SuaraBali.id - Tim kuasa hukum Jerinx SID menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Udayana, Ketut Jiwa Atmaja dalam sidang kasus 'IDI Kacung WHO' yang digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/10/2020).
Ketut Jiwa Atmaja mengungkap pandangannya mengenai kata kacung yang disoal dalam unggahan Jerinx.
Ia menyebut, kata kacung yang digunakan Jerinx tidak secara otomatis berkonotasi buruk. Sebab, dalam perspektif bahasa makna kata tersebut harus dilihat secara menyeluruh.
Menurutnya, kajian ahli bahasa sebelumnya yang hanya fokus pada bentuk linguistik ini harus juga diartikan ke dalam komponen psikologi atau mental.
Ia mengatakan unggahan yang dibagikan Jerinx menggunakan diksi seniman yang berbeda dari profesi lainnya.
"Adakah Jerinx memiliki niatan untuk pernyataan itu? Saya melihatnya tidak. Karena kita harus melihat posisi Jerinx ini sebagai seorang penyair atau penulis lagu," ujar Atmaja saat ditemui usai persidangan.
"Nah seorang penyair ini memiliki diksi yang khusus berbeda dari orang lain. Hal ini yang tidak dilihat oleh jaksa bahwa seorang penulis lirik dan penyair itu memiliki gaya yang berbeda dengan kebanyakan orang lain," sambungnya.
Atmaja menjelaskan, diksi yang digunakan oleh Jerinx baik kata 'kacung' maupun 'menyerang' memang menyebabkan satu kata berbeda dari arti leksikal kamus. Sementara bagi penyair, kata tersebut tidak menjadi masalah.
"Kata 'saya tidak akan pernah berhenti menyerang sampai ada penjelasan tentang ini' itu tidak beranti memiliki kata menyerang. Kata menyerang maksudnya tidak akan berhenti sebelum pertanyaan itu dijawab. Meskipun tujuannya baik, namun diksinya saja yang berbeda dengan orang biasa termasuk ahli hukum, ahli bahasa linguistik ," imbuhnya.
Baca Juga: Kuasa Hukum Jerinx SID Protes, Saksi Ahli Berlatar Sastra Inggris
Oleh sebab itu, kata Atmaja, harus juga dilihat proses penalaran Jerinx memakai kata seperi itu. Ia kembali menegaskan seorang seniman atau penyair seperti Jerinx lebih banyak menggunakan bahasa dengan pilihan kata khusus dengan tujuan untuk menyedot perhatian.
"Sehingga muncul kata 'ada konspirasi busuk' atau 'saya tidak akan berhenti menyerang' (dalam unggahan Jerinx)" ujarnya.
Lebih lanjut Atmaja mengatakan, hanya saja persoalan ahli bahasa dan ahli hukum sebelumnya berhenti mengotak-atik kata saja, tidak sampai pada kemahiran memaknai bahasa seniman dengan diksi kepenyairannya
"Itu harus dihargai status paling tidak sebagai konteks kajian mental bertujuan yang buruk atau tidak," ujarnya memungkasi.
Kontributor : Sultan
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Bisnis Impor Baju Bekas Ilegal di Tabanan, Tersangka Cuci Uang Lewat Bis AKAP
-
Apa Jasa Raden Aria Wirjaatmadja bagi BRI? Begini Kisahnya
-
TikTok Diprediksi 'Menggila' Saat Nataru, Trafik Data Bali-Nusra Diproyeksikan Naik
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun