Mitos Gunung Agung yang Tak Boleh Dilanggar, Sapi Hitam Hingga Dilarang Tekan Lutut

Hal ini karena sudah banyak terbukti jika mitos dilanggar akan mendapatkan bahaya saat melakukan pendakian di Gunung Agung.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 22 September 2022 | 11:47 WIB
Mitos Gunung Agung yang Tak Boleh Dilanggar, Sapi Hitam Hingga Dilarang Tekan Lutut
Gunung Agung mengalami erupsi dan melepaskan kolom abu pada Jumat (22/2/2019). [Antara/Nyoman Hendra Wibowo]

Ada hari-hari tertentu yang tidak boleh melakukan pendakian ke Gunung Agung. Seperti Sabtu Kliwon atau Tumpek, Rabu Wage, Selasa Kliwon.

Karena sejak dahulu, hari-hari tersebut merupakan payogaan Ida Bhatara di Gunung Agung. Saat hari-hari itu di Gunung Agung bisa tiba-tiba terjadi gelap, kadang juga terjadi angin berhembus sangat kencang dan yang lainnya.

5. Pantangan Masyarakat Setempat Ucap "Puyung"

Bagi masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Agung, di sana juga terdapat beberapa penghasilan yaitu buah belanding atau buah yang mirip seperti pete dan itu bisa dijual. Jika saat melakukan panen masyarakat mengucapkan "puyung" maka seluruh buah belanding akan kosong isinya.

Baca Juga:14 Jenazah Telantar Dikremasi RSUP Prof Ngoerah, 8 Diantaranya Bayi

Pantangan itu memang benar adanya karena sudah terbukti begitupun sebaliknya. Jadi masyarakat di kaki Gunung Agung harus berhati-hati dalam berucap.

6. Larangan Menekan Lutut

Jika melakukan pendakian ke puncak Gunung Agung setelah melewati Pura Tirta Mas tidak diperbolehkan untuk menekan lutut. Jika itu dilakukan maka tidak akan pernah bisa mencapai puncak dan itu masih terbukti sampai saat ini.

7. Pantangan Melakukan Aktivitas Pendakian Saat Piodalan di Pura Pasar Agung

Saat piodalan di Pura Pasar Agung, dari mulai nyejer atau Ida Bhatara melinggih juga tidak diperkenankan untuk dilakukan aktivitas pendakian. Dan jika itu dilanggar maka akan dilakukan peringatan atau teguran. Biasanya Ida Bhatara nyejer selama 11 hari lamanya sampai dilakukan penyineban.

"Saat piodalan di Pura Pasar Agung pernah ada pendaki yang melanggar sehingga terjadilah kefatalan ada yang jatuh, sakit bahkan ada yang sampai patah. Sehingga kita harus percaya dengan keajaiban itu dan pendaki harus taat akan aturan," jelas Jro Mangku Umbara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini