Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 14 Oktober 2023 | 09:53 WIB
I Gusti Ngurah Rai

Awalnya, Ngurah Rai cukup setia terhadap Jepang. Namun, ia sadar bahwa kehadiran Jepang juga sama dengan kehadiran Belanda yang sudah menjajah terlebih dahulu dan hanya akan memperburuk keadaan di wilayahnya.

Pada tahun 1944, ia semakin mengecam para penjajah dan bergabung dengan gerakan bawah tanah anti-Jepang menyamar sebagai kepala sel.

Ia mulai menjalin lagi komunikasi dengan teman-teman dan bawahannya semasa masih di Korps Prajoda. Dengan begitu ia menjadi informan untuk sekutu dengan memberi tahu jadwal dan sifat muatan kapal transportasi Jepang.

Setelah Jepang dikalahkan oleh sekutu dan mengumumkan menyerah, I Gusti Ngurah Rai dengan terbuka mendukung kemerdekaan Indonesia.

Ketika Presiden Sukarno datang ke Bali dan mengangkat I Gusti Ketut Pudja sebagai gubernur kepulauan Sunda Kecil dengan ibu kota di Singaraja membuat I Gusti Ngurah Rai memiliki hubungan yang erat.

Karena hubungannya yang erat dengan I Gusti Ketut Pudja, Ngurah Rai mulai membentuk sebuah angkatan militer dan polisi kecil di pulau itu. Ia pun diakui sebagai Tentara Keamanan Rakyat oleh Sukarno serta diangkat sebagai komandan.

TKR di pulau Sunda Kecil memiliki 13 kompi yang tersebar di seluruh Bali dan dikenal sebagai Ciung Wanara.

Belanda yang merasa gagal menjalin negosiasi dengan I Gusti Ngurah Rai akhirnya melancarkan serangan besar di Bali dengan meminta bantuan dari Lombok.

Tak tinggal diam, Ngurah Rai kemudian memerintahkan kepada pasukannya untuk melakukan Puputan. Arti puputan adalah 'bertarung melawan Belanda hingga titik darah penghabisan'.

Baca Juga: Sosok Dewa Agung Istri Kanya, Ratu Pemimpin Bali yang Memilih Hidup Lajang

Peristiwa yang dikenal sebagai ‘Perang Puputan Margarana’ ini membuat Ngurah Rai bersama 95 pasukannya gugur.

Kontributor : Kanita

Load More