SuaraBali.id - Indonesia telah ikut memanfaatkan teknologi digital yang memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) dalam penanganan bencana dan lingkungan. Salah satu teknologi yang digunakan adalah Enviromental Insight Explorer (EIE) yang difasilitasi oleh Google.
Satu daerah di Indonesia yang memanfaatkan teknologi ini adalah Nusa Tenggara Barat (NTB). Dimana teknologi AI ini sudah dimanfaatkan sejak tahun 2018.
EIE adalah salah satu platform yang dikembangkan untuk menangani masalah lingkungan di perkotaan seperti halnya soal emisi kendaraan bermotor, kepadatan aktivitas, emisi gas rumah kaca (GRK) dan sistem tenaga surya atap atau solar rooftop potential.
Data ini bisa diakses melalui laman Enviromental Insight Explorer (EIE) melalui link https://insights.sustainability.google/.
Baca Juga:Cara Mengubah Teks Menjadi Suara Google untuk Video Tiktok, Anti RIbet!
Pada laman ini, keadaan udara yang didasari data emisi kendaraan di NTB ditampilkan dari tahun ke tahun mulai dari tahun 2018-2021. Data menunjukkan bahwa ada kenaikan signifikan pada tahun 2021.
Pada 2018 di awal, data menunjukkan adanya emisi sebesar 1,780,000 ton CO2 per tahun (tCO2e). Di tahun 2019 angkanya turun 21 persen menjadi 2,740,000 dan kembali menurun pada tahun 2020 yaitu sebesar 51 persen yakni 1,330,000 tCO2e. Akan tetapi angkanya melonjak 34 persen pada tahun 2021 yakni menjadi 1,780,000 tCO2e.
Data yang ditampilkan mencakup 50% perjalanan masuk, 50% keluar, dan 100% perjalanan dalam batas per protokol global untuk inventarisasi GRK skala komunitas. Selain itu data ini merupakan perkiraan Google terhadap total semua perjalanan yang dilakukan dalam batas kota dan perjalanan yang melintasi batas kota.
Peningkatan emisi ini menandai adanya peningkatan aktivitas di masyarakat. Pada data tahun 2021 ditampilkan data bahwa kendaraan terbanyak yang menyumbang emisi adalah sepeda motor yang jumlahnya mencapai 2.300.000 perjalanan dengan jarak perjalanan mencapai 13.400.00 kilometers atau 83.4% dari total keseluruhan kendaraan.
Emisi berikutnya disumbang oleh kendaraan roda empat dengan 421.000 total perjalanan dengan jarak 4.900.000 kilometer dan yang paling kecil adalah dari kapal ferry dengan 4.920.000 total perjalanan dengan jarak 364.000 kilometer.
Baca Juga:Trending, Miracle in Cell No.7 jadi Kata Kunci yang Lagi Dicari di Google, Kisahkan Apa ya?
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kendaraan roda dua mendominasi aktivitas masyarakat yang menghasilkan emisi CO2. Google pun memberikan saran yang bisa digunakan untuk mengurangi laju emisi tersebut, diantaranya memperluas infrastruktur pengisian kendaraan listrik (EV) dengan langsung memasang stasiun pengisian umum dan/atau memberi insentif kepada sektor swasta untuk melakukannya. Kembangkan kebijakan yang membatasi kendaraan mesin pembakaran internal (ICE) di pusat kota.
Selain itu juga menghilangkan mobil dari distrik dengan kepadatan tinggi dengan cara membuat zona pejalan kaki bebas mobil dan membatasi kendaraan pada hari-hari tertentu dalam seminggu atau memberikan tarif.
Penerapan EIE di Indonesia ini memang sudah ada di NTB. Sayangnya, belum ada di daerah lainnya. Hal ini dibenarkan juga oleh VP Google Engineering & Research Yossi Matias saat ditemui di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu (4/9/2022).
