SuaraBali.id - Keharmonisan antarumat beragama, telah menjadi tradisi dan bagian kearifan lokal warga Bali. Tidak hanya berupa tulisan dan pembahasan saja, ciri khas ini dilestarikan baik dari nilai agama dan adat budaya.
Dikutip dari Beritabali.com, jaringan SuaraBali.id, di Bali banyak corak ragam seni dan budaya yang tidak lekang oleh waktu. Kearifan lokal dipertahankan dari generasi ke generasi.
Setiap acara agama tentu mempunyai daya magis tersendiri. Di antaranya khitanan. Di mana masyarakat Bali Barat di Desa Pengambengan masih memegang teguh tradisi ini.
Tradisi turun-temurun ini dikuatkan Pak Ali tetua yang menyebutkan bahwa khitan atau bahasa setempat disebut "mesunat" mempunyai akar nilai budaya adat yang sangat lestari. Dengan sajian khas budaya Bali.
Baca Juga: Wisata Bali: Jejak Sejarah Kota Negara di Puri Agung Negara
"Saat anak dikhitan (mesunat) di situ ada nilai religius yang terpapar. Orangtua yang akan mengkhitankan anaknya harus menentukan hari baik. Bahkan secara garis turun tetap meminta ijin kepada Puri Jembrana, bahkan di Hari H segala upakarapun harus disiapkan," ungkap Pak Ali.
"Mulai dari upah-upah lengkap seperti ada nasi kepal, telur rebus, air, sayur kelor, dan sayur terong yang kecil-kecil berbentuk bulat. Sajian ini ditaruh dalam bentuk daun yang tekorkan. Tidak hanya itu, budaya kental Bugis disatukan dalam sajian tersebut," imbuh Pak Ali.
Nasi yang diletakkan terdiri dari lima warna, yaitu hijau, hitam, putih, merah, dan kuning. Dibentuk kerucut, ada pula pelita kambang, ada kain warna lima, sama dengan nasi. Payung Bugis dan udeng Bugis serta keris diletakkan dalam satu talam, ditambah bambu gesing yang dibelah menjadi lima kemudian dicolok.
Pernik budaya Bali dan Bugis inilah yang ternyata tak pernah hilang. Adat ini selalu dilakukan masyarakat pesisir Desa Pengambengan.
Setelah acara khitanan (mesunat), semua upakara ini dibuang di laut sebagai rasa syukur, karena laut tempat bagi para leluhur di keturunan adat Bugis.
Baca Juga: Wisata Bali: Nostalgia dalam Sebungkus Nasi Jinggo
Jika ini diamati tentu hal sama yang dilakukan nyame Bali. Sesaji ini tentu hal yang sakral dilakukan. Kelestarian adat budaya ini tetap harmoni bahkan tak pernah ada pertentangan bagi nyame Selam dan nyame Hindu.
Semua berjalan dengan ajeg tanpa perselisihan di mana nilai saling hormat-menghormati senantiasa berjalan bersama.
Berita Terkait
-
Tradisi Rewang: Tumbuhkan Sikap Gotong Royong di Era Gempuran Egosentris
-
Destinasi Liburan Akhir Tahun, Menikmati Tradisi Natal di 3 Negara Asia
-
Menggali Tradisi Sosial dengan Dinamika Tak Terduga Melalui Arisan
-
Langkah Bijak Menolak Perjodohan dari Orangtua
-
Ulasan Novel 7 Prajurit Bapak, Perjalanan Mencari Identitas dan Impian
Tag
Terpopuler
- Diminta Cetak Uang Kertas Bergambar Jokowi, Reaksi Bank Indonesia di Luar Prediksi: Kalau Gitu...
- Ragnar Oratmangoen Akui Lebih Nyaman di Belanda Ketimbang Indonesia: Saya Tidak Menonjol saat...
- Warga Jakarta Jangan Salah Nyoblos Besok, YLBHI Bongkar 'Dosa-dosa' Cagub Nomor Urut 2 Dharma Pongrekun
- Pelatih Jay Idzes: Saya Tidak Senang, Ini Memalukan!
- Pratiwi Noviyanthi Ditinggal Pengacara Usai Tak Mau Selesaikan Kisruh Donasi Pengobatan Agus Salim
Pilihan
-
Review Hidup Peternak Lele: Game Simulasi Bagaimana Rasanya Jadi Juragan Ikan
-
Jangan Lewatkan! Lowongan Kerja OJK 2024 Terbaru, Cek Syaratnya Di Sini
-
4 Rekomendasi HP Gaming Murah Rp 2 jutaan Memori Besar Performa Handal, Terbaik November 2024
-
Harga MinyaKita Mahal, Mendag "Lip Service" Bakal Turunkan
-
Mahasiswa Universitas Lampung Ajak Warga Gotong Royong Peduli Lingkungan
Terkini
-
Rencana Koster Setelah Mengunci Kemenangan di Pilgub Bali 2024 Nanti
-
Wilayah NTB Diperkirakan Hujan Sepekan Ke Depan, Udara Akan Sedikit Lebih Sejuk
-
Ada Potensi Pertumbuhan Awan Hujan Meningkat di Bali, BMKG Minta Waspadai Cuaca Ekstrem
-
7 Petugas TPS di Bali Tumbang, Asam Lambung, Keguguran Hingga 1 Orang Meninggal Dunia
-
Potret Luna Bijl, Kekasih Maarten Paes yang Juga Model Selingkaran Gigi Hadid