Minuman Berkemasan Plastik Berukuran Kurang dari 1 Liter Dilarang Diproduksi di Bali

Gubernur Bali larang produksi air minum kemasan plastik <1 liter (botol/gelas) via SE No. 9/2025, demi kurangi sampah plastik. Galon masih diizinkan

Eviera Paramita Sandi
Minggu, 06 April 2025 | 19:51 WIB
Minuman Berkemasan Plastik Berukuran Kurang dari 1 Liter Dilarang Diproduksi di Bali
Ilustrasi minuman berkemasan plastik [Suara.com / Eviera Paramita Sandi]

SuaraBali.id - Gubernur Bali, Wayan Koster melarang produksi air minum kemasan plastik yang berukuran kurang dari 1 liter di Provinsi Bali.

Hal ini dilakukan Koster dalam upayanya untuk menekan sampah plastik sekali pakai di Provinsi Bali.

Larangan tersebut dituangkannya dalam Surat Edaran (SE) nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.

Surat Edaran tersebut mengatur agar desa adat dan pelaku usaha di Bali memiliki unit pengelolaan sampah berbasis sumber dan menekan penggunaan sampah plastik sekali pakai.

Baca Juga:Thai Lion Air Kini Terbang dari Bali ke Bangkok, Jadwalnya 4 Kali Seminggu

Namun, Koster juga menyisipkan larangan bagi produsen air minum kemasan untuk memproduksi air minum yang berkemasan di bawah 1 liter.

Dia melarang produksi tersebut baik air minum dalam kemasan botol atau gelas.

Namun, air dengan kemasan galon masih diizinkan.

“Setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari satu liter di wilayah Provinsi Bali,” tulis Koster dalam edaran tersebut.

Untuk menindaklanjuti upaya tersebut, dia berencana untuk melakukan pertemuan dengan produsen-produsen air minum kemasan di Bali.

Baca Juga:7 Kolam Renang di Bali Murah Untuk Liburan Anak-anak

Dia akan mengomunikasikan peraturan tersebut kepada pengusaha-pengusaha tersebut.

“Saya akan mengumpulkan semua produsen ada PDAM, perusahaan-perusahaan swasta di Bali, termasuk Danone, itu akan saya undang semua,” ujar Koster saat konferensi pers di Rumah Jabatan Jayasabha, Denpasar, Minggu (6/4/2025).

“Tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang satu liter ke bawah. Kan ada yang kayak gelas itu nggak boleh lagi, kalau galon boleh,” paparnya.

Politisi PDIP itu mengaku menerapkan peraturan tersebut bukan semata untuk mematikan UMKM produsen air minum kemasan.

Namun, dia menilai hal tersebut harus dilakukan untuk menjaga lingkungan alam di Bali.

“Nggak, bukan soal mematikan, tapi jaga lingkungan. Silakan berproduksi tapi jangan merusak lingkungan,” tuturnya.

Koster juga merekomendasikan kepada pengusaha agar beralih dari mengemas air minum dengan kemasan plastik menjadi botol kaca.

“Kan bisa botolan kaca, bukan plastik. Kayak yang di Karangasem, Balian, kan bagus kemasannya,” kata Koster.

Dikeluarkannya Surat Edaran tersebut berkaitan dengan upayanya untuk menekan sampah yang ada di Bali.

Selain desa adat dan pelaku usaha, Koster juga mewajibkan pasar tradisional, lembaga pendidikan, dan tempat ibadah untuk memiliki unit pengelolaan sampah sendiri.

Koster juga melarang penggunaan tas kresek sekali pakai yang masih marak digunakan di pasar tradisional.

Tentang Larangan Kantong Plastik di Bali

Penggunaan kantong plastik sekali pakai sebenarnya sudah dilarang di Bali sejak Juli 2019.

Larangan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018.

Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh perangkat daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta sekolah di Bali benar-benar menerapkan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.

Dampak larangan kantong plastik Mengurangi timbulan sampah plastik, Mengurangi konsumsi plastik sekali pakai di rumah tangga.

Upaya pengurangan plastik

  •         Menggunakan kantong belanja yang dapat digunakan kembali
  •         Menggunakan botol minum yang dapat diisi ulang
  •         Menggunakan kemasan yang ramah lingkungan, seperti tas dari kertas bekas atau daun pisang
  •         Memanfaatkan sistem daur ulang

Pelaksanaan larangan

  •         Pelaksanaan larangan ini sempat mendapat perlawanan dari pelaku usaha
  •         Pengawasan terhadap pelaku usaha terkendala oleh pandemi
  •         Masih banyak pedagang di pasar tradisional yang menggunakan kantong plastik.

Sebagaimana diketahui saat ini terjadi krisis pengelolaan sampah di Bali. Hal ini membutuhkan prioritas penanganan segera untuk mencegah dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi, yang merugikan masyarakat Bali.

Dalam jangka pendek, perlu ada solusi untuk mengatasi penuhnya Tempat Penampungan Akhir (TPA) sehingga tidak mengorbankan kepentingan publik yang lebih luas.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak