SuaraBali.id - Cerita kelam peristiwa G30SPKI tentang pembantaian orang yang dituduh anggota PKI ternyata juga terjadi di Kabupaten Bangli. Pembataian di sejumlah daerah yang akhirnya dikenal sebagai G30S PKI atau G30S ini menjadi cerita yang sadis untuk diceritakan hingga kini.
Kisah mengerikan itu disampaikan Made Suganda yang baru saja duduk di bangkus SMP kelas 1 di Kota Bangli saat itu.
Saat peristiwa terjadi, Made Suganda tinggal di Kelurahan Kawan. Dirinya mengatakan cukup sering melihat hal-hal tragis pembunuhan orang-orang yang pada waktu itu dituduh anggota Parta Komunis Indonesia (PKI).
Meski baru duduk di kelas 1 SMP, Made mengaku sering melihat eksekusi para anggota PKI dari jarak yang cukup dekat.
Baca Juga:Masa Kelam PKI di Surakarta: 20 Mayat Menumpuk di Sungai Bengawan Solo
"Pernah saya melihat dua orang pemuda yang dituding PKI, berjalan menuju Rumah Sakit Bangli, bagian kepalanya terlihat habis ditebas senjata tajam, darah bercucuran dari kepala dua pemuda yang berumur sekitar 25-30 tahun itu, bahkan bagian otak salah satunya kelihatan "klebut-klebut", tapi anehnya mereka masih hidup," kenang Made.
Made kemudian mendengar cerita bahwa kedua pemuda ini akhirnya dihabisi tameng di kamar jenazah rumah sakit Bangli. Cerita seram lainnya yang diceritakan Made adalah soal eksekusi orang-orang PKI yang dilakukan di kuburan area Banjar Kawan Bangli.
Made sering melihat orang-orang PKI yang akan dieksekusi ternyata kebal dari tembakan peluru atau bacokan senjata tajam. Meski sudah ditembak berulang kali di bagian dada dan perut, namun orang-orang PKI yang akan dibunuh tak kunjung meninggal dunia.
"Sampai-sampai "tamengnya" (algojo) kewalahan dan mengatakan "sukeh sajan ngitungang jeleme ne (susah sekali membunuh orang PKI yang kebal ini)," kenang Made.
Orang PKI yang kebal tembakan peluru, akhirnya meminta kepada algojo agar berhenti menembaknya.
Baca Juga:Kisah Ngeri Pembantaian PKI di Gua Grubug, Dipaksa Terjun ke Lubang Sedalam 98 Meter
"Sampunang tiang tembake, tusuk gen (jangan saya ditembak, tusuk saja)," ujar salah satu orang PKI yang akan dibunuh, tutur Made.
Akhirnya orang PKI laki-laki yang kebal tembakan peluru tersebut tewas setelah ditusuk tameng di bagian alat kelaminnya (penis).
Cerita lainnya tentang eksekusi adalah pada saat eksekusi salah satu pentolan PKI di Bangli. Sebelum dibunuh oleh Tameng, tokoh PKI Bangli ini meminta izin untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Usai menyanyi Indonesia Raya, tameng langsung membunuh tokoh PKI ini dengan tusukan pedang.
Saat pembunuhan anggota PKI tahun 1965, Made Suganda juga mengaku kehilangan salah satu gurunya di SMP yang bernama Wagiman, yang merupakan guru seni suara dan seni gambar.
Wagiman, guru asal Solo, yang baru saja menikah 'diambil' dan kemudian dibunuh bersama istrinya. Wagiman dibunuh karena tergabung dalam LEKRA, yakni Lembaga Kebudayaan Rakyat, sebuah organisasi kebudayaan sayap kiri yang dekat dengan PKI.
"Pak Wagiman ini orangnya sangat baik, pintar, ramah, sangat bagus saat mengajar siswa di SMP. Saat peristiwa 1965, ia baru saja menikah, dan bersama isrinya ia dikumpulkan di balai warga dan kemudian dieksekusi,"kenang Made Suganda, seperti yang diceritakan dalam buku "Bali Jadul".