Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 27 September 2024 | 20:29 WIB
Umat Hindu di Bali melakukan sembahyang di hari raya Galungan, Selasa (27/9/2024) [Suara.com /Eviera Paramita Sandi]

SuaraBali.id - Hari Raya Kuningan merupakan salah satu hari raya besar umat Hindu di Bali yang memiliki makna spiritual yang sangat mendalam. Perayaan ini jatuh setiap 10 hari setelah Hari Raya Galungan dan biasanya dirayakan dengan penuh sukacita dan khidmat.

Secara filosofis, Hari Raya Kuningan melambangkan kemenangan Dharma (kebenaran) atas Adharma (kebatilan).

Setelah menjalani masa tapa selama 210 hari (sejak Tumpek Wariga hingga Galungan), umat Hindu dipercaya telah berhasil menyucikan diri dan memperkuat spiritualitasnya.

Pada Hari Kuningan, kemenangan ini dirayakan sebagai kemenangan kebaikan atas kejahatan.

Baca Juga: Tradisi Ngelawang: Melihat Lebih Dekat Kearifan Lokal Bali di Hari Raya

Kuningan juga memiliki makna sebagai hari persembahan kepada para leluhur. Umat Hindu percaya bahwa arwah leluhur akan turun ke bumi pada hari raya ini untuk menerima sesaji dan doa-doa dari keturunannya. Dengan demikian, Hari Kuningan juga menjadi momen untuk mempererat hubungan antara manusia dengan leluhur.

Ritual dan Upacara

Pada Hari Kuningan, umat Hindu akan melaksanakan berbagai ritual dan upacara keagamaan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Memasak banten: Banten adalah sesaji yang dipersembahkan kepada para dewa dan leluhur. Banten yang dibuat pada Hari Kuningan biasanya berwarna kuning, sesuai dengan namanya.
  • Melasti: Melasti adalah upacara penyucian diri dengan membawa pralingga (simbol dewata) ke sumber air suci.
  • Ngaturang banten: Setelah melasti, umat Hindu akan menghaturkan banten di pura atau tempat suci lain
  • Ngembak geni: Setelah upacara di pura selesai, umat Hindu akan kembali ke rumah untuk melakukan persembahyangan di rumah.

Load More