Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Senin, 20 Juni 2022 | 15:37 WIB
Ilustrasi tenggelam (Unsplash/Ian Espinosa)

SuaraBali.id - Kasus kecelakaan speedboat yang ditumpangi PMI ilegal asal NTB di perairan Nongsa, Batam membuat Serikat Buruh Migran (SBMI) NTB mengkritisi kebijakan pemerintah yang terkesan lemah.

Ketua SBMI NTB Usman meminta gubernur NTB secara tegas dan serius dalam menjawab persoalan yang dihadapi PMI.

Sebab menurutnya sejak pandemi covid-19 ini banyak warga terutama dari Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Tengah yang menjadi korban.

“Kasus terbaru 30 PMI ilegal asal NTB mengalami kecelakaan, tragedi kapal tenggelam sudah tiga kali terjadi,” keluh usman saat dihubungi Suara.com, Senin (20/6/2022)

Baca Juga: Hujan Deras Dan Cuaca Buruk Hambat Pencarian 7 PMI Ilegal Asal NTB yang Hilang di Perairan Batam

Ia juga meminta pemerintah memberantas mafia yan melakukan penipuan terhadap PMI dan perdagangan orang.

Sebab para calo PMI masih  beroperasi bahkan melakukan pengiriman PMI secara ilegal ke luar negeri.

“Kita ingin Gubernur NTB serius masalah terhadap masalah rakyatnya,”  harapnya.

Usman mengaku miris, CPMI yang akan berangkat melalu jalur non prosedural ini harus merogoh gocek sedikit Rp 7 juta hingga Rp 8 juta kepada calo.

“Kita sudah darurat perdagangan orang, kami mendorong gubernur lebih tegas dan segera buat imbuan tentang bahaya perdagangan orang ke seluruh Kabupaten/Kota supaya  bupati dan walikota kota menindaklanjuti ke seluruh desa,” pintanya.

Baca Juga: 389 Jemaah Haji Asal NTB Diberangkatkan ke Arab Saudi Hari Ini

Sementara itu Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) NTB  I Gede Putu Aryadi mengatakan bahwa pemerintah NTB melalui disnaker telah melakukan langkah-langkah  tegas untuk menutup celah pemberangkatan secara non prosedural.

Menurutnya hal itu sudah ada buktinya, yaitu sejak 2020 gubernur telah menandatangani MOU dengan para bupati/Walikota sebagai komitmen untuk mewujudkan zero unprosedural PMI.

“Intinya melarang warga NTB berangkat secara non prosedural, karena risikonya sangat berbahaya,” katanya.

Bukan sekedar imbauan dan MOU saja, kata Aryadi  pemerintah NTB bahkan telah melakukan langkah-langkah  nyata dengan  melakukan edukasi dan sosialisasi bersama stakeholder terkait di Kabupaten/Kota dan desa agar masyarakat yang ingin menjadi PMI menempuh jalur prosedural.

“Pemprov NTB bersama sejumlah Kabupaten seperti di Lotim, sudah membentuk satgas Perlindungan PMI yang melibatkan lintas sektor. Saat ini sedang diupayakan dibentuk juga di Loteng dan KLU untuk menekan kasus non prosedural, termasuk TPPO. Bahkan NTB melalui DP3AKB bersama stakeholder terkait telah merancang perda dan Tim Pencegahan TPPO,” sambunganya.

Ia mengakui masih terjadi kasus pemberangkatan non prosedural, tetapi ia mengklaim telah jauh menurun jika dibandingkan tahun-tahun  sebelumnya.

Total PMI NTB 535 ribu yang tersebar di 108 negara penempatan, pada tahun 2021 yang lalu tercatat 1.008 kasus PMI Non Prosedural.

“Jumlah ini  dinilai jauh menurun jika dibandingkan tahun-tahun  sebelumnya yang mencapai 30 persen dari total PMI NTB.” katanya

Saat ini pemprov NTB bersama BP2MI telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan delapan  orang tekong/calo dengan  dugaan TPPO.

Lima orang dari tekong  sedang diproses oleh Polda NTB untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Butuh dukungan semua pihak dengan langkah nyata. Bukan justru saling menyalahkan,” tutupnya.

Kontributor Toni  Hermawan

Load More