Ritual Adat Bali Perang Pandan, Sebagai Penghormatan Kepada Dewa Indra

Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad. Lokasinya 78 km dari Kota Denpasar

Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 09 September 2023 | 20:05 WIB
Ritual Adat Bali Perang Pandan, Sebagai Penghormatan Kepada Dewa Indra
Dua orang warga saling menyerang dengan daun pandan berduri saat mengikuti tradisi Mekare atau perang pandan di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali, Minggu (11/6/2023). Tradisi setahun sekali itu dilakukan warga setempat sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra atau Dewa Perang. [ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wsj]

SuaraBali.id - Salah satu desa di Bali yang masih mempertahankan ritual adatnya yang unik berada di Kabupaten Karangasem. Di sini terdapat tradisi unik ‘Mekare-kare’ alias Perang Pandan.

Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad.

Lokasinya 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh sekitar 90 menit dengan kendaraan bermotor ke arah timur laut dari Ibu Kota Bali.

Tradisi Mekare-Kare atau yang biasa dikenal sebagai Perang Pandan merupakan upacara persembahan yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Indra atau dewa perang serta para leluhur.

Baca Juga:5 Makna Ritual Adat di Bali yang Selalu Dilakukan Umat Hindu

Bagi penduduk pria di kawasan Tenganan, Karangasem, Bali, upacara Mekare-Kare adalah ajang untuk menunjukkan kehebatannya. Dengan melakukan upacara ini para pemuda akan dianggap kuat dan mampu terjun ke medan perang.

Tradisi ini dilakukan dengan menggunakan properti daun pandan berduri sebagai senjata atau tameng yang terbuat dari rotan.

Tradisi Mekare-Kare ini awalnya dilakukan sebagai persembahan kepada Dewa Indra, Dewa yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenang-wenang melarang rakyatnya menyembah Dewa.

Perlakuannya yang semena-mena membuat masyarakat memohon kepada Dewa Indra untuk melawan Maya Dewana dan membebaskan mereka dari sifat diktatornya.

Kemudian untuk menghormati berkat dari Dewa Indra tersebut, masyarakat Bali melakukan Perang Pandan atau tradisi Mekare-Kare untuk mengenang perjuangan Dewa Indra saat melawan Maya Dewana.

Baca Juga:Rahasia di Balik, Rasa Enak Dan Aroma Segar Kopi Kintamani

Pandan Berduri

Tradisi ini menggunakan pandan berduri yang diikat menjadi satu menjadi bentuk sebuah gada dan rotan yang dibentuk menjadi perisai. Tradisi ini dilakukan oleh dua orang laki-laki yang mulai naik ke masa remaja hingga dewasa serta bersifat wajib di desa tersebut.

Kedua lelaki tersebut nantinya akan berperang ditengah sebuah lapangan yang ditonton oleh para pengunjung atau masyarakat desa.

Diawali dengan acara mengelilingi desa sebagai bentuk memohon keselamatan dan dilanjut dengan ritual minum tuak yang dituang ke daun pisang sebagai gelasnya. Lalu peserta tradisi Mekare-Kare akan saling menuangkan tuak ke daun pisang peserta lain sampai dikumpulkan menjadi satu dan dibuang di area lapangan.

Lalu saat Mekare-Kare akan dimulai, seorang pemimpin adat di Desa Tenganan akan memberikan aba-aba kepada dua peserta yang bersiap-siap.

Peserta akan saling berhadapan dengan seikat daun pandan di tangan kanan dan perisai di tangan kiri. Seperti layaknya pertandingan, tradisi ini juga menggunakan wasit sebagai penengah yang berdiri di antara dua pria yang berperang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini