Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 26 November 2023 | 08:32 WIB
Upacara penglukatan sapuh leger di Pura Lokanatha, Kota Denpasar, Sabtu (25/11/2023) [Suara.com/Putu Yonata Udawananda]

SuaraBali.id - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mengadakan upacara manusa yadnya atau pengorbanan suci untuk memelihara dan menjaga kebersihan batin manusia. Upacara ini dilakukan bertepatan dengan rahinan Tumpek Wayang yang jatuh pada Sabtu (25/11/2023) di Pura Lokanatha, Kota Denpasar.

Terdapat beberapa agenda manusa yadnya yang dilaksanakan secara masal yakni upacara potong gigi, mewinten, dan menek kelih. Namun, upacara yang paling identik dengan Tumpek Wayang adalah yadnya sapuh leger.

Ketua panitia kegiatan tersebut, Komang Indra Wirawan menyampaikan jika pada dasarnya pelaksanaan manusia yadnya pada dasarnya dimaksudkan untuk menjadikan manusia itu lebih baik. Dengan diadakannya upacara ini secara masal, dia mengharapkan agar masyarakat Hindu di Denpasar bisa memahami arti yadnya itu.

“Upacara mesangih masal, mewinten, menek kelih, dan sapuh leger diadakan bertepatan dengan dinaning Tumpek Wayang. Upacara ini bertujuan sebagai salah satu simbol peningkatan status menjadi lebih baik,” ujar pria yang dikenal dengan panggilan Komang Gases itu pada Sabtu (25/11/2023).

Baca Juga: Cerita di Balik Anak Yang Lahir di Wuku Wayang Jadi Santapan Batara Kala

Bertepatan dengan rahinan Tumpek Wayang, yadnya yang dilakukan adalah dengan melakukan penglukatan sapuh leger. Sapuh leger ini ditujukan kepada orang-orang yang lahir pada wuku Wayang. Selain itu, upacara yang sama juga bisa dilakukan bagi yang memiliki kelahiran melik.

Sejarah upacara ini didasari dari cerita Kamasalah yang berkaitan dengan perjalanan Bhatara Siwa dan Bhatari Uma sehingga lahirlah Bhatara Kala. Kelahiran Bhatara Kala yang lahir di wuku yang salah sehingga melahirkan upacara ini.

Prosesi penglukatan atau penyucian itu ditujukan untuk membersihkan diri dari pengaruh negatif. Dalam kepercayaan Hindu, penglukatan itu bertujuan untuk mengendalikan diri dari Sad Ripu (6 musuh dalam diri manusia) dan Sad Atatayi (6 perbuatan keji manusia). Tidak hanya itu, karena diharapkan juga bisa mengubah pengaruh negatif itu menjadi Sad Rasa dan Sad Guna (6 unsur rasa dan perbuatan baik manusia).

“Sapuh leger sebuah tradisi di mana upacara yang dilaksanakan agar kita tidak melakukan kamasalah. Bagaimana kita bisa mengendalikan Sad ripu, Sad atatayi, dalam diri. Sifat raksasa sifat marah, sifat ego dikendalikan menjadi Sad Rasa dan Sad guna,” tutur Indra.

Jika ditotal, jumlah peserta manusa yadnya ini mencapai 450 orang yang tidak hanya berasal dari Kota Denpasar saja. Sementara, peserta Sapuh Leger mencapai 204 orang.

Baca Juga: Makna Hari Raya Tumpek Wayang Tiap 6 Bulan Sekali

Indra juga menjelaskan jika suksesnya pelaksanaan yadnya tidak didasari berdasarkan skala besar atau kecilnya yadnya. Namun, dilandaskan oleh keikhlasan masing-masing diri.

“Besar kecilnya yadnya yang dilakukan tetap dikalahkan kepada rasa ikhlas. Bahwa besar kecilnya yadnya tidak mengatakan berhasilnya yadnya, tapi rasa ikhlas yang menentukan,” pungkasnya.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda

Load More