“Tentu kami ingin merambah ke kota-kota dan negara2 lain. Sangat jelas jika kesempatan untuk mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk memberikan informasi dimana mereka bisa benar-benar mendapatkan update tentang apa yg terjadi di Indonesia,” jelas pakar AI yang telah banyak memimpin inovasi produk dan teknologi global tersebut.
Menurut ilmuwan yang juga Managing Director Google Center di Israel ini, dengan adanya teknologi ini pemerintah setempat bisa mendapatkan gambaran tentang kondisi lingkungannya dan tindak lanjut dari Dinas Kesehatan untuk solusinya.
Ia juga berujar bahwa teknologi AI juga digunakan dalam memprediksi bencana alam, seperti halnya banjir dan gempa bumi.
![Pertemuan di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu (4/9/2022) [SuaraBali.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/09/04/10914-google.jpg)
Artificial Inteligence Untuk Memprediksi Bencana
Penggunaan pemodelan kecerdasan buatan atau Artificial Inteligence (AI) sudah banyak diterapkan dalam berbagai hal. Terutama kini soal lingkungan dan penanggulangan bencana contohnya penggunaan Flood Forecasting, sebuah sistem untuk memberi peringatan tentang banjir.
Sistem ini pun sudah dipergunakan di India dan Bangladesh sejak tahun 2018.
“Flood Forecasting tidak akan mungkin terjadi tanpa AI, salah satu contoh adalah kegunaan flood forecasting yang bisa memberi informasi orang-orang akan bencana alam, gempa, dan lain-lain,” ujarnya.
Ia mengamati bahwa seringkali bencana yang menghancurkan selalu dengan peringatan yang terlambat karena informasi tidak datang di waktu yang tepat.
“Banjir terjadi ratusan kali per tahun dan banyak sekali kerusakan. Yang orang-orang butuhkan adalah pengingat jika banjir datang ke mereka,” lanjutnya.
Ada banyak variable untuk memprediksi kapan banjir akan terjadi, maka diperlukan Machine Learning (ML) dan teknologi untuk memprediksinya. Hal inilah yang bisa diselesaikan oleh AI. AI dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan untuk mempelajari tentang hidrologi untuk mengetahui tinggi air sungai dan lain sebagainya.
Menurutnya lagi, AI dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan, tapi untuk benar-benar memahami apa kegunaan AI, maka harus dipahami dulu ilmunya. Meskipun menurutnya, untuk konteks banjir ini saja belum cukup karena kondisi dan jenis tanah yang berbeda.
Sehingga aspek lainnya yang diperlukan adalah untuk belajar dari pengalaman banjir.
“Dengan mengumpulkan beberapa informasi tersebut kita bisa mengirimkan notifikasi kepada ratusan juta orang dengan peringatan seperti “ada banjir datang ke arahmu” 8 jam atau lebih sebelum kejadian. Kita bisa memprediksi level air dengan dengan hingga keakurartan 10 cm,” jelas pria asal Israel ini.
Menurutnya dengan cara ini seseorang bisa benar-benar menggunakan informasi tersebut seiring dengan meningkatnya potensi global warming.
Yossi melanjutkan bahwa AI juga bisa mendeteksi tsunami, yang mana ini sangat menjanjikan di masa depan untuk mendapatkan peringatan dini tentang bencana alam. Ini dipandang akan menjadi hal besar di Indonesia.
“Saya merasa penggunaan AI untuk bencana alam cukup penting. Karena yang kita coba lakukan adalah mendapatkan prediksi kejadian dan mengidentifikasi tanda-tanda awal yang bisa membantu. Ini sebenarnya adalah tema yang umum, yang bisa juga diberlakukan pada iklim atau bencana alam dan juga bisa untuk Kesehatan,” terangnya.
Ia menekankan bahwa ini merupakan upaya mengidentifikasi hal-hal lebih dulu untuk membuat peringatan agar kita bisa benar-benar mengambil aksi.