Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 06 April 2024 | 18:30 WIB
Warga Lombok menyalakan Dile Jorjor di malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan [Suara.com/Buniamin]

SuaraBali.id - Malam ganjil pada 10 malam terakhir bulan Ramadan, masyarakat di Lombok memiliki tradisi “maleman”. Dimana, tradisi maleman ini untuk menyambut Malam Lailautul Qadar.

Tradisi maleman biasanya masyarakat menyalakan lampu khusus yang terbuat dari kapas, jamplung kering yang disebut dile jojor. Nantinya jamplung tersebut biasanya disangrai agar bisa mengeluarkan minyak lebih banyak. Setelah tercampur nantinya akan berwarna hitam pekat dan ditempelkan di irisan bambu.

Nantinya dile jojor ini dipasang di setiap sudut rumah, pohon, makam keluarga dan beberapa tempat lainnya. Tradisi ini sudah berlangsung cukup lama. Setiap kampung memiliki waktu yang berbeda-beda untuk merayakan maleman ini yaitu setiap malam ganjil di bulan Ramadan khususnya 10 malam terakhir.

“Ada yang merayakan pada malam ke 21, ada yang 23, 25, 27 bulan Ramadan. Itu ada tergantung dari masyarakat di kampung,” kata salah satu tokoh agama di Lombok Barat, Rabayani.

Baca Juga: 5 Tempat Berburu Takjil Ramadan di Denpasar yang Selalu Ramai

Ia mengatakan, tradisi ini biasanya dimulai setelah berbuka puasa. Para orang tua dan anak-anak membawa dile jojo keliling kampung dan dipasang di semua pekarangan.

“Ini tradisi lama yang harus tetap dilestarikan,” katanya.

Selain itu, setelah semua dila jojor terpasang masyarakat biasanya menggelar roah atau makan bersama di mushola atau masjid. Namun sebelumnya ada zikir dan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT.

“Kita roah setelah ini. Jadi pada maleman ini kampung itu terlihat sangat indah dengan cahaya dile jojor,” katanya.

Pembuatan dile jojor saat ini sudah semakin jarang. Hal ini disebabkan karena buah jamplung yang sulit. Namun untuk mempertahankan tradisi ini, para pembuat dile jojor memiliki ide kreatif lainnya.

Baca Juga: Pendakian Gunung Rinjani Akhirnya Kembali Dibuka

“Nanti itu dijual seperti sate dibungkus-bungkus. Di sini sudah ada yang biasa menjajakan dile itu jauh sebelum perayaannya,” katanya.

Kontributor Buniamin

Load More