Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 20 Februari 2022 | 18:02 WIB
Sekretaris Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali Made Rentin (tiga dari kiri) saat berbincang dengan sejumlah manajemen rumah sakit rujukan penanganan COVID-19 [Suarabali.id/ANTARA]

SuaraBali.id - Provinsi Bali dalam beberapa hari terakhir ini setidaknya dapat sedikit bernapas lega. Karena penambahan kasus harian COVID-19 sudah mengalami sedikit penurunan. Dibandingkan dengan kondisi pekan pertama hingga kedua Februari 2022.

Paparan COVID-19 varian Omicron pada Februari ini, telah menyebabkan lonjakan kasus baru di "Pulau Dewata" hingga melampaui rekor penambahan kasus baru ketika Bali diterjang COVID-19 varian Delta pada periode Juli-Agustus 2021.

Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali, rekor penambahan kasus harian tertinggi saat Bali menghadapi varian Delta tercatat sebanyak 1.957 orang.

Namun, karena varian Omicron, rekor itupun terlewati. Tercatat pada 9 Februari 2022, penambahan kasus harian COVID-19 di Bali mencatatkan rekor baru tertingginya sebanyak 2.556 orang.

Baca Juga: Pakar Ini Sebut Varian Omicron Lebih Berbahaya Ketimbang Varia Delta Secara Epidemologis

Setelah mencatatkan penambahan kasus harian tertinggi tersebut, hari-hari berikutnya juga dilaporkan penambahan kasus harian masih di atas 2.000 orang, dan sempat turun dengan rata-rata kasus baru di atas 1.500 orang per hari.

Dalam tiga hari terakhir, tren penurunan kasus baru COVID-19 terus berlanjut. Pada 17 Februari 2022, kasus baru tercatat ada 1.445 orang, kemudian 18 Februari dengan 1.041 orang dan 19 Februari sebanyak 939 orang.

Sedangkan untuk pasien yang dilaporkan yang sembuh pun dalam tiga hari terakhir pun cukup tinggi yakni pada 17 Februari (2.111 orang), kemudian 18 Februari (1.912 orang) dan 19 Februari sebanyak 1.573 orang.

Kemudian untuk kasus meninggal dunia secara berturut-turut dari 17, 18, dan 19 Februari 2022 sebanyak 18 orang, 12 orang dan 20 orang.

Sekretaris Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali Made Rentin menyampaikan, meskipun penambahan kasus harian COVID-19 rata-rata di atas 1.000 orang per hari, hanya sebagian kecil yang sampai dirawat di rumah sakit (RS) rujukan.

Baca Juga: Lonjakan Kasus Varian Omicron, Perlukah Vaksin Covid-19 Dosis Keempat?

Jika melihat data, jumlah kasus aktif COVID-19 di Bali pada 19 Februari sebanyak 16.869 orang, yang dirawat di rumah sakit rujukan sebanyak 1.042 orang (6,18 persen).

Mayoritas mereka yang terpapar COVID-19 justru menjalani isolasi mandiri yakni 15.334 orang (90,9 persen) dan sisanya 493 orang (2,92 persen) dirawat di tempat isolasi terpusat.

"Yang dirawat di rumah sakit adalah mereka yang terpapar COVID-19 dengan gejala sedang dan berat. Sedangkan yang gejala ringan, ada yang dirawat di tempat isolasi terpusat, maupun menjalani isolasi mandiri," katanya.

Meskipun, kasus varian Omicron dengan cepat menyebar, namun diketahui juga gejalanya cukup ringan hingga pasien dapat pulih tanpa harus dirawat di rumah sakit.

Khususnya pada pasien yang sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dan tidak memiliki komorbid (penyakit penyerta), meskipun terpapar COVID-19, mayoritas dengan gejala ringan, bahkan ada yang tanpa gejala.

Menurut Rentin yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali itu, mereka yang meninggal dunia karena COVID-19 itu didominasi tiga hal yakni komorbid, kaum lansia dan belum divaksin COVID-19.

Konversi tempat tidur

Menghadapi lonjakan kasus positif COVID-19 yang bisa terjadi sewaktu-waktu karena terjangan varian Omicron, Pemerintah Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali sudah menyiapkan ancang-ancang dengan melakukan konversi tempat tidur perawatan di RS rujukan.

"Merespons lonjakan kasus konfirmasi positif COVID-19, kami dapat segera melaksanakan konversi layanan. Ditargetkan lebih dari 40 persen untuk RS pemerintah dan maksimal 30 persen untuk RS swasta," katanya.

Konversi layanan kesehatan di rumah sakit tidak saja mencakup konversi tempat tidur, juga penambahan alat, dan tenaga kesehatan.

Rentin yang juga menjabat Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali ini tidak menampik bahwa sebelumnya jika memperhatikan perbandingan tingkat hunian dengan BOR (bed occupancy rate) sempat terlihat tinggi.

Namun, hal itu karena tempat tidur yang dialokasikan untuk COVID-19 di 62 rumah sakit rujukan belum maksimal (masih rendah) sesuai direncanakan.

Jika melihat kondisi puncak kasus COVID-19 tahun lalu (varian Delta), saat itu total kapasitas tempat tidur yang disiapkan sekitar 3.052 tempat tidur (2.705 tempat tidur isolasi non-intensif + 347 ICU). Tetapi, hingga 17 Februari 2022, sudah tersedia 2.716 tempat tidur (2.467 non-intensif + 249 ICU).

Hal ini dikarenakan sebelumnya ada beberapa tempat tidur rumah sakit yang dikembalikan ke status untuk pelayanan pasien umum atau menyesuaikan kebutuhan masing-masing rumah sakit.

Menurut dia masih ada potensi konversi tempat tidur perawatan non-intensif maupun yang intensif (ICU). Tentunya akan ditambahkan kembali, dengan memperhatikan evaluasi perkembangan situasi dan kondisi di lapangan.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali mencatat, bed occupancy rate (BOR) atau tingkat penggunaan tempat tidur isolasi non-intensif hingga 17 Februari lalu sebesar 41,83 persen atau sudah terisi 1.032 tempat tidur dari kapasitas 2.467 yang disiapkan.

Selanjutnya untuk BOR tempat tidur isolasi intensif (ICU) sebesar 35,74 persen. Dari kapasitas 249 tempat tidur yang disiapkan, sudah terisi sebanyak 89 tempat tidur.

BOR di rumah sakit dalam beberapa hari terakhir sudah menurun, dibandingkan posisi sebelumnya yang sempat menyentuh angka 51,11 persen untuk tempat tidur isolasi non-intensif dan 37,02 persen untuk tempat tidur isolasi intensif (ICU).

Sementara itu, bagi masyarakat Bali yang terpapar COVID-19 dengan gejala ringan juga telah disiapkan 19 tempat isolasi terpusat yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Bali dengan kapasitas total sebanyak 1.882 tempat tidur.

Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan menjadi hal penting yang diperhatikan Bali dalam menghadapi penambahan kasus harian COVID-19 yang masih fluktuatif.

"Untuk tenaga kesehatan, diwaspadai secara kuantitas dan maupun kualitas," kata Rentin.

Mereka yang berada di garda terdepan penanganan COVID-19 itu selain didukung dengan vitamin agar tetap fit, termasuk dilakukan skrining rutin untuk memastikan para tenaga kesehatan tetap sehat atau tidak terpapar COVID-19.

Pihaknya mencatat total jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Bali saat ini untuk tenaga dokter ada 4.336 orang, perawat (11.881 orang), bidan (5.511 orang), farmasi (1.595 orang) dan ahli gizi (608 orang).

Menurut dia dari total jumlah tenaga kesehatan di Pulau Dewata tersebut, lebih dari 50 persen untuk penanganan COVID-19.

Selain tenaga kesehatan, pihaknya juga memastikan stok obat-obatan juga cukup, setidak-tidaknya 20 sampai 30 persen tambahan.

Menghadapi penyebaran COVID-19 varian Omicron yang begitu cepat, masyarakat Bali diimbau untuk tetap waspada namun tidak perlu panik yang berlebihan jika ada kenaikan jumlah kasus yang cepat dan banyak.

Cara positif menyikapi kenaikan kasus varian Omicron, katanya, adalah tetap mengikuti protokol kesehatan dengan disiplin dan segera mengikuti program vaksinasi COVID-19 bilamana sudah mendapat jadwal.

Sudah mengikuti vaksinasi, protokol kesehatan tetap harus dijalankan dengan ketat. Setidaknya demi lima alasan, yakni untuk melindungi diri sendiri; melindungi orang lain; mencegah munculnya varian baru; menghentikan rantai penyebaran virus; serta menjaga rumah sakit dan tenaga kesehatan tetap aman.

"Dengan semangat gotong royong, sinergi antara kebijakan yang diterapkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota bersama peran serta masyarakat yang antusias, kita pasti bisa terlepas dari kekangan pandemi ini dan bisa menjalani kehidupan secara normal kembali," demikian Made Rentin. (Antara)

Load More