- Proyek pemecah ombak dan revitalisasi pasir mengatasi abrasi di Pantai Kuta, Kelan, dan Legian.
- Abrasi parah sejak 1980-an mengikis 15-20 meter bibir Pantai Kuta, mengancam pariwisata.
- Proyek Rp260 miliar dari JICA, baru 18% selesai, ditargetkan rampung akhir tahun 2026.
SuaraBali.id - Pemecah Ombak sepanjang ratusan meter sedang dibangun di sekitar Pantai Kuta untuk memecah ombak dan mengurangi dampak abrasi yang terjadi.
Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan menyiapkan desain 5 pemecah ombak dan revitalisasi penambahan pasir pantai di kawasan tersebut.
Proyek tersebut terbagi menjadi tiga zona meliputi kawasan Pantai Kelan, Pantai Kuta, dan Pantai Legian.
Pembangunan pemecah ombak atau breakwater sekaligus revitalisasi pasir dilakukan di Pantai Kuta, sedangkan dua zona lainnya hanya dilakukan revitalisasi pasir.
Baca Juga:Bandara Ngurah Rai Lumpuh Sementara Akibat Listrik Padam: Ini Penjelasan PLN
Saat dipantau pada Senin (13/10/2025) pembangunan breakwater berjalan dengan menggunakan batu-batu berukuran besar.
Sementara, sand nourishment direncanakan menggunakan sampai 610 ribu meter kubik pasir yang akan menutup tiga zona tersebut hingga dapat memajukan bibir pantai.
Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjelaskan jika sejak tahun 1980-an, Pantai Kuta mengalami abrasi terparah. Abrasi yang melanda Pantai Kuta menggerus 15-20 meter bibir pantai.
Selain merusak alam, abrasi tersebut juga sampai mengubah bentuk bibir pantai di sepanjang garis pantai tersebut.
“Tadi sudah dijelaskan di peta jelas sekali kondisi tahun 1980-an dengan kondisi hari ini, mundurnya terjadi abrasi itu bisa dikatakan hingga 15-20 meter,” ujar AHY saat ditemui di Pantai Kuta, Senin (13/10/2025).
Baca Juga:Sempat Blackout, Pengelola Bandara Ngurah Rai Masih Cari Penyebabnya
“Kita ingin lakukan sand nourishment, dikembalikan kondisi awalnya. Ini adalah bagian dari pembangunan infrastruktur untuk melestarikan alam,” imbuh dia.
Politisi Partai Demokrat itu mengungkap jika abrasi yang selama ini terjadi mengancam masyarakat pesisir dan destinasi pariwisata yang ada di sekitar pantai.
Selain hotel, mal, dan restoran yang ada di sekitar pantai, banyak juga wisatawan dan masyarakat yang mengais rezeki dari bibir pantai tersebut.
AHY mengungkap jika hingga saat ini proyek tersebut baru berjalan sekitar 18 persen. Proyek ini baru ditargetkan akan rampung pada akhir tahun 2026.
“Karena kalau terjadi bencana, terjadi abrasi yang kemudian juga membuat terganggunya aktivitas masyarakat dan juga bahkan punya daya rusak terhadap sektor ekonomi pariwisata, termasuk UMKM,” tutur dia.
Dia juga menjelaskan jika proyek itu menelan anggaran Rp260 miliar.