Ini Kronologi Kasus Penggelapan Rp 40 M Libatkan 3 Petinggi Pelindo III

Kombes Yuliar mengungkapkan, kasus dugaan penggelapan itu dilaporkan oleh PT BGT pada bulan Januari 2021.

Bangun Santoso
Rabu, 21 April 2021 | 07:10 WIB
Ini Kronologi Kasus Penggelapan Rp 40 M Libatkan 3 Petinggi Pelindo III
Sebagai ILUSTRASI: Pelindo III Kembangkan Mini LNG Pertama di Asia Tenggara. [Dok Pelindo III]

SuaraBali.id - Direktur Reskrimsus Polda Bali Kombes Yuliar Kus Nugroho akhirnya mengungkap kasus dugaan penggelapan oleh tiga Direksi dari PT Pelindo Energy Logistik (PEL) yang merugikan PT BGT sebesar Rp 40 miliar.

Dalam kasus ini, pihaknya telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Pelindo Energi Logistik (PEL) yang saat ini menjabat sebagai Direktur Teknik PT Pelindo III, Koko Susanto. Kemudian, Irsyam Bakri selaku General Manager PT PEL Regional Bali Nusra dan Dirut PT PEL, Wawan.

Dilansir dari Beritabali.com, Kombes Yuliar mengungkapkan, kasus dugaan penggelapan itu dilaporkan oleh PT BGT pada bulan Januari 2021. Hasilnya, penyidik Ditreskrimsus menetapkan Koko Susanto dan Irsyam Bakri sebagai tersangka sejak Rabu (31/3/2021).

Kasus bermula sejak PT. PEL yang merupakan anak perusahaan dari PT Pelindo III menjalin kerja sama dengan PT BGT dan PT Indonesia Power (IP) yang merupakan anak PT PLN.
Kerja sama ini untuk pembangunan terminal Liquified Natural Gas (LNG) di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa, Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan.

Baca Juga:Dirut Pelindo III Dorong Perusahaan Ciptakan Talenta Berkualitas

"Kerja sama dimulai sejak 2016 sampai Mei 2021 ini," ungkap perwira melati tiga di pundak itu, Selasa (20/4/2021).

Dalam perjanjian itu, ada namanya bangun serah guna. Di mana terdapat dua klausul penting, yakni sistim capex dan opex. Sistem capex yakni PT BGT membangun kapal FRU Lumbung Dewata. Di mana kapal ini dipergunakan untuk tempat penyimpanan LNG.

Sementara oleh PT BGT akan meregas ke PT IP untuk pembangkit listrik. Sementara opex adalah operasionalisasi regas dari PT BGT ke PT IP. Selama tahun 2016, kerja sama berjalan tanpa kendala. Memasuki tahun 2017, PT BGT dibayar lunas oleh PT PEL, sehingga dibuatlah addendum.

"Addendum itu maksudnya surat perjanjian yang lainnya. Tujuannya setelah diambil alih ada perjanjian baru lagi," ucap Yuliar.

Sementara untuk kegiatan regas dari PT BGT ke PT IP tetap berjalan seperti biasanya. Bahkan selama tahun 2017 sampai tahun 2018 berjalan tanpa masalah. Terlebih dari PT IP membayar ke PT PEL dengan perhitungan sendiri. PT PEL juga membayar ke PT BGT. Sehingga jumlahnya setiap bulan kurang lebih sebesar Rp 4 miliar.

Baca Juga:Erick Thohir Bongkar Susunan Direksi Pelindo III

Akhir tahun 2018, Koko Susanto menjabat sebagai sebagai Direktur Utama PT PEL Regional Bali Nusra. Namun, pada Juni 2019 tiba-tiba GM PT PEL Regional Bali Nusra, Irsyam mengeluarkan surat yang isinya PT BGT diambil alih karena ada pergantian kru LNG Lumbung Dewata yang saat itu berjumlah 22 orang.

Padahal, sebenarnya pergantian itu adalah pergantian normal. Sehingga PT PEL melanjutkan surat itu ke PT BGT bahwa pengelolaan kru Lumbung Dewata dilakukan oleh PT PEL. Sementara dalam proses regas dilakukan oleh PT PEL ke PT IP. Hanya saja, di dalam addendum tidak ada perjanjian itu.

"Tiba-tiba kapal LNG itu diambil alih oleh PT PEL dengan menggunakan surat tadi. Sejak saat itu berjalan sampai sekarang," katanya.

Nah selama kurang lebih 20 bulan dana Rp 4 miliar yang dihasilkan setiap bulan itu keuntungannya sekitar Rp 2 miliar. Semenjak diambil alih secara sewenang-wenang tanpa alasan yang cukup, PT BGT disebut mengalami kerugian kurang lebih Rp 40 miliar.

"Kerugian Rp 40 miliar itu dari perhitungan 20 bulan. Setiap bulan keuntungan Rp 2 miliar. Kurang lebih seperti itu kerugianya," terangnya.

Perihal ini, PT IP tidak mengalami kerugian. Pasalnya, tidak ada masalah dengan pasokan gas untuk kebutuhan listrik.

"Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan sejak awal? Berarti di sini ada sesuatu maksud dari oknum BUMN dalam hal ini PT PEL yang dilakukan oleh Koko dan Irsyam. Dalam kasus ini Koko dan Irsyam secara sama-sama melakukan penggelapan," beber Yuliar.

Lebih lanjut, sampai saat ini pihaknya sudah memeriksa 18 orang saksi dan akan dikembangkan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain.

"Kedua tersangka (Koko dan Irsyam) dikenakan Pasal Pasal 372 KUHP Juncto Pasal 556 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun," katanya.

Selain Koko dan Irsyam, PT BGT juga mempolisikan Dirut PT PEL, Wawan dalam kasus dugaan penggelapan namun dengan objek berbeda.

"Wawan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia melakukan penggelapan Vaporizer alat di kapal LNG untuk meregas ke PT IP. Berdasarkan dokumen alat itu adalah punya BGT. Tiba-tiba alat itu stikernya diganti lalu dipindahkan tempatnya. Nantinya alat itu dipasang di bawah kendali PT PEL," terangnya.

Sementara itu, Humas Pelindo III Regional Bali Nusra, Siti Juairiah mengaku belum berkomentar terkait hal tersebut. Ia hanya mengatakan PT Pelindo III tidak akan menghalang-halangi proses yang sedang berlangsung di kepolisian.

"Kasusnya seperti apa, kami dari manajemen Regional Bali Nusra sendiri tidak tahu. Sepengetahuan saya, belum ada manajemen yang dipanggil untuk dimintai keterangan terkait kasus itu," ujar Siti Juairiah.

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak