Pendatang di Bali Dan Warga Denpasar Utara - Selatan Dominan Ajukan Gugatan Cerai

Sebelum pandemi gugatan perceraian didominasi karena alasan perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 06 November 2021 | 08:10 WIB
Pendatang di Bali Dan Warga Denpasar Utara - Selatan Dominan Ajukan Gugatan Cerai
Ilustrasi Cerai. (Dok. Envato)

SuaraBali.id - Ketua Pengadilan Agama Denpasar, Bali, Amanudin menyebutkan banyak kasus perceraian yang disidangkan selama masa pandemi COVID-19 didominasi karena faktor ekonomi. Ia pun menyebut wilayah yang dominan dalam pengajuan cerai ini diantaranya dari wilayah Denpasar Utara dan Denpasar Selatan.

Selain itu, pengajuan gugatan cerai juga didominasi pendatang yang berdomisili di Bali.

"Mereka yang punya identitas, boleh juga yang berdomisili di mana saja mereka berdomisili bisa sehingga tidak harus sesuai KTP. Yang penting bisa menunjukkan dia tercatat di sini. Rata-rata ya muslim ada yang pendatang ya (ajukan gugat-cerai)," kata Amanudin.

Menurutnya tidak ada peningkatan signifikan gugatan perceraian di Denpasar, Bali, selama pandemi. Namun yang membedakan sebelum atau sesudah pandemi Covid-19 adalah alasan gugatan penceraian.

Sebelum pandemi gugatan perceraian didominasi karena alasan perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sementara saat pandemi alasan ekonomi yang mendominasi.

"Terbanyak (pandemi) karena faktor ekonomi dan tidak ada rasa tanggung jawab, minum-minuman keras pun juga ada, tapi tidak terlalu banyak," kata Ketua Pengadilan Agama Denpasar Amanudin, Jumat (5/11/2021).

Ia mengatakan Pengadilan Agama Denpasar tahun ini sudah menerima 520 gugatan cerai. Gugatan cerai ini terbanyak dilayangkan oleh pihak istri.

"Paling banyak memang cerai gugat perkara yang diajukan oleh istri ke suami," kata dia.

Menurutnya, gugatan cerai selama pandemi ini karena faktor ekonomi. Penggugat biasanya memilih hidup sendiri karena tak ingin terbebani. Kemudian faktor lainnya yakni adanya perselingkuhan.

"Jadi lebih banyak memilih hidup sendiri daripada beban. Faktor lain adalah karena ada pihak ketiga (atau perselingkuhan)," kata dia.

Faktor lainnya yakni alhokol yang memicu kekerasan dalam rumah tangga. Sang istri merasa suaminya tidak memberikan kenyamanan dalam berumah tangga.

Ia menyebut jumlah gugatan cerai yang diterimanya setiap tahun ada di angka 500 hingga 700 kasus.

"Jumlah perkara gugatan cerai dalam dua tahun sebelumnya sama sekitar 500-700 perkara. Dari segi jumlah memang normal," katanya. (ANT/Imam)

KONTRIBUTOR : Imam Rosidin

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini