SuaraBali.id - Maestro topeng sekaligus pelestari topeng, I Made Regug berpulang di usia 86 tahun pada Sabtu (31/7/2021) sekitar pukul 14.00 WITA. Beliau mengembuskan napas terakhir semasa berada dalam perawatan di IGD RSUD Sanjiwani Gianyar Bali.
Dikutip dari BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id, I Made Regug berjuang panjang melawan diabetes. Cucu almarhum, Made Wiradana menjelaskan sehari sebelum meninggal, kakeknya masih beraktivitas seperti biasa.
"Paginya masih biasa, sempat memandikan ayam. Beliau juga biasa nyuntik insulin sendiri setiap sebelum makan," jelasnya saat dikonfirmasi, Minggu (1/8/2021).
Namun pada Jumat (31/7/2021) sore, Made Regug tiba-tiba lemas sehingga dilarikan ke IGD RSUD Sanjiwani.
Baca Juga: Selain Sedapkan Hidangan, Bumbu Bali Bisa Menjadi Pengawet Makanan dan Cegah Keracunan
"Belum sempat pindah ke ruang rawat inap, kakek tyang tiada sekitar pukul 14.00 WITA," jelas Made Wiradana, yang menjabat Kelihan Dusun Banjar Lantangidung ini.
Dijelaskan Made Wiradana, semasa hidup kakeknya memang mengidap diabetes.
"Namun beliau termasuk taat berobat, setiap sebelum makan pasti ingat suntik insulin. Kadang-kadang masih sempat ngutak-atik topeng," jelasnya.
Kepergian Made Regug sudah diikhlaskan oleh keluarga. Terlebih, usianya telah mencapai 86 tahun. Sesuai adat setempat, almarhum dimakamkan melalui upacara mebersih di Setra Adat Lantangidung pada Redite Wage Wayang, Minggu (1/8/2021) sore.
Made Regug terbilang masih aktif berkarya saat usia senja
Baca Juga: 4 Fitur Rolls-Royce Cullinan Bespoke yang Selaras untuk Berkendaraan Wisata Bali
Semasa hidupnya, saat dijumpai pada 2017 di kediamannya yang berlokasi di Banjar/Desa Pakraman Lantangidung, Desa Dinas Batuan Kecamatan Sukawati Gianyar, Made Regug menyatakan masih sering diminta membuat topeng untuk Sesuhunan maupun pementasan.
Bagi penerima penghargaan Tokoh Pelestari Topeng 2015 dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar ini mengatakan membuat topeng sudah dijadikan tumpuan hidup.
Dengan menari Topeng, Made Regug bisa menghidupi keluarganya. Bahkan hingga membiayai sekolah cucu-cucunya.
Made Regug membesarkan anak dan cucunya dengan lungsuran dari banten yang diberikan kepadanya saat pentas Nopeng.
"Maan nunas santun megarang, misi baas abedik to kumpulin anggo mani puane ngaenang cucu-cucu bubuh," ungkapnya saat itu.
Sayangnya, diabetes serta asam urat membatasi aktivitasnya. Meski demikian, ia tetap merasa bersyukur masih bisa bekerja meskipun dalam kondisi sakit.
"Sakit tua, sudah biasa. Ulian ngangsang ulian demen," ungkapnya bijak.
Ayah enam anak ini memiliki beban yang cukup berat sepeninggal dua anak lelakinya. Made Regug tinggal bersama dua menantu dengan enam cucu.
Sementara anak ketiganya I Nyoman Setiawan yang meneruskan kesenian topeng tinggal terpisah namun masih satu banjar.
Naik perahu untuk pentas di Nusa Penida
Made Regug menuturkan, sejak 1974 sudah mulai menari Topeng Pajegan bersama seniman masa lalu seperti Made Kakul.
Seluruh Bali sudah pernah ia sambangi termasuk empat kali ke Nusa Penida. Transportasi zaman dahulu tak secanggih saat ini, sehingga Made Regug mesyi menaiki perahu.
Perjalanan ditempuhnya selama berjam-jam untuk tiba di Nusa Penida.
"Nak adeng-adeng to, mekelo di perahu," kisahnya.
Selain itu, Made Regug juga berkesempatan pentas topeng di Surabaya, Lombok dan Jepang atas permintaan pemerintah.
