Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 27 Desember 2021 | 13:43 WIB
Oka menunjukan ular piton peliharaannya di rumahnya, Minggu (26/12/2021) [SuaraBali.id/Imam Rosidin]

SuaraBali.id - Oka Widiartana (28 tahun) menceritakan pengalaman menarik dan unik. Selama memelihara dan berternak ular piton atau sanca kembang. Berulang kali ia menerima pesanan dari sejumlah orang yang membeli kulit ular, kotoran ular, hingga sperma ular.

Permintaan itu datang dari media sosial dan orang-orang yang sudah mengenalnya. Mereka menggunakan kulit ular yang baru mengelupas untuk obat-obatan.

"Sering dapat pesanan kulit ular yang baru mengelupas itu, katanya buat obat," katanya di rumhanya, Minggu (26/12/2021).

Selain itu, ia juga tak jarang menerima pesanan kotoran ular dan sperma ular. Mereka yang membeli mengaku untuk pengobatan dan jimat menang untuk berjudi.

Baca Juga: Resmi, Gede Dana terpilih Jadi Ketua Umum KKI Provinsi Bali

"Kalau musim kawin itu banyak yang nitip bajunya dioleskan ke sperma ular. Katanya untuk berjudi," ungkapnya.

Ia senang-senang saja mendapat pesanan itu. Sebab kulit ular dan kotoran biasanya akan dibuang. Namun ternyata ada yang bersedia membelinya.

"Kalau harganya murah paling Rp20 ribu sampai Rp30 ribu," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, sejak 2015 Oka Widiartana (28) menyukai dan memelihara ular jenis Phiton atau Sanca Kembang, di rumahnya, Jalan Diponegoro Gang 7 Nomor 6B, Banjar Pekambingan, Denpasar, Bali. Berawal dari hobi itu, ia kemudian mengembangakbiakan ular peliharaannya.

Oka saat ini memiliki sekitar 18 ekor phiton berbagai ukuran dan motif warna. Ular paling panjang yakni sekitar 6 meter. Dari jumlah tersebut ia memiliki 7 ekor indukan yang tiap tahun bertelur.

Baca Juga: Kebutuhan Uang Tunai di Bali Naik Rp 2,1 triliun, Ini Buktinya

"Merawatnya sejak 2015 lalu hobi memelihara ular karena dari orangtua sudah lama pelihara," kata Oka di rumahnya, Minggu 26 Desember 2021.

Ia mengatakan menyukai Phiton karena ular ini tak berbisa. Kemudian mudah jinak karena hasil ternakan sejak kecil.

"Karena hasil ternakan dia jinak dan terbiasa dengan manusia," kata dia.

Ia menceritakan awalnya hanya untuk dipelihara. Kemudian pada 2016, seekor ular miliknya bisa bertelur dan menetas sekitar 20 ekor. Sejak saat itu ia ketagihan untuk mengembangbiakan ular miliknya.

Selama setahun, ular hanya sekali bertelur. Jumlahnya tergantung besar kecilnya ukuran badan. Sejauh ini, ia sudah 10 kali mampu menetaskan ular.

"Pernah terbanyak sebanyak 40 ekor menetas," kata dia.

Anakan ular ia jual melalui media sosial dan komunitas pecinta reptil. Harganya bervariasi mulai dari Rp150 ribu hingga Rp5 juta tergantung warna. Biasanya ular yang mahal berwarna kuning atau albino.

Sekali panen, kata dia, pernah mendapatkan untung sekitar Rp20 hingga Rp 30 juta.

"Tergantung motif dan ukurannya," kata dia.

Untuk biaya makan, ia menghabiskan Rp1,5 juta setiap bulannya untuk membeli ayam. Ular ini makannya sebulan sekali dengan jumlah ekor ayam tergantung ukuran.

Selain menjual anakan, ia juga kerap diundang untuk acara-acara. Ular miliknya biasanya digunakan untuk foto pengunjung. Biasanya sekali foto ia mendapatkan Rp15 ribu hingga Rp20 ribu.

Oka menunjukan ular piton peliharaannya di rumahnya, Minggu (26/12/2021) [SuaraBali.id/Imam Rosidin]

Beternak Ular Piton 6 Meter di Tengah Kota Denpasar

Sejak 2015, Oka Widiartana (28 tahun) suka memelihara ular jenis Piton atau Sanca Kembang, di rumahnya, Jalan Diponegoro Gang 7 Nomor 6B, Banjar Pekambingan, Denpasar, Bali. Berawal dari hobi itu, ia kemudian mengembangakbiakan ular peliharaannya.

Oka saat ini memiliki sekitar 18 ekor piton berbagai ukuran dan motif warna. Ular paling panjang yakni sekitar 6 meter. Dari jumlah tersebut ia memiliki 7 ekor indukan yang tiap tahun bertelur.

"Merawatnya sejak 2015 lalu hobi memelihara ular karena dari orangtua sudah lama pelihara," kata Oka di rumahnya, Minggu 26 Desember 2021.

Ia mengatakan menyukai Piton karena ular ini tak berbisa. Kemudian mudah jinak karena hasil ternakan sejak kecil.

"Karena hasil ternakan dia jinak dan terbiasa dengan manusia," kata dia.

Ia menceritakan awalnya hanya untuk dipelihara. Kemudian pada 2016, seekor ular miliknya bisa bertelur dan menetas sekitar 20 ekor. Sejak saat itu ia ketagihan untuk mengembangbiakan ular.

Selama setahun, ular piton hanya sekali bertelur. Jumlahnya tergantung besar kecilnya ukuran badan. Sejauh ini, ia sudah 10 kali mampu menetaskan ular.

"Pernah terbanyak sebanyak 40 ekor menetas," kata dia.

Anakan ular ia jual melalui media sosial dan komunitas pecinta reptil. Harganya bervariasi mulai dari Rp150 ribu hingga Rp5 juta tergantung warna. Biasanya ular yang mahal berwarna kuning atau albino.

Sekali panen, kata dia, pernah mendapatkan untung sekitar Rp20 hingga Rp 30 juta.

"Tergantung motif dan ukurannya," kata dia.

Untuk biaya makan, ia menghabiskan Rp1,5 juta setiap bulannya untuk membeli ayam. Ular ini makannya sebulan sekali dengan jumlah ekor ayam tergantung ukuran.

Selain menjual anakan, ia juga kerap diundang untuk acara-acara do hotel. Ular miliknya biasanya digunakan untuk foto pengunjung. Biasanya sekali foto ia mendapatkan Rp15 ribu hingga Rp20 ribu.

Kontributor : Imam Rosidin

Load More