Persamaan Agama Hindu dan Buddha, Jarang Diketahui

Dalam pembahasan sejarah Hindu dan Buddha sering dikaitkan. Namun dua agama ini banyak mempunyai perbedaan dan persamaan.

Pebriansyah Ariefana
Rabu, 26 Mei 2021 | 10:46 WIB
Persamaan Agama Hindu dan Buddha, Jarang Diketahui
Persamaan agama Hindu dan Buddha

SuaraBali.id - Persamaan agama Hindu dan Buddha. Hindu dan Buddha adalah agama yang pertama kali masuk di Indonesia sebelum Islam dan Kristen. Buddha pun agama paling tua di dunia.

Dalam pembahasan sejarah Hindu dan Buddha sering dikaitkan. Namun dua agama ini banyak mempunyai perbedaan dan persamaan.

Dalam situs Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin dijelaskan persamaan dan perbedaan agama Hindu dan Buddha.

Agama Hindu dan Buddha merupakan satu rumpun agama dan berasal dari daerah yang sama, yaitu India. Sehingga memiliki corak, budaya serta ritual keagamaan yang terkandung dalam kedua agama ini memiliki beberapa persamaan, tidak aneh kalau samadhi merupakan salah satunya.

Baca Juga:Cara Umat Buddha Merayakan Waisak di Berbagai Negara

Samadhi merupakan salah satu ritual khusus yang ada dalam agama Hindu dan Buddha, yang bertujuan untuk mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan dengan cara memusatkan pikiran dan perasaan.

Lebih lanjut samadhi dinilai merupakan unsur penting baik dalam agama Hindu maupun Buddha, disebabkan dalam kedua agama ini samadhi adalah ritual keagamaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yakni mendekatkan diri kepada Tuhan yang dalam agama Hindu disebut dengan moksha sedangan dalam agama Buddha dikenal dengan istilah Arahat.

Umat Buddha merayakan Waisak 2562 BE/2018 di Wihara Ekayana Arama, Jakarta, Selasa (29/5).
Umat Buddha merayakan Waisak 2562 BE/2018 di Wihara Ekayana Arama, Jakarta, Selasa (29/5).

Samadhi berasal dari bahasa sankerta yang terdiri dari kata “sam” yang berarti kumpulan, persamaan, gundukan, timbunan. Dan “dhi” yang berarti pikiran, ide-ide atau budi. Secara etimologi samadhi berarti pemusatan atau kumpulan pikiran yang ditujukan pada objek tertentu, dalam hal ini pemusatan pikiran ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Samadhi baik dalam agama Hindu maupun agama Buddha juga memiliki tujuan lainnya disamping tujuan utama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu: menumbuhkan kemurnian hati, membebaskan diri dari karma buruk, membebaskan diri dari keterikatan dengan dunia lahiriah, memutus roda keserakahan, kebodohan, dan penderitaan, menghancurkan kekotoran batin, menguatkan mental dan jasmani, mengikis ego, kesombongan dan keinginan jahat.

Selain itu terdapat pula manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh meditator/pelaku samadhi diantara lain: Meredam amarah, menenangkan pikiran, melepaskan kepenatan, mengatasi kegelisahan, menghilangkan keraguan dan kebingungan, membantu konsentrasi untuk memecahkan masalah serta masih banyak manfaat lainnya yang dapat
diperoleh dengan cara meditasi.

Baca Juga:Apa Arti 2565 BE di Hari Raya Waisak?

Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pada intinya samadhi selain bertujuan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa juga memiliki fungsi yang bertujuan untuk mengikis serta menghapus sifat-sifat negatif yang ada pada diri manusia dan menumbuh kembangkan sifat-sifat positif yang berguna baik untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitar meditator.

Hari Raya Nyepi (Kolase foto/Suara.com)
Hari Raya Nyepi (Kolase foto/Suara.com)

Baik agama Hindu maupun Buddha menyarankan sebaiknya sebelum melakukan samadhi agar mandi terlebih dahulu, menggunakan pakaian yang sopan, bersih, rapi, longgar dan nyaman. Melakukan samadhi ditempat yang sama, tenang, nyaman dan bebas dari gangguan. Menyiapkan peralatan yang mendukung samadhi seperti tikar sebagai alas duduk serta membaca doa untuk perlindungan selama samadhi dan dianjurkan memiliki pembimbing untuk menuntun samadhi (bagi yang melakukan meditasi secara intensif), sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melakukan samadhi.

Syarat lainnya adalah memilih tempat yang aman, nyaman, teduh dan diusahakan bebas dari gangguan berupa bau, suara bising atau gangguan lainnya agar samadhi yang akan dijalankan berjalan dengan lancar. Hal yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah hendaknya melakukan samadhi diruangan khusus atau tempat yang sudah biasa dipakai untuk samadhi agar tidak terganggu dengan kondisi sekitar dan tidak perlu beradaptasi lagi dengan tempat yang baru, disebabkan seringnya berpindah tempat dikhawatirkan akan mengganggu pemusatan pikiran meditator karena memerlukan pengenalan dan beradaptasi dengan tempat barunya.

