
Pasukan Ciung Wanara dibentuk Gusti Ngurah Rai pada 19 November 1946 di Desa Ole Tabanan. Ciung artinya burung beo yang melambangkan kepintaran, dan wanara itu diibaratkan tokoh Hanoman yang berani membela kebenaran.
"Jadi Ciung Wanara itu filosofinya pasukan yang mempunyai kepintaran, berani membela kebenaran," ungkap Gede Putu Abdiyasa.
Pasukan Gusti Ngurah Rai kemudian mengadakan acara syukuran di Pura Dalem Basa, Desa Ole, karena sudah berhasil menyerang Tangsi NICA di Tabanan dan merampas senjata di Tangsi Belanda.
"Ada pentas tari Janger yang meriah. Karena Pak Ngurah Rai jago pencak silat, maka beliau menampilkan atraksi pencak silat malam itu. Pasukan Ciung Wanara dikukuhkan di Pura Dalem Desa Ole dengan 96 orang anggota pasukan," ujar Abdiyasa.
Setelah acara syukuran selesai, beberapa anggota pasukan Ciung Wanara kemudian minta izin pulang untuk menengok keluarga yang rumahnya di dekat Desa Ole. Namun pasukan kembali dipanggil karena ada info pihak Belanda yang dijebol tangsinya di Tabanan sudah berada di Desa Tunjuk.
Baca Juga:Pesona BMW 320i Touring M Sport dan BMW 330i M Sport yang Hari Ini Meluncur di Indonesia
"Pak Ngurah Rai memanggil dan mengumpulkan lagi 96 orang anggota pasukan Ciung Wanara yang baru dibentuk dan bersiap menghadapi pasukan Belanda yang sudah berada di dekat Desa Ole.
Mencermati situasi, Gusti Ngurah Rai kemudian memerintahkan pasukannya untuk pindah ke Desa Kelaci yang berada di timur Desa Ole.
Pada 20 November 1946 pagi, diketahui pasukan Belanda sudah berada di dekat lokasi pasukan Ciung Wanara berada.
Pasukan Pindah ke Uma Kaang, Hindari Korban Sipil
Dengan pertimbangan agar tidak ada warga Desa Kelaci yang menjadi korban pertempuran dengan Belanda, Gusti Ngurah Rai dan Pasukan Ciung Wanara kemudian pindah lokasi ke area persawahan Uma Kaang.
"Jadi ada perintah pindah dari Pak Ngurah Rai dari area Desa Kelaci ke area persawahan Uma Kaang yang juga masih berada di wilayah Desa Kelaci," lanjut pemandu Gede Putu Abdiyasa.
Baca Juga:Resmi Meluncur di Indonesia, Baterai All-New Nissan LEAF Garansi Delapan Tahun

Pada 20 November pasukan Ciung Wanara sejumlah 96 orang sudah siap menghadapi Belanda, dan Belanda sudah mendekati area pertempuran. Pasukan Belanda dari Denpasar juga didatangkan, pasukan Ciung Wanara dikepung di daerah Uma Kaang.
Kolonel I Gusti Ngurah Rai memilih area persawahan Uma Kaang karena posisinya lebih tinggi dibandingkan lokasi lain. Lahan persawahan di dataran tinggi itu ditanami jagung dan ketela rambat seluas 9 hektar.
"Kenapa dipilih lokasi yang lebih tinggi, karena efektif untuk jarak tembak. Terbukti pada pertempuran paginya pasukan Belanda dipukul mundur dan banyak yang tewas. Pasukan Belanda kemudian mundur dari arena pertempuran," lanjut Gede Putu Abdiyasa.
Belanda Pakai Pesawat Pengintai, Pertempuran Tak Seimbang
Kalah di pagi hari, pasukan Belanda kemudian menyerang lagi di siang hari dengan serangan pasukan yang lebih besar. Namun I Gusti Ngurah Rai sudah mengatur strategi perang dengan baik, serangan pasukan Belanda di siang hari ini kembali berhasil dipatahkan pasukan Ciung Wanara.
"Siangnya (pasukan Belanda) dipukul lagi, pasukan Belanda kemudian mundur lagi sampai Pasar Marga," urai Gede Putu Abdiyasa.