Lindungi Telur Penyu dan Tukik, Pokmaswas Bangko Bersatu NTT Minta Dukungan

Pokmaswas di Manggarai Barat, NTT meminta dukungan untuk penangkaran penyu permanen.

RR Ukirsari Manggalani
Selasa, 24 Agustus 2021 | 08:43 WIB
Lindungi Telur Penyu dan Tukik, Pokmaswas Bangko Bersatu NTT Minta Dukungan
Ilustrasi penyu bertelur [Pixabay/Ionlera].

SuaraBali.id - Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bangko Bersatu Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, meminta dukungan untuk membuat penangkaran penyu permanen. Demikian dikutip dari kantor berita Antara.

"Kami masih gunakan bambu. Padahal, penangkaran bambu belum maksimal untuk keamanan telur. Kami berharap ada penangkaran permanen di sini," papar Ketua Pokmaswas Bangko Bersatu, Abdul Karim di Labuan Bajo, Selasa (24/8/2021).

Pokmaswas adalah kelompok masyarakat yang dibentuk Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu untuk melakukan kegiatan pengawasan di kawasan TNP Laut Sawu, dalam wilayah Desa Nanga Bere, termasuk pengawasan penyu di pantai, dan budi daya bakau.

Sejak dibentuk pada 2017, Pokmaswas Bangko Bersatu aktif menjaga penyu. Telur yang diselamatkan dari pantai dipindahkan ke sebuah lokasi yang dijadikan tempat penangkaran dari bambu dengan ukuran 70 cm x 1 m.

Baca Juga:Tampil Keren Saat Menangkap Pencuri Mobil, Jordan Williams Tertegun Dapat Bonus Cincin

Mereka harus menunggu selama 45-65 hari sampai telur menetas menjadi tukik. Setelah dipastikan semua telur menetas, maka tukik pun dilepasliarkan.

Tugas penyelamatan telur penyu dan tukik sudah dilakukan Pokmaswas ini pertama kali pada 9 Mei 2017. Berdasarkan data Pokmaswas Bangko Bersatu, sebanyak 676 tukik telah berhasil dilepasliarkan ke TNP Laut Sawu.

Abdul Karim mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh kelompok mereka belum optimal karena ketiadaan pos penjaga dan penangkaran permanen.

Padahal, pengawasan di pantai harus dilakukan juga guna menghindari masyarakat yang ingin mengambil telur untuk diperjualbelikan atau dikonsumsi pribadi. Sementara keamanan penangkaran bambu belum maksimal karena anjing dan biawak selalu menjadi predator bagi tukik.

Berbagai upaya telah dilakukan kelompok agar proses menjaga alam bisa terus dilakukan.

Baca Juga:Peringkat Brand Mobil Listrik Dunia: Amerika Serikat Nomor Satu, Korea Keenam

Contohnya, mereka pernah meminta bantuan TNP untuk membantu kelompok membangun penangkaran permanen. Bahkan, tanah ulayat kampung Bangko seluas setengah hektare dihibahkan kepada TNP untuk membangun pos penjagaan dan penangkaran permanen. Namun, hingga kini, belum ada hasil dari segala upaya mereka.

"Beberapa bulan lalu pihak TNP datang karena selalu saya kabarkan lewat media sosial. Dalam kunjungannya, mereka menyampaikan akan membangun pos jaga dan penangkaran permanen dalam waktu dekat. Beberapa minggu kemudian mereka menyampaikan batal untuk membantu dikarenakan ada pemangkasan dana KKP sehingga bantuan untuk kelompok mungkin ada di awal tahun," sambung Fadil Mubaraq, pemuda Kampung Bangko.

Ia menambahkan, masyarakat desa sangat terlibat aktif dalam upaya menjaga ekosistem alam.

Akan tetapi, ada beberapa kendala lain seperti keterbatasan fasilitas penunjang berupa alat penerangan, GPS, dan kamera. Alat penerangan seperti senter kepala bisa digunakan untuk melakukan pengawasan di malam hari. GPS bisa digunakan untuk menandai lokasi penyu bertelur. Sedangkan kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan.

Sebagai pemuda yang aktif menyuarakan aktivitas kelompok ke media sosial, Fadil Mubaraq berharap ada pihak luar seperti lembaga swadaya lokal yang bisa membantu kelompok dengan memberi edukasi terkait pentingnya habitat penyu.

Menurutnya, kegiatan yang dilakukan oleh kelompok berjalan tanpa adanya bimbingan atau pengawasan.

"Semoga ada lembaga yang bisa berbagi pengalaman dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga habitat penyu ini," pungkasnya. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak