SuaraBali.id - Pasca kemerdekaan RI, tentara Indonesia masih tetap berusaha untuk mempertahankan daerahnya dari negara lain. Perebutan daerah kekuasaan masih terjadi hingga tahun 1960 an. Kondisi ini diceritakan salah seorang veteran Zeni Tempur yang ikut terlibat dalam mempertahankan wilayah.
Lahir pada bulan Juni 1940, Brigjen TNI (purn) H. Abdul Kadir kini usianya sudah memasuki 74 tahun. Semangatnya masih terlihat jelas saat menceritakan pengalamannya dulu mulai dari menjadi pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyuwangi, menjadi militer, Bupati Lombok Timur hingga menjadi Ketua DPRD Provinsi NTB dan diangkat menjadi Brigjen TNI.
Ketika masuk datang ke kediamannya yang berada di Kelurahan Selagalas Kota Mataram, berbagai foto penting terpajang di tembok ruang tamu. Salah satunya ketika mendapatkan piagam penghargaan dari Presiden Ke-2 Soeharto. Foto-foto yang terpajang mengingatkan kembali momen-momen penting kala itu.
Ia menceritakan setelah lulus SMP langsung mendapatkan pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyuwangi sebagai perakit tata usaha atau juru ketik. Kala itu masih berstatus sebagai pegawai harian lepas tahun 1960.
Baca Juga:Veteran Denpasar Diberi Sembako di Hari Pahlawan
Pekerjaan tersebut digeluti dengan kesibukan menyiapkan dokumen-dokumen bahkan lebih sering lembur. Karena masih muda dan belum menikah waktu itu, diminta ikut pada wajib militer darurat (Wamilda) tahun 1961.
Karena negara membutuhkan pasukan yang harus melakukan perlawanan dan mempertahankan daerah.
“Waktu itu ada tugas untuk wajib militer. Jadi WNI yang berijazah SMP dan sudah bekerja dan masih bujang dipanggil masuk wajib militer. Namanya wajib militer darurat pada Juni tahun 1961,” katanya.
Wamilda yang diikuti karena perintah negara. Dimana, masih ada daerah yang belum diserahkan Belanda pada waktu itu. Pembentukan Wamilda pertama kali untuk merebut daerah waktu itu di Kalimantan Barat.
Selain di Kalimantan, karena menjadi wamilda juga mendapatkan perintah negara untuk merebut Irian Barat karena Belanda ingkar janji. Padahal harus diserahkan kepada Indonesia ternyata tidak diserahkan.
Baca Juga:Kisah Mangku Wayan Lanus Pejuang Asal Bali yang Melawan Penjajah Dengan Klewang
“Kita rebut Irian tahun 1961 dan sebelum itu ikut wajib militer darurat itu,” katanya.
H. Abdul Kadir juga menceritakan operasi seroja. Invasi Indonesia atas Timor Timur. Operasi ini dilancarkan sebagai respons atas tindakan partai fretilin yang mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur secara sepihak pada 28 November 1975.
“Pernah juga ikut pada merebut Timor Timur. Saya masih aktif jadi tentara,” katanya.
Mengingat kejadian waktu itu, H. Abdul Kadir menceritakan beberapa peristiwa penting yang pernah dilalui. Karena masih berijazah SMP dan bekerja, ia dikirim ke Bogor untuk sekolah calon bintara darurat (secabadar) selama enam bulan. Selama menempuh pendidikan, nilai yang diperoleh terbilang tinggi sehingga diminta untuk menjadi pelatih.
“Jadi pelatih. Karena kan dipanggil terus wajib militer itu. Ini selesai dikirim ke pasukan dan ada yang masuk lagi dan dipanggil terus oleh negara itu,” katanya.
Selama mengikuti pertempuran baik yang di Kalimantan maupun di Tim-Tim, Bigjen TNI sudah menjadi komandan waktu itu. Memimpin 30 orang pasukan zeni tempur.
Tugasnya untuk memastikan seluruh jalur yang akan dilewati pasukan tempur aman dari segala hambatan. Membersihkan ranjau-ranjau dan membuat jembatan agar pertempuran bisa sukses.
“Apa yang menggangu hambatan pertempuran itu Zeni yang harus mengatasi. Ada kawat berduri, jembatan yang diputus dan pokoknya kita di depan itu. Kalau ada ranjau-ranjau itu zeni dulu yang usut,” tuturnya.
Ia menuturkan, jika pasukan Zeni tidak maju terlebih dahulu maka nanti pasukan tempur akan kalah. Penempatannya sebagai tim Zeni ini bukan tanpa alasan.
Pengabdiannya di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyuwangi memiliki keterkaitan yaitu keahliannya dalam pembangunan. Keterlibatannya menjadi Zeni tempur lebih banyak menjadi pelatih dan beberapa kali dilibatkan langsung ke medan perang.
“Kalau tidak begitu maka habis ditengah jalan dia,” ungkapnya.
Dengan berbagai jabatan yang diperoleh, Brigjen TNI (Purn) H. Abdul Kadir sebelumnya juga pernah ditugaskan untuk menjadi Kodim di Kabupaten Lombok Timur selama enam tahun. Setelah itu dipindah ke Kabupaten Sumbawa selama setahun.
Perjalanan karir di Provinsi NTB tidak berhenti sampai disana. Setelah itu ditugaskan menjadi Bupati Lombok Timur pada 13 Juli 1988 hingga 13 Juli 1993. Setelah itu menjabat sebagai ketua DPRD Provinsi NTB selama tiga tahun dan diminta kembali ke militer dan diangkat menjadi Brigjen TNI.
Dapat Tunjangan Kehormatan Rp 150 Ribu
Perjalanan karirnya cukup lengkap mulai dari pekerja biasanya, Kodim, Bupati Kabupaten Lombok Timur hingga ketua DPRD Provinsi NTB dan Brigjen TNI. Setelah itu bergabung menjadi veteran dan ada tunjangan kehormatan yang diberikan oleh pemerintah. Tunjangan kehormatan yang diberikan yaitu sebesar Rp150 ribu per bulan per orang.
“Ada 260 orang anggota veteran. Tapi yang masih aktif itu 70 orang dan yang lain pada sakit,” katanya.
Biaya hidupnya selama ini lebih banyak dari tunjangan pensiunan menjadi tentara. Karena jika mengharapkan tunjangan kehormatan disebut tidak bisa mencukupi. Jumlah tunjangan kehormatan yang diberikan berbeda-beda tergantung dari pangkat saja, tetapi perbedaan tidak terlalu jauh.
“Kan ada pensiunan jadi Brigjen. Ada lagi tunjangan kehormatan dari veteran,” katanya.
Diterangkannya, untuk kondisi veteran secara keseluruhan, masih ada yang memiliki rumah. Tempat tinggalnya saat ini yaitu di asrama yang dulu pernah ditempati ketika masih aktif menjadi tentara.
Sementara dirinya mengaku sudah memiliki rumah tetap dan tinggal bersama istri serta anak dan cucu. Rumah yang ditempati saat ini sudah dibeli sejak dulu sebanyak empat bangunan rumah yang digabung menjadi satu.
“Itu yang diberikan dan dijadikan sebagai rumah bagi veteran yang lain. Kalau rumah ini (sambil melihat sekeliling) beli empat rumah dulu dan digabung jadi satu. Yang dibelakang kita jadikan halaman,” katanya.
Untuk diketahui sebelum menjadi Brigjen TNI, H. Abdul Kadir pernah menjadi berpangkat menjadi serda pada tahun 1961, SERTU tahun 1963, SERKA tahun 1965, SECAPA tahun 1967, PELCAPA tahun 1967, LETDA tahun 1968, LETTU tahun 1970, KAPTEN tahun 1972, MAYOR tahun 1978, LETKOL tahun 1983, Kolonel tahun 1993 dan Brigjen 1994.
Kontributor Buniamin