 miliar.
Uang suap itu, menurut Yaya dan Rifa, diberikan sebagai imbalan keduanya membantu menambah alokasi DID Tabanan TA 2018.
Menurut Dewa, ia tidak menyerahkan Rp300 juta dalam kantung plastik warna hitam sebanyak dua kali, dan tidak menyerahkan 55.300 dolar AS dalam amplop cokelat sebagaimana kesaksian Yaya dan Rifa.
Kesaksian Yaya dan Rifa terkait dengan penyerahan suap itu menjadi dasar dakwaan dan tuntutan jaksa KPK terhadap Dewa dan Eka.
"Peristiwa penyerahan uang oleh saya kepada YP dan RS sebagai fakta tidak didukung barang bukti, saksi fakta yang melihat, mendengar, atau merasakan secara langsung di tempat kejadian. Oleh karena itu, pengungkapan peristiwa penyerahan uang tersebut sebagai fakta tidak didukung oleh alat bukti yang memadai," kata Dewa.
Ia menambahkan bahwa pernyataan YP dan RS hanya berlaku benar apabila uang suap itu dapat mereka perlihatkan di persidangan, dan ada sidik jari pemberi suap di amplop dan kantung plastik hitam berisi uang suap tersebut.
Tidak hanya itu, Dewa juga menilai kesaksian YP dan RS di persidangan tidak konsisten, serta yang lebih mendasar dua pejabat Kemenkeu itu tidak memiliki kewenangan langsung menambah alokasi DID Kabupaten Tabanan.
Ia beralasan bahwa alokasi DID dapat bertambah apabila laporan keuangan daerah tersebut memperoleh predikat WTP (wajar tanpa pengecualian) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan penghargaan dari pencapaian kinerja sektor lain, seperti perencanaan anggaran, pendidikan, peningkatan kesejahteraan, dan kesehatan.
Perbuatan yang dilakukan Yaya dan Rifa, menurut Dewa, hanya memberi informasi kemungkinan alokasi DID Tabanan dapat bertambah, serta perkiraan penambahannya. Namun, informasi itu diyakini oleh Dewa tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan penambahan atau tidaknya alokasi DID Tabanan TA 2018.
"Akan tetapi, saksi YP dan RS merekayasa informasi dan pengetahuannya tersebut dengan tipu muslihat, kebohongan, dan akal-akalan dengan maksud mendapat keuntungan berupa dana istiadat sehingga lebih tepat masuk tindak pidana penipuan," jelasnya.
Dewa menilai perbuatan suap sebagaimana dakwaan jaksa tidak terbukti sehingga memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan dirinya dari seluruh dakwaan.
Dewa sebelumnya dituntut dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan serta denda Rp110 juta atau ganti kurungan 3 bulan (ANTARA)
Berita Terkait
-
Soroti Penerbitan Sertifikat, Kapolda Bali Beberkan Tantangan 'Sikat' Mafia Tanah
-
Berangsur Normal, Jumlah Penumpang di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali Meningkat
-
Dinas Sosial Bogor 'Biarin' Korban Bencana, Pegawai Jalan-jalan ke Bali Pakai Anggaran Rp900 Juta?
-
3 Rekomendasi Tempat Melukat di Bali untuk Ketenangan Batin
-
Apa Plus Minus Kuliah di Bali? Tak Hanya Bisa Belajar sambil Wisata, Ini Alasan Orang-orang Tak Pilih Pulau Dewata
Tag
Terpopuler
- Tersandung Skandal Wanita Simpanan Vanessa Nabila, Ahmad Luthfi Kenang Wasiat Mendiang Istri
- Gibran Tinjau Makan Gratis di SMAN 70, Dokter Tifa Sebut Salah Sasaran : Itu Anak Orang Elit
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- Dibongkar Ahmad Sahroni, Ini Deretan 'Dosa' Ivan Sugianto sampai Rekening Diblokir PPATK
- Pernampakan Mobil Mewah Milik Ahmad Luthfi yang Dikendarai Vanessa Nabila, Pajaknya Tak Dibayar?
Pilihan
-
Ada Korban Jiwa dari Konflik Tambang di Paser, JATAM Kaltim: Merusak Kehidupan!
-
Pemerintah Nekat Naikkan Pajak saat Gelombang PHK Masih Menggila
-
Dugaan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Pantau Interaksi Basri Rase dengan ASN
-
Kuasa Hukum Tuding Kejanggalan, Kasus Cek Kosong Hasanuddin Mas'ud Dibawa ke Tingkat Nasional
-
Iuran Rp 20 Ribu untuk Listrik di SMA Negeri 1 Bontang, Disdik Kaltim Angkat Bicara
Terkini
-
Legenda Nasi Tahu Ni Sarti Sukawati: Kuliner Vegetarian yang Selalu Diburu Wisatawan
-
Dari Pos Pengungsian Gunung Lewotobi, Warga Tetap Dukung Dan Semangati Timnas Indonesia
-
Serangan Fajar Pilkada 2024 Diprediksi Beralih dari Tunai Jadi Uang Digital
-
Raja-raja di Bali Minta Bandara Bali Utara Dibangun di Atas Laut
-
Cerita Warga Saat Kejadian Erupsi Gunung Lewotobi, Lari Dan Hanya Ada Pakaian di Badan