"Saya lupa tahun berapa, yang jelas acara festival topeng. Kalau yang di Jepang sekitar tahun 2000-an,” jelas Made Regug.
Bila ke Nusa Penida naik perahu berjam-jam, untuk pementasandi sekitar tempatnya bermukim ia juga menyiapkan alat transportasi sendiri.
Tidak seperti sekarang di mana seniman pentas topeng dijemput mobil, ia naik sepeda sendirii untuk tiba di tempat tujuan. Bahkan berangkatnya bisa sehari sebelum pentas.
"Yen ke Klungkung, jam 4 sore sampun berangkat. Kal pentas buin manine," terangnya.
Namun semuanya tidak membuatnya berkecil hati, sebab penghargaan terhadap seniman topeng pada waktu itu sangat tinggi.
"Baru tiba di lokasi sudah dilayani dengan baik, katung dibawakan dan tidak pernah diberikan nasi bungkus, pasti mewadah wanci," kenang Made Regug.
Selain itu, antusias masyarakat untuk menonton juga sangat tinggi. Bahkan hingga dini hari pun pementasan, masyarakat masih setia untuk menonton.
"Dulu karena minim hiburan, topeng menjadi satu-satunya tontonan yang menarik. Terutama Prembon. Setiap ada odalan, Prembon pasti diminta untuk pentas," kata Made Regug.
Untuk mementaskan prembon, Made Regug bergabung bersama seniman lain dengan konsep bun-bunan. Saat tiba di lokasi pementasan, barulah ditentutkan siapa berperan sebagai apa dan lampahan apa yang akan dibawakan.
"Topeng prembon paling laris jaman dulu karena minim hiburan. Kanti kelemah nak mebalih, beda dengan sekarang ukuran dua jam saja pentas sudah selesai. Kalau dulu pementasan topeng sampai habis-habisan tapel," kata Made Regug.
Belajar membuat topeng otodidak
Waktu muda, Made Regug belajar membuat dan menari topeng secara otodidak dari banyak guru di Batuan dan di Singapadu. Beraneka jenis tapel pun bisa ia buat dengan ekspresi yang begitu kuat. Sebut saja misalnya tapel Dedalem, Rangda, Pasung Grigis, Gajah Mada, Tapel Luh, hingga Bebondresan.
"Apa yang diminta bisa tyang buatkan. Untuk masalah bagus dan tidaknya itu tergantung penilaian orang lain," ungkapnya.
Tapel hasil karya Made Regug memiliki nilai seni tinggi karena menggunakan pewarna alami. Bahkan jika diuangkan, nilainya mencapai jutaan rupiah. Hanya, diakui untuk kalangan pragina (penari Bali) yang memintanya untuk membuatkan satu prancak tapel, dirinya tak bisa mematok harga.
"Kalau sama orang Bali sulit ngasi harga, tyang terima seberapa ia mampu bayar. Asalkan ia benar-benar tulus dan bisa menjaga tapel itu dengan baik," jelasnya.
Hasil karya Made Regug tak sampai dipasarkan ke luar, namun telah beredar ke seluruh Bali. Kebanyakan orang mendatangi rumahnya untuk memesan tapel.
Bahan alami yang digunakan dibuat sendiri. Untuk cat menyerupai kulit manusia dibuat dari tulang babi guling dan tanduk menjangan.
Bahan-bahan ini dibakar sampai menjadi tepung kemudian diulek hingga halus. Baru kemudian ditambahkan ancur Prancis.
"Warna Bali tidak bisa mati. Bahkan semakin lama ia akan tampak semakin bagus. Akan tampak persis seperti warna kulit manusia," tukas Made Regug.
Selain itu, warna alami juga didapatkan dari mangsi saat pembuatan minyak tandusan (lengis tandusan).
Untuk menyelesaikan satu tapel, diperkirakan membutuhkan waktu minimal 10 hari. Mulai dari mencari bentuk, mengukir hingga memulas. Dalam membuat topeng, Made Regug tampaknya punya taksu tersendiri dengan membuatnya di sebuah gubuk reot.
Gubuk ini berada tak jauh dari kediamannya. Dengan dibantu tongkat bambu kecil, Made Regug berjalan perlahan menuju lokasi workshopnya.
"Di sini tempatnya asri, tenang untuk bekerja. Di tempat ini juga tyang dapat inspirasi bagaimana membuat tapel sesuai keinginan pemesan," jelasnya didampingi Bendesa Pakraman Lantangidung, I Wayan Sujana.
Mengenai keberadaan seniman topeng di Banjar Lantangidung, Wayan Sujana menyatakan perhatian pemerintah masih minim. Bukan dalam hal materi, namun penghargaan terhadap seniman yang telah berkiprah sejak puluhan tahun.
"Bukan berarti memberatkan pemerintah agar menengok setiap waktu, tetapi bagaimana pemerintah mengetahui keberadaan para seniman yang turut mengajegkan kesenian Bali," jelas Bendesa yang mantan Kepala Samsat Gianyar ini.
Pihaknya berharap Made Regug dipertimbangkan untuk mendapatkan penghargaan setingkat provinsi Bali.
Selamat jalan Maestro Topeng dan penari legendaris. Semoga seluruh karya I Made Regug dilestarikan.
Biodata singkat
Nama : I Made Regug
Usia : 86 Tahun
Istri : Ni Ketut Mediran (alm)
Anak:
- Ni Wayan Rawi
- I Made Gelombang (alm)
- I Nyoman Setiawan (penerus)
- I Ketut Topan (alm)
- Ni Wayan Sekar
- Ni Made Janji
Cucu yang tinggal bersama di rumah : 6 orang
Mulai menari topeng: sejak 1965.
Pentas lomba:
- 1974: PKB pertama kali pada dan meraih juara I kategori Tapel Putri
- 1984: meraih juara II Tapel Bondres
Pengalaman:
- 2000: pentas ke Surabaya, Lombok dan Jepang dalam festival topeng
- 2021: Peserta Pameran Bali Kandarupa PKB XLIII
Penghargaan:
- 2015: Tokoh Pelestari Topeng dari Bupati Gianyar melalui Dinas Kebudayaan sebagai Pembuat dan Penari Topeng
- 2001: Piagam Wijaya Kusuma dari Pemerintah Kabupaten Gianyar atas pengabdian dalam mengemban, membina dan mengembangkan seni tari semasa Bupati Gianyar Tjokorda Gde Budi Suryawan SH.
Berita Terkait
-
Kronologi Gempa Bali: Magnitudo 4,8 dan Tidak Berpotensi Tsunami
-
5 Kali Gempa Susulan Guncang Gianyar Bali, BMKG Ungkap Soal Kerusakan!
-
Bali Diguncang Gempa Magnitudo 4,9, BMKG Beri Penjelasan Begini
-
Heboh! Ucapan Ultah Jokowi dari Kominfo Dikira Berita Duka, Kenapa?
-
Bukan Anjing Bukan Kucing, Kali Ini Kuda Lepas di Jalanan Bikin Pengendara Takut
Tag
Terpopuler
- Mahfud MD Sebut Eks Menteri Wajib Diperiksa Kasus Judol Pegawai Komdigi, Budi Arie Bilang 'Jangan Kasih Kendor'
- Rocky Gerung Spill Dalang yang Bongkar Kasus Judi Online Pegawai Komdigi
- Kejanggalan Harta Kekayaan Uya Kuya di LHKPN KPK, Dulu Pernah Pamer Saldo Rekening
- Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Segini Harta Kekayaan Melly Goeslaw
- Bak Gajah dan Semut, Beda Citra Tom Lembong vs Budi Arie Dikuliti Rocky Gerung
Pilihan
-
Pindad Segera Produksi Maung, Ini Komponen yang Diimpor dari Luar Negeri
-
Petinggi Lion Air Masuk, Bos Garuda Irfan Setiaputra Ungkap Nasibnya Pada 15 November 2024
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
Terkini
-
3 Maskapai Kembali Batalkan Penerbangan Karena Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki
-
Jelang Debat Kedua, TGB Sholat Jumat Bersama Zulkieflimansyah, Lawan Kakaknya di Pilgub NTB
-
BKSDA Minta Waspadai Kemunculan Ular Piton di Rumah Warga Saat Musim Hujan
-
Anomali Cuaca Ekstrem di Mataram Bisa Terjadi Sewaktu-waktu, Nelayan Diminta Waspada
-
Masyarakat Bali Diajak Periksa Bila Temukan Gejala TBC, Biaya Ditanggung BPJS Dan Global Fund