Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Senin, 15 Maret 2021 | 20:35 WIB
Pecalang atau petugas pengamanan adat Bali memantau situasi di dekat Gereja Katolik Roh Kudus Katedral saat Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1943 di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Minggu (14/3/2021). [ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo]
Tatanan sawah dengan irigasi sistem subak di Ubud, Bali. [Shutterstock]

Saat tamu berkebangsaan lain belum memahami adanya tradisi Nyepi

Siapa yang tidak kenal Walter Spies? Salah satu seniman legendaris dunia dan bermukim di Ubud, sebelum Perang Kemerdekaan RI. Ia banyak dikunjungi para tamu berkebangsaan Eropa.

Kisah ini terjadi di Hari Raya Nyepi 1936.  Saat itu suasana Bali sunyi sepi. Masyarakat tinggal di dalam rumah. Di jalanan yang beraspal, hanya terlihat petugas patroli, atau kini dikenal sebagai pecalang

Kesunyian pecah karena ada satu unit mobil berisi penumpang berkebangsaan asing lewat. Pecalang menghentikan mobil itu, dan pengemudi tidak gentar. Dengan percaya diri menyebutkan bekerja untuk Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau KPM. Sebuah perusahan pelayaran Belanda yang mengoperasikan kapal dagang dan kapal wisata di jalur Jawa-Bali-Sulawesi. Perusahaan ini juga pemilik dan pengelola Bali Hotel (Jalan Veteran Denpasar) yang dibangun 1928.

Baca Juga: Tradisi Ngembak Geni dan Maknanya Bagi Umat Hindu

Setelah mendengar bahwa kendaraan itu milik KPM, pecalang mundur ketakutan, mempersilakan kendaraan tadi lewat.

Pecalang tidak bisa berkutik karena pada zaman kolonial, suka atau tidak, Bali adalah milik Belanda, termasuk KPM. Kekuasaan ada di tangan mereka, tradisi dan budaya dikalahkan.

Kisah Nyepi di Bali 1936 itu dikisahkan antropolog Dr. Margaret Mead. Dialah sang penumpang mobil KPM waktu itu. Bersama sang suami, Gregory Bateson, juga seorang antropolog, mereka berdua tiba di  Pulau Dewata saat Nyepi.

Keduanya bertolak ke Ubud, untuk bertemu Walter Spies, pelukis dan direktur Museum Bali waktu itu.

Di Ubud, mereka bertemu banyak sarjana Barat yang melakukan riset di Bali, antara lain Beryl de Zoete, partner Walter Spies dalam menulis buku Dance and Drama in Bali (1937).

Baca Juga: Pelaksanaan Nyepi Masyarakat Bali Sudah Ada Sejak Abad ke-8 Masehi

Mead dan Bateson sendiri melakukan penelitiannya di Bayung Gede, Bangli, dan pada 1942 menerbitkan buku Balinese Character: A Photographic Analysis (Karakter orang Bali, Sebuah Analisis Fotografi).

(bersambung halaman berikut)

Load More