SuaraBali.id - Perayaan tahun baru Imlek juga sering disebut sebagai"Galungan Cina" oleh masyarakat di Bali.
Tak heran ada ucapan "Rahajeng Galungan Cina, semoga berkelimpahan rejeki dan selalu dalam lindungan Tuhan" yang familiar selama perayaan ini.
Meski penduduk di Bali dominan beragama Hindu namun banyak yang turut merayakan Galungan Cina, ini asal-usulnya.
Pendeta Kongco Dwipayana, Mangku IB Adnyana, menjelaskan bahwa kedekatan budaya Bali dengan budaya Tionghoa memicu akulturasi yang erat.
Di Bali, masyarakat Hindu turut serta dalam perayaan Imlek dengan cara mereka sendiri, salah satunya melalui persembahyangan bersama.
Salah satu lokasi persembahyangan bersama itu adalah di Kongco Dwipayana, Denpasar. Lokasi ini menjadi sebuah tempat ibadah yang melayani umat berbagai agama, terlihat perpaduan yang unik.
Tak hanya patung dewa Tionghoa, terdapat pula pelinggih (tempat persembahyangan) untuk dewa-dewa Hindu, serta Gedong Sang Budha dan Dewi Kuan In.
Pada perayaan Imlek, umat dari berbagai agama, termasuk Hindu, Budha, dan Konghucu, datang untuk bersembahyang. Mereka tidak hanya memuja dewa-dewa yang biasa mereka sembah dalam tradisi agama mereka masing-masing, tetapi juga melakukan upacara persembahyangan secara bersamaan.
"Kami melakukan persembahyangan baik dalam tradisi Hindu, Budha, dan Konghucu," kata Mangku Adnyana.
Baca Juga: Berkah Imlek, UMKM Kue Teratai di Bali Kebanjiran Pesanan
Upacara di Kongco ini juga diikuti dengan penghantaran sesajen. Umat Hindu membawa pejati dan buah-buahan, sementara masyarakat keturunan Tionghoa juga membawa buah untuk dipersembahkan. Setelah persembahyangan, umat diberikan air suci dan bija (mantra) yang ditempelkan di kening, sebuah ritual yang juga sering dilakukan oleh umat Hindu.
Tak hanya terkait dengan spiritualitas, tetapi juga cuaca yang biasanya melibatkan angin ribut dan hujan deras saat perayaan Imlek.
Beberapa warga Hindu Bali bahkan mengaitkan cuaca ekstrem tersebut dengan perayaan "Galungan Cina," yang mereka anggap mirip dengan perayaan Galungan, hari raya besar umat Hindu di Bali.
Sejarah adanya penyebutan Galungan Cina saat Imlek ini berawal dari zaman Orde Baru, dimana perayaan Tahun Baru Imlek dilarang oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, yang membatasi segala hal yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa.
Akibatnya, masyarakat Bali sering menggunakan istilah "Galungan Cina" sebagai cara untuk merayakan Imlek secara tidak terbuka.
Akan tetapi setelah hal tersebut dicabut pada tahun 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Imlek kembali dirayakan dengan bebas oleh masyarakat Tionghoa.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran
-
Santunan dan Pemulangan Jenazah WNI Korban Kebakaran Hongkong Ditanggung Pemerintah