- Riset BRIN: Jawa-Bali jadi penyumbang tertinggi kasus kehamilan tidak diinginkan, capai 59,9% nasional.
- Kehamilan tidak diinginkan ini berisiko tinggi, dapat memicu komplikasi hingga kematian ibu dan bayi.
- Rekomendasi BRIN: perluas akses informasi KB & tingkatkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
SuaraBali.id - Sebuah potret buram mengenai kesehatan reproduksi di Indonesia terungkap dari riset terbaru Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Data menunjukkan bahwa wilayah padat penduduk Jawa-Bali telah menjadi episentrum kasus kehamilan tidak diinginkan (KTD), dengan menyumbang angka mengejutkan sebesar 59,9 persen dari total kasus nasional.
Temuan ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari tantangan sosial dan kesehatan yang mendalam.
Peneliti BRIN, Yuly Astuti, memaparkan bahwa di balik angka-angka ini terdapat realitas kompleks yang menjerat banyak perempuan, mulai dari faktor ekonomi hingga akses informasi.
“Faktor yang berpengaruh antara lain usia ibu, status pekerjaan, tingkat pendidikan, jumlah anak, penggunaan KB, akses informasi KB, tempat tinggal, dan kepemilikan asuransi kesehatan,” ujar Yuly dalam sebuah workshop di Jakarta, Senin (27/10).
Secara nasional, 10,7 persen kehamilan di Indonesia tergolong tidak diinginkan.
Namun, kesenjangan yang tajam antara Jawa-Bali dan wilayah lainnya menandakan adanya masalah mendesak yang perlu segera diatasi di kawasan ini.
Kehamilan yang tidak direncanakan bukanlah isu sepele.
Ia membawa risiko besar, mulai dari komplikasi kehamilan, persalinan berbahaya, bayi lahir dengan berat badan rendah, hingga ancaman kematian bagi ibu dan anak.
Baca Juga: Warga Bali Tak Perlu Pilah Sampah saat PSEL Berjalan, Begini Nasib Teba Modern
Menghadapi situasi genting ini, tim peneliti BRIN tidak hanya memaparkan masalah, tetapi juga merumuskan tiga pilar solusi strategis.
“Rekomendasi kami yaitu perluasan akses dan kualitas informasi KB, peningkatan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), dan sosialisasi KB yang sensitif budaya,” kata Yuly.
Pada akhirnya, temuan ini adalah panggilan untuk bertindak.
Diperlukan sebuah gerakan bersama yang melibatkan semua lini, dari pemerintah hingga masyarakat, untuk memastikan setiap perempuan memiliki kendali penuh atas masa depan reproduksinya.
“Dengan masih tingginya angka KTD, upaya bersama dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dinilai mendesak untuk menekan angka kehamilan tidak diinginkan dan meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan Indonesia,” pungkasnya. [HUMAS BRIN}
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
Apa Jasa Raden Aria Wirjaatmadja bagi BRI? Begini Kisahnya
-
TikTok Diprediksi 'Menggila' Saat Nataru, Trafik Data Bali-Nusra Diproyeksikan Naik
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu