Naga Besukih mencoba mengejar Manik Angkeran yang pergi membawa emas serta ekornya namun tak ditemukan. Didalam perjalanan Manik Angkeran merasa kedua telapak kakinya terasa panas, dan sedikit demi sedikit tubuhnya terbakar hingga akhirnya menjadi abu.
Empu Sidi cemas, lantaran anaknya tak kunjung pulang ke rumah. Akhirnya ia mencoba mencari sang anak di gunung Agung.
Sesampainnya disana ia melihat Naga Besukih yang tengah resah diluar kandangnya, sang Naga mengatakan agar Sidi Mantra tak perlu lagi mencari putranya karena ia telah membinasakan Manik Angkeran yang pergi membawa ekornya tersebut.
Terjadilah kesepakatan antara Sidi Mantra dengan Naga Besukih, yaitu Manik Angkeran akan dihidupkan kembali apabila ekor sang Naga dikembalikan.
Baca Juga:Bikin Haru, Anak awak KRI Nanggala-402 Ikut Tabur Bunga dan Bicara Ini
Manik Angkeran kemudian hidup kembali dan ditemukan oleh Sidi Mantra, keduanya menemui Naga Besukih dan mengembalikan ekornya.
Naga Besukih meminta kepada Manik Angkeran untuk bersungguh-sungguh menaati perintah sang Naga, akhirnya ia pun menyetujui hal tersebut.
Sesampainya Sidi Mantra di Kerajaan Daha seorang diri, Ketika tiba di tanah Benteng, ia menorehkan tongkat saktinya tersebut ke tanah untuk membuat garis batas anatara dia dan putranya. Karena saktinya tongkat tersebut, garis yang mulanya hanya garis kemudian melebar sehingga tergenangi oleh air laut, dan lama kelamaan menjadi selat. Selat itulah yang kini dikenal dengan nama Selat Bali.
Kontributor : Kiki Oktaliani
Baca Juga:BMKG Peringatkan Gelombang sampai 5 Meter Terjang Selat Bali