Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 20 Juli 2024 | 17:31 WIB
RM Ari Suseno, peracik jamu di Toya Devasya Resort, Kintamani, Bangli, Bali, Jumat (19/7/2024) [Suara.com / Eviera Paramita Sandi]

SuaraBali.id - Cuaca 17 derajat celcius di Kintamani, Bagli, Bali terasa menusuk tulang di pertengahan bulan Juli ini. Demikian pula tiupan angin di tepian danau Batur membuat wisatawan yang biasanya merasa kepanasan di Bali ikut menggigil.

Bikini dan pakaian terbuka yang biasa digunakan di pesisir pantai Bali bagian selatan hampir tak terlihat di kawasan ini, mungkin hanya mereka yang berambut pirang yang menggunakannya, sesaat sebelum mencemburkan diri ke kolam air panas.

Tidak heran, Kintamani selain terkenal dengan Mujair Nyat-nyat atau ras anjingnya yang khas, juga terkenal dengan pemandian air panas alami yang berada di kaki gunung Batur, gunung yang disucikan oleh masyarakat Pulau Dewata.

Udara sore itu semakin lama, semakin membuat kaki membeku dan tangan menjadi kebas. Kendati demikian ternyata tak semua orang merasakannya.

Baca Juga: Kesaksian Warga yang Melihat Helikopter Jatuh di Pecatu, Terbentur Tebing

Pemandian air panas di Toya Devasya Resort di Kintamani, Bangli, Bali, Jumat (19/7/2024). [Suara.com/Eviera Paramita Sandi]

Salah satunya adalah pak Ari. Pria berusia 84 tahun ini, hanya menggunakan selapis pakaian berwarna ungu dan topi berwarna hitam.

“Silakan dicoba, ini minuman herbal racikan saya, Toya Herbal namanya,” ujar pria tersebut sembari menyodorkan secangkir minuman panas.

Minuman tersebut terasa menghangatkan tenggorokan dan badan. Terasa manis dan beraroma rempah-rempah yang kuat. Tak heran, minuman ini terbuat dari Jahe, serai, lemon  dan daun pandan. Pemanisnya menggunakan gula batu.

Pria asli Solo bernama asli Raden Mas Ari Suseno ini ternyata benar-benar meracik dari tangannya sendiri. Di dapurnya pun terlihat bahan-bahan minuman tersebut. Mulai dari jahe, kunyit, kencur, sarang madu murni dan masih banyak lagi.

“Saya dapat resep racikan jamu murni dari nenek,” ucap pria keturunan Keraton Mangkunegaran ini memulai kisahnya.

Baca Juga: Raffi Ahmad Disebut Pemilik Helikopter yang Kecelakaan di Bali, Ini Kata Polisi

Dari sanalah cikal-bakalnya mempunyai keterampilan meracik jamu. Ia yang tadinya berprofesi sebagai juru masak di Toya Devasnya Resort, kini mulai menjajakan jamu buatannya kepada tamu hotel yang datang dan kedinginan.

Peracik jamu dan juru masak senior di Toya Devasya Resort, Bangli, Bali, Jumat (19/7/2024) [Suara.com / Eviera Paramita Sandi]

“Biasanya tamu Eropa yang suka pesan. Yang paling sering Toya herbal, namun ada juga yang pesan beras kencur dan kunyit asam,” cerita kakek lima cucu yang mempunyai senyum ramah ini sambil menuangkan puding ke cetakan.

Hari ini Pak Ari cukup sibuk, tidak heran karena resort tempatnya bekerja tersebut sedang punya gawe besar yaitu acara ulang tahun Toya Devasya ke 22 tahun dan Talkshow Story Nomics yang dihadiri banyak tokoh daerah dan ibukota, diantaranya Ni Luh Djelantik dan Dee Lestari.

Kini terhitung 4 bulan ia memulai menjual minuman herbal tradisional di resort terkenal di Bangli ini dan mengembangkannya juga dengan menjual racikan siap saji.

Berawal dari sang pemilik resort, Ketut Mardjana yang sebelumnya sering meminta dibuatkan jamu racikan pak Ari, akhirnya kini racikan andalan itu bisa dirasakan oleh para tamu juga bahkan dibawa untuk oleh-oleh.

Pak Ari pun melanjutkan ceritanya, bahwa sejak tahun 1984 ia sudah berkecimpung di dunia masak dan pariwisata. Namun ternyata ini bukan tujuan awal hidupnya.

Awalnya pak Ari adalah seorang guru biologi sebuah SMA di Surabaya. Namun ia merasa gaji guru saat itu sangatlah kecil hingga tak bisa bertahan dengan pekerjaan tersebut.

Apalagi kala itu ia sudah memiliki istri dan dua orang anak yang harus dihidupi, Ari pun beralih profesi ke bidang lain yakni pariwisata yang hingga saat ini digelutinya.

“Awal ke Bali saya diajak orang Jepang yang membuat hotel di Legian,” tuturnya. Hingga dalam perjalanan kariernya ia menjadi General Manager di Puri Bening Hotel. Namun sayangnya hotel itu tutup permanen.

“Saya saat itu mau pulang karena hotel sudah tutup, saya pamit ke pak Ketut, pemilik Toya Devasya yang saat itu juga ketua PHRI Bali. Tapi sama pak Ketut dibilang ngapain pulang, di sini saja,” kisahnya lagi.

Akhirnya, pria yang sudah berkecimpung puluhan tahun di dunia pariwisata di Bali hingga luar negeri diantaranya Jepang dan Jerman ini pun memilih ikut bergabung di Toya Devasya sepenuhnya.

Sampai saat ini, Pak Ari mengaku selalu mendapatkan hal balasan baik dari pelayanannya kepada tamu dan berharap selalu demikian.

Load More