Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 22 Maret 2022 | 08:50 WIB
Para calon PMI yang gagal bekerja di kapal pesiar karena penipuan perusahaan didampingi kuasa hukum I Nengah Yasa Adi Susanto dan Putu Suma Gita, di Denpasar, Bali, pada Senin (21/3/2022) [SuaraBali.id/Yosef Rian]

SuaraBali.id - Maraknya kasus dugaan tindak pidana penipuan terhadap calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bali membuat tak sedikit korban berjatuhan, kerugian total hingga ratusan juta. Hal ini karena setiap calon PMI merogoh kocek hingga puluhan juta demi bisa bekerja di kapal pesiar maupun bekerja di luar negeri.

Terlebih kini banyaknya kasus yang tak tertangani membuat banyak pihak prihatin. Mereka yang awam dan niat hati tulus bekerja merubah nasib, kini malah terpuruk dengan nasib.

Banyak peminat yang tak kunjung berangkat bertahun-tahun padahal sudah menyerahkan seluruh dokumen seperti passpor, ijazah dan lainnya hingga membayar puluhan juta rupiah. Namun perusahaan yang menjanjikan lalu tak bisa dihubungi, kabur tanpa tanggung jawab yang pasti.

Sementara kasus di Turki baru-baru ini puluhan WNI (warga negara Indonesia) yang juga berasal dari Bali sudah diberangkatkan namun ditelantarkan. Sesammpainya di negara tujuan tak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai yang dijanjikan, upah di bawah standar dan tempat tinggal yang tidak layak

Baca Juga: Ketika Baju Loreng TNI Menjadi Perban Kucuran Darah, Selamatkan Korban Kecelakaan di Bali

Di Bali kantong minat menjadi imigran yang tinggi menjadi sasaran empuk perusahaan-perusahaan bodong untuk mengeruk keuntungan semata. Kasus ini melengkapi deretan kasus penipuan calon PMI.

Jual Motor Hingga Barang-barang Demi Bekerja di Kapal Pesiar

Seperti yang dialami Toni pria berusia 33 tahun asal Medan, Sumatera Utara. Dua setengah tahun yang lalu ia merantau dan berdomisili di Bali dan awalnya bekerja berdagang makanan di kawasan Kuta, Badung.

Lantaran ingin merubah nasib agar lebih baik, Toni yang kala itu mendapat informasi rekrutmen pekerja kapal pesiar langsung tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu.

Ia mendaftar di perusahaan tersebut dan memenuhi segala persyaratan yang diminta oleh perusahaan, termasuk menyetor uang sekitar 40 juta rupiah.

Baca Juga: 5 Universitas Terbaik untuk Kuliah Pariwisata di Bali

Bukan dari uang tabungan, Toni pun akhirnya menjual sepeda motor hingga menggadai barang-barabg untuk menbayarkan uang puluhan juta rupiah tersebut demi bisa bekerja di Kapal Pesiar. Namun angin segar pun menjadi pengap kala perusahaan tersebut diduga kuat bodong dan melakukan tindak pidana penipuan.

"Saya tertipu Rp 40 juta, bukan dari tabungan, saya jual sepeda motor, gadai barang-barang pinjam sana-sini, saya berniat kerja pesiar karena ingin merubah nasib, sebelumnya sehari-hari saya jual makanan dan serabutan di Kuta, tapi malah terkena penipuan, kami harap pelaku tanggung jawab dan polisi tegas menindak," harapnya.

Begitu pula yang dirasakan korban lainnya, Putu Robi Juliarta (23) asal Singaraja, Buleleng, ia yang memang bercita-cita bekerja di kapal pesiar itu mengaku tergiur adanya informasi perekrutan pekerja di kapal pesiar melalui sebuah akun sosial media instagram

Perusahaan yang dimaksud tersebut menjanjikan cepat berangkat pesiar, Robi yang lulusan Diploma 1 itu pun buru-buru membayar karena terus ditagih oleh pihak perusahaan untuk segera melunasi pembayaran.

"Saya awal tertarik tahunya dari instagram saat itu Januari 2020 di lowongan tersebut April 2020 keberangkatannya dan dijanjikan prosesnya cepat, bayarnya diminta cepat-cepat," ucapnya.

Meski hal itu tak membuatnya kapok, ia terus berusaha untuk bisa bekerja di kapal pesiar. Akan tetapi Robi kini lebih selektif memilih perusahaan penempatan awak buah kapal (ABK) kapal pesiar.

"Sekarang saya mencoba pesiar lagi tapi di perusahaan yang lebih terpercaya, pengarahannya juga lebih detail, memang dari dulu saya pengen bekerja di kapal pesiar," kata Robi.

Besar harapan Robi, kasus dugaan tindak pidana penipuan oleh perusahaan bodong itu lebih cepat diproses oleh kepolisian.

"Besar harapan saya dan teman lain bisa secepatnya diproses kasus ini apalagi benar benar sudah lama sekali, sebelumnya kami hanya bertemu Disnaker dimediasi musyawarah," harapnya.

Penegakan Hukum Dinilai Angin-anginan

Pada kesempatan yang sama, I Nengah Yasa Adi Susanto, SH, MH, kuasaa hukum dari 15 korban penipuan yang sudah melapor ke Polda Bali mengatakan bahwa mereka calon PMI dijanjikan berangkat Kapal Pesiar namun tak kunjung ditempatkan bertahun-tahun tanpa alasan pasti.

"Dari akhir tahun 2019 hingga pertengahan tahun 2020 ada yang membayar 20-40 jura rupiah, sampai sekarang tidak jelas nasibnya, ada 15 korban yang sudah memberikan kuasa kepada kami dan sudah melapor ke Polda Bali sekitar 8 atau 10 bulan yang lalu, di luar itu ada puluhan orang lain chat saya, tapi belum ada perkembangan apapun," kata Adi saat dijumpai di kantornya di Denpasar, Bali, pada Senin (21/3/2022).

Adi dan para calon PMI sangat menyayangkan proses penegakan hukum yang begitu lambat, mereka sudah melakukan pengaduan dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana pasal 378 KUHP, untuk kerja di kapal pesiar dari perusahaan dulunya beroperasi di wilayah Kerobokan namun kini sama sekali belum ada perkembangan.

Fungsi stakeholder pun dinilainya masih angin-anginan menangani kasus yang marak dan sudah merugikan banyak anak muda di Bali ini

"Kasus ini kenapa masih terjadi karena masih lemahnya fungsi pengawasan stakeholder, di Polda Bali sudah berbulan-bulan belum ada peningkatan dari penyelidikan ke penyidikan, padahal dua alat bukti dari klarifikasi korban dan saksi sudah memenuhi, tapi polisi belum bisa menghadirkan teradu berinisial IRA yang kini masih melenggang bebas bahkan kabarnya membuka rekrutmen yang sama di Yogyakarta," bebernya.

Beberapa dari calon PMI ini pun kemudian kesulitan melamar pekerjaan lain karena ijazah aslinya masih tertahan oleh perusahaan yang kini entah kemana itu.

Adi menuturkan, pada 27 April 2021 mediasi pernah diadakan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Manusia Provinsi Bali namun tidak ada hasil signifikan.

Selain laporan di Polda Bali yang sejak 18 mei 2021 juga belum ada perkembangan, pihaknya juga berkirim surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali meminta atensi untuk sekedar audiensi, namun tak kunjung didengar oleh para wakil rakyat.

Padahal, dijelaskan Adi, pada Pasal 112 ayat 2 KUHP sebenarnya polisi dalam hal ini Polda Bali memiliki kewenangan penuh untuk melaksanakan upaya paksa menjemput teradu IRA. Perkembangan terakhir dari kepolisian yang diterima pun terakhir pada 30 November 2021.

"Kami beberapa kali mediasi janji pengembalian uang milik klien tidak pernah diberikan sama sekali. Padahal jelas-jelas direktur perusahaan berinisial IRA perusahaan yang mereka miliki tidak memiliki izin perekrutan maupun penempatan tenaga kerja sebagaimana Undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran, maupun penempatan ABK, mereka hanya ada nomor induk perusahaan, somasi pun tidak pernah dibalas," jelasnya.

Para korban melalui kuasa hukum yang bersurat ke DPRD Provinsi Bali dengan niat hati para korban ingin beraudiensi menyampaikan aspirasi keluh kesahnya, sejak 14 Februari 2022 lalu belum ada tanggapan sama sekali, jangankan audiensi, balasan surat pun tidak ada.

Dalam UU MD 3 DPRD diamanatkan dalam untuk melakukan fungsi pengawasan sebagaimana pasal 324 c yakni menampung dan menindaklanjuti aspirasi pengaduan masyarakat.

Begitu pula Disnaker Provinsi yang memiliki fungsi jelas untuk mengawasi agen-agen penyalur tenaga kerja yang melakukan perekrutan, karena dengan lemahnya pengawasan berimplikasi pada menjamurnya perusahaan-perusahaan bodong.

"Semua upaya kami lakukan agar tidak ada lagi korban-korban berikutnya, kami pun menerima kuasa secara probono, kami tidak menerima sepeserpun, ini murni karena empati, justru di tengah urgensi para instansi berwenang tidak ada tindakan yang lebih tegas, korban terus menanyakan perkembangan kasus ini," tukasnya.

Putu Suma Gita, SH, MH yang juga menjadi tim kuasa hukum belasan calon PMI tersebut mengaku kecewa tidak tegasnya para penegak hukum dalam menuntaskan kasus ini padahal dua alat bukti dari keterangan korban dan saksi sudah dilakukan klarifikasi.

"Pada 19 Mei 2021 polisi sudah memeriksa 15 orang sebagai pelapor dan dua orang dari pihak perusahaan, namun belum bisa memanggil terlapor direktur perusahaan, kami berharap pihak kepolisian membantu segera diatensi dan tetapkan tersangka, ini kasus yang urgent," pungkasnya.

Kontributor Bali : Yosef Rian

Load More