Karena perlengkapan perang Belanda yang lebih canggih, pada sore harinya Belanda mengirim pesawat pengintai jenis capung untuk mengetahui keberadaan pasukan Ciung Wanara Gusti Ngurah Rai yang bertahan di area persawahan Uma Kaang Desa Kelaci.
Pesawat capung yang mengitari lokasi pertempuran ditembak pasukan Ciung Wanara, dan Belanda akhirnya berhasil memastikan posisi pasukan Ciung Wanara.
Setelah pasukan pengintai, Belanda kemudian mengirim pesawat pengebom atau jenis bomber ke lokasi pertempuran dan menjatuhkan bom serta gas air mata.
"Pesawat bomber menjatuhkan bom dan gas air mata, pasukan Belanda dari darat juga ikut menggempur dengan kekuatan yang lebih besar. Bisa dibayangkan pertempuran itu jadi tidak seimbang," ujar Gede Putu Abdiyasa.
Baca Juga:Pesona BMW 320i Touring M Sport dan BMW 330i M Sport yang Hari Ini Meluncur di Indonesia
Meski mendapat serangan hebat dari darat dan udara, Gusti Ngurah Rai tidak mau meloloskan anggota pasukannya.
Komandan I Gusti Ngurah Rai Serukan Perang Puputan Margarana
Perintahnya pada sore hari adalah perang puputan atau sampai tetes darah penghabisan. Pada saat perintah itu keluar, semua anggota pasukan Ciung Wanara tidak ada di posisinya semula.
"Semua pasukan (Ciung Wanara) menyerang Belanda secara membabi buta sore itu, bisa dibayangkan, dengan menggunakan senjata rampasan, tidak di posisi masing-masing lagi, di sana pasukan Belanda jumlahnya lebih besar, pertempuran tidak seimbang, satu per satu para pejuang gugur ke pangkuan Ibu Pertiwi," ungkap Gede Putu Abdiyasa.
I Gusti Ngurah Rai pun gugur bersama anggota pasukan Ciung Wanara. Ia wafat setelah tertembak di bagian kepala oleh pasukan Belanda.
Baca Juga:Resmi Meluncur di Indonesia, Baterai All-New Nissan LEAF Garansi Delapan Tahun
Pasukan Belanda juga menemukan Komandan Polisi Wagimin di lokasi pertempuran. Komandan polisi NICA Belanda yang sudah membelot ini ditemukan dalam kondisi selamat di lokasi pertempuran.