Semangatnya pun kembali, dia pun bersiap untuk melegalkan produk arak salaknya yang selama ini hanya dijual kecil-kecilan. Puncaknya adalah ketika akhir tahun 2019 Darma memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai manajer akuntan dan fokus pada usahanya.
“Ternyata Pergub itu keluar bulan Januari 2020. Setelah keluar itu, saya langsung cari partner untuk melegalkan produk itu. Februari keluar lah izin legalnya itu. Saat itu saya langsung produksi sekitar 100 karton,” tuturnya.
Keyakinannya terbayar, kini usaha arak salaknya yang diberi merek Selaka Ning terus berkembang. Dia bahkan sudah memiliki merek arak dari buah lontar yang bermerek Palwana.
Sejak awal, Darma sudah percaya akan pentingnya ciri khas dalam berbisnis. Memilih dan berpegang pada buah salak selama usahanya berjalan sudah menjadi ciri khas bagi usahanya.
Baca Juga:Malang, Pengusaha Laundry Ini Telepon Genggamnya Dirampas Maling, Warganet Kasian
Darma bahkan menyebut tidak ada yang tersisa dari seluruh bagian buah salak. Semuanya akan diolah, mulai dari daging dan serat yang dia jadikan dodol dan manisan, airnya menjadi arak, bijinya diolah menjadi minuman serbuk, dan kulitnya diubah menjadi pupuk.
“Dari awal sudah pakai salak, karena kita harus punya ciri khas. Kalau kita usaha, untuk bertahan itu harus punya ciri khas. Jangan melenceng dari ciri khas kita sendiri, agar kita beda,” ujarnya.
Meski sempat naik turun saat pandemi Covid-19, kini usahanya sudah kembali stabil. Usaha makanannya bahkan sudah mencatat penjualan hingga Rp 50 juta dalam sebulan.
Sementara bisnis araknya mampu menjual 2.500 botol dengan penjualan mencapai Rp 500 juta pada tahun 2022 lalu.
Setelah 20 tahun memiliki usaha pangan, dia meyakini bahwa setiap pengusaha harus terbiasa dengan rasa malu. Baginya, ego dan rasa malu adalah sifat yang harus dibuang jauh bagi setiap pengusaha.
Baca Juga:Banting Setir dari Manajer Akuntansi Jadi Pebisnis Arak Salak Khas Bali
“Kalau kita mau bisnis tidak mau malu, tidak akan berhasil. Harus berani malu dan berani menurunkan ego. Masak manajer malu nenteng tas. Perasaan itu buang aja, jadi pengusaha itu harus biasa malu,” pungkasnya.
Kontributor : Putu Yonata Udawananda