Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Kamis, 02 November 2023 | 08:12 WIB
Pohon bersaput poleng di Bali [Tangkap Layar]

SuaraBali.id - Jika kalian pernah berkunjung ke Bali pasti melihat patung atau pohon-pohon ditutup dengan kain seperti memakai pakaian.

Bukan sembarang kain, hampir semua penutup pohon itu motif kainnya sama, yaitu kotak-kotak hitam dan putih.

Untuk diketahui, kain tersebut adalah kain poleng (Saput Poleng). Lantas mengapa pohon-pohon ditutup dengan saput poleng? Apakah memiliki makna tersendiri?

Melansir Kain poleng ini dalam budaya Bali memiliki makna sebagai simbol dari penghayatan “Rwa Bhineda” , yaitu konsep keseimbangan alam antara kanan-kiri, atas-bawah, dan baik-buruk dimana jumlah kedua kotak warna ini sama banyak.

Baca Juga: Kabar Artis Asal Bali Ida Ayu Kadek Devie, Jadi Ibu 3 Anak Dan Istri Polisi

Masyarakat di Bali terutama yang menganut agama Hindu percaya bahwa pemakaian saput poleng pada pepohonan adalah bentuk penghormatan manusia pada pencipta-Nya.

Penghormatan tersebut lantaran ada pohon yang telah diciptakan Tuhan, dimana pohon-pohon itu memberikan banyak manfaat, seperti oksigen hingga sumber makanan untuk makhluk hidup lainnya.

Masyarakat Bali juga percaya bahwa pohon memiliki energi yang dapat dirasakan manusia.

Pemakaian saput poleng pada pohon itu juga untuk menghormati sosok yang bisa menghitam-putihkan kehidupan dunia.

Pohon-pohon dipercaya sebagai tempat bersemayamnya sosok-sosok seperti para bhuta atau penunggu.

Baca Juga: Koster Tak Permasalahkan Pencabutan Baliho di Bali : Tapi Jangan PDIP Saja yang Dicabut

Dalam menjaga kesakralan pohon itu, masyarakat Bali biasanya memberikan sesajen di samping atau disekitar pohon tersebut.

Pemakaian saput poleng pada pohon besar ini juga dapat berdampak baik lantaran menjadi tanda bahwa pepohonan tersebut tidak boleh ditebang, agar kelestariannya terjaga dengan baik.

Tak hanya untuk objek sakral saja, saput poleng juga bisa ditemui pada benda-benda biasa seperti umbul-umbul, payung, hingga penutup meja.

Kontributor: Kanita Auliyana Lestari

Load More