Dengan melakukan samadhi ditempat yang tetap, maka akan mengurangi kekhawatiran terhadap gangguan seperti serangga atau hewan yang tiba-tiba muncul atau kendala lainnya. Sehingga resiko terganggu saat samadhi berlangsung dapat dicegah dari awal saat akan melaksakan samadhi.

Lalu persamaan lainnya dalam hal samadhi Hindu dan Buddha terdapat pada tata cara melaksanakan samadhi dimana sebelum melakukan samadhi meditator diharuskan membaca doa atau mantra untuk perlindungan, kemudian posisi duduk meditator diharuskan tulang punggungnya tegak lurus, duduk bersila untuk lakilaki dan bersimpuh untuk perempuan, leher tegak dengan mata tertutup dan lidah mengarah keatas menyentuh langit-langit mulut, memposisikan tangan dan jari sesuai aturan (mudra) dan selanjutnya memperhatikan keluar masuknya nafas dengan seksama.

Ketua Sangha Dhammaduta Indonesia, Bhikkhu Tejavaro Thera beribadah di Vihara Hemadhiro Mettavati, Jakarta, Selasa (25/5/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Ketua Sangha Dhammaduta Indonesia, Bhikkhu Tejavaro Thera beribadah di Vihara Hemadhiro Mettavati, Jakarta, Selasa (25/5/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Terdapat persamaan lainnya yang dapat kita temui dalam hal waktu pengerjaan samadhi antara agama Hindu dan Buddha. Meskipun dalam pelaksanaan samadhi baik dalam agama Hindu maupun Buddha tidak dikhususkan pada waktu tertentu, karena setiap waktu pada dasarnya dipandang baik serta Tuhan tidak membatasi hambanya kapan saja untuk menghubungi dan mendekati-Nya.

Alasan lainnya adalah karena tidak adanya buku ataupun sloka yang menjelaskan tentang penentuan waktu samadhi, namun dari waktu-waktu yang ada terdapat beberapa waktu yang dipilih karena dianggap waktu terbaik serta dianjurkan untuk melakukan samadhi pada waktu-waktu tersebut karena terdapat alasan-alasan tertentu yang mendukung pemusatan pikiran dan samadhi.

Waktu yang dimaksud yaitu pada sekitar pukul 03.00 dini hari sampai sekitar pukul 07.00 pagi. Pemilihan waktu ini dikarenakan kondisi yang masih tenang dan hening yang dapat memudahkan serta membantu orang yang melakukan samadhi agar lebih cepat berkonsentrasi dan mencapai ketenangannya pada saat samadhi dilaksanakan, oleh karena itu faktor lingkungan yang mendukung seperti ini sangatlah dianjurkan karena mampu mempermudah proses masuk dalam ketenangan serta hening tanpa ada gangguan berupa suara bising, bau yang menyengat entah itu dari masakan atau bau yang lain, gangguan berupa panas karena teriknya matahari serta gangguan lainnya yang biasa muncul disiang hari. Kemudian waktu selanjutnya yaitu pada sore hari saat peralihan terbenamnya matahari dengan tibanya malam yaitu sekitar pukul 18.00 sampai pukul 20.00. dipilih waktu ini karena merupakan waktu yang tamasik.

Upacara Melasti jelang Hari Raya Nyepi di Pura Agung Jagat Natha Banjarmasin, Kamis (11/3/2021). [Foto : pura agung jagat Natha]
Upacara Melasti jelang Hari Raya Nyepi di Pura Agung Jagat Natha Banjarmasin, Kamis (11/3/2021). [Foto : pura agung jagat Natha]

Kemudian lamanya samadhi juga memiliki batasan agar tidak lebih dari 28 menit 45 detik dimaksudkan agar samadhi berjalan dengan efektif dan mendapatkan hasil yang maksimal serta agar tidak membahayakan pelaku samadhi atau meditator karena seandainya samadhi dilakukan lebih dari lamanya waktu yang ditentukan ada kemungkinan berbahaya sehingga hal demikian diupayakan untuk dihindari.

Banyaknya persamaan ini mungkin terjadi selain karena muncul dan berkembang dinegara yang sama yaitu India yang memiliki satu kebudayaan yang sama, faktor lainnya disebabkan karena kemunculan Buddha sendiri yang merupakan reaksi terhadap ajaran agama Hindu, dengan kata lain agama Buddha sendiri kemunculannya berakar dan berawal dari Hindu sehingga menyebabkan adanya beberapa kesamaan. Agama Buddha kemungkinan besar menyerap beberapa ajaran agama Hindu dan kemudian mengembangkannya menjadi sesuatu yang baru sesuai masa kemunculan nya dimana pola pemikiran dan pemahaman masyarakat telah berkembang jauh dari saat kemunculan agama Hindu saat pertama kali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak