Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 12 April 2025 | 17:56 WIB
Ilustrasi - Sampah Botol Plastik [freepik]

SuaraBali.id - Larangan air minum kemasan plastik di bawah 1 liter yang dicanangkan Gubernur Bali Wayan Koster menuai banyak pro dan kontra.

Kini kritik soal larangan air minum kemasa plastik datang dari Fraksi Gerindra terkait SE yang baru dikeluarkan oleh Gubernur dari PDI Perjuangan ini.

Kemasan air minum berkemasan plastik di bawah 1 liter saat ini banyak digunakan masyarakat di Bali.

Namun setelah digunakan, kemasan plastik ini menjadi masalah baru di Pulau Dewata, yaitu masalah sampah.

Baca Juga: Dishub Bali Bingung, Sebut Rencana Kapal Cepat Banyuwangi Denpasar Baru Sepihak

Hingga saat ini Bali masih belum menemukan solusi untuk permasalahan sampah yang menggunung di TPA Suwung, Denpasar dimana TPA ini digunakan sebagai tempat pembuangan akhir sampah wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan).

Untuk itu belakangan ini Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 9/2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari 1 liter.

Kebijakan ini pun mendapat kritik, terutama dari kelompok adat yang merasa terbebani.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Gede Harja Astawa, menyebut kebijakan ini dianggap memberatkan saat pelaksanaan upacara adat.

"Sisi lain itu berdampak adalah ada beban baru dari masyarakat adat ketika melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan warga banjar. Baik dari kegiatan di pura, pitra yadnya, atau manusia yadnya semua membutuhkan banyak orang bagaimana solusinya ketika kemarin sangat simple disuguhi air dikemas plastik itu kalau itu dilarang solusinya apa. Apakah yang punya gawe harus menyiapkan gelas itu membebani biaya tinggi tak efisien," tandasnya, Jumat (12/4/2025) sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.

Baca Juga: Ada Bus Listrik Baru dari Korea Selatan Untuk Bali, Bagaimana Kabar Bus Merah TMD?

Ia berpendapat sebaiknya solusi diberikan kepada pihak yang menghasilkan sampah melalui mekanisme tanggung jawab bersama dan disertai sanksi tegas, agar kebijakan perlindungan lingkungan tetap berjalan tanpa mengorbankan kebudayaan masyarakat adat.

Ia mengingatkan perlunya menggandeng stakeholder dalam menyusun ketentuan agar tidak kembali ke masa lalu.

"Misalkan kembali masa lalu tidak ada plastik kok bisa? apakah kita mau ke zaman primitif, kita tidak boleh anti teknologi tetapi bagaimana yang bertanggung jawab itu bisa mempertanggungjawabkan sampah-sampah plastik dari kegiatan," jelas Ketua DPC Gerindra Buleleng ini.

"Maka oleh karena itu kalau saya dalam menegakkan itu lebih baik membuat ketentuan stakeholder bagaimana tanggung jawab yang punya gawe terhadap sisa-sisa sampah itu. Bila perlu penegak itu harus dengan sanksi. Niat Pak Gubernur Koster meminimkan sampah plastik bisa berjalan. Kepentingan masyarakat adat punya gawe melibatkan banyak orang tidak jadi beban," tegasnya.

Ia juga mengajak agar tanggung jawab pengolahan sampah tidak hanya difokuskan pada larangan air kemasan, melainkan penyelesaian pengelolaan sampah secara menyeluruh.

"Itu harus diatur dengan sanksi tegas termasuk melibatkan stakeholder itu solusinya sampah plastik tidak dari air mineral semata ada yang lain," tambahnya.

Pengusaha Jangan Neko-neko

Terhadap keberatan dan kritik dari pengusaha, Gubernur Bali Wayan Koster tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan kebijakan yang diberikannya lewat SE tersebut.

"Keberatan saja silakan, (SE) tetap akan jalan. Kalau dilarang (produksi) yang (berukuran di bawah) 1 liter ya bikin yang lebih dari itu," tegas Koster

Koster kemudian mengingatkan soal sanksi yang akan diterapkan jika SE tersebut tak dilaksanakan dengan baik.

Salah satunya akan mencabut izin usaha bagi pengusaha yang tak menaati SE.

Termasuk pengusaha air mineral yang tidak boleh memproduksi air kemasan di bawah satu liter.

"SE harus jalan, sukses. Kalau mau Bali ini baik dan bersih jalankan SE ini. Jangan neko-neko," ujarnya.

Load More