Ramai Sebutan Nasdrun Setelah Nasdem Pilih Anies Baswedan Jadi Bakal Capres

Diduga sebutan ini berasal dari kelompok yang kontra terhadap Anies Baswedan. Julukan ini pun ramai disebut di media sosial.

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 11 Oktober 2022 | 08:01 WIB
Ramai Sebutan Nasdrun Setelah Nasdem Pilih Anies Baswedan Jadi Bakal Capres
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan penjabat yang ditunjuk akan menggantikan dirinya memimpin ibu kota, yakni Heru Budi Hartono, diyakini bakal melanjutkan program kerjanya. [Suara.com/Yaumal]

SuaraBali.id - Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) yang merupakan Kelompok relawan pendukung Anies Baswedan angkat bicara soal ramainya sebutan "Nasdrun" setelah Anies Baswedan didapuk sebagai bakal capres dari Partai NasDem.

Diduga sebutan ini berasal dari kelompok yang kontra terhadap Anies Baswedan. Julukan ini pun ramai disebut di media sosial.

Menurut Sekjen SKI, Raharja Waluya Jati, penyematan label "Nasdrun" itu sebagai manifestasi sikap rasis, glorifikasi politik identitas dan ekspresi kebencian bernuansa Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Ia pun berharap kelompok masyarakat ikut melawan kejahatan moral tersebut.

”Rasisme dan kebencian yang diumbar-umbar itu bertujuan untuk terus menciptakan segregasi politik guna menjaga kepentingan elektoral pihak tertentu pada Pemilu 2024. Tindakan tersebut membahayakan persatuan bangsa dan menjadi ancaman bagi demokrasi Indonesia yang bermartabat,” ujar Jati, Senin (10/10/2022).

Ia berpandangan bahwa boleh saja seseorang setuju atau tidak saat mendukung seorang tokoh maupun partai politik. Kendati demikian harus dilakukan melalui cara yang sehat.

Contohnya seperti saat berargumen dan membantah atau mengkritik gagasan serta kebijakan yang tidak disepakati. Bukan dengan membuat cap atau label bernuansa rasis kepada pihak yang tidak disetujuinya.

”Pelabelan ’Nasdrun’ itu menunjukkan kekerdilan sikap dan ketidakmampuan bertarung di arena gagasan dan karya. Kami bersimpati dan memberikan dukungan kepada Nasdem yang telah membuka pintu perubahan dengan segala risiko politiknya,” lanjutnya.

Selain itu Jati juga menyoroti upaya memberantas para pendengung atau buzzer yang belum optimal. Publik harus diberikan literasi luas agar tak terpengaruh para buzzer itu.

Ia juga menyebut pihaknya telah mengembangkan kegiatan literasi politik melalui Program Pendidikan Bernegara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak