SuaraBali.id - Adanya invasi Rusia kepada Ukraina membuat gelombang pengungsi kian banyak di negara-negara tetangga. Hal ini pun menjadi kekhawatiran tersendiri bagi WHO.
Mereka sangat rentan terhadap penyakit dan kesulitan ekonomi ekonomi dibandingkan dengan 1 juta orang yang telah mengungsi dari invasi Rusia, kata seorang pejabat senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Reuters, Kamis (3/3/2022).
WHO mengatakan hal ini saat berad di gudang di Warsawa, Polandia, tempat WHO mengoordinasikan pengiriman 36 ton bantuan medis ke Ukraina.
Direktur Eropa Hans Kluge mengatakan situasinya sudah menjadi "bencana kemanusiaan" yang akan memburuk ketika pasukan Rusia mengepung dan membombardir kota-kota besar Ukraina.
Komentar Kluge datang ketika para pejabat dari Rusia dan Ukraina mengatakan mereka telah setuju untuk membangun koridor kemanusiaan untuk pengiriman bantuan dan memungkinkan untuk melakukan gencatan senjata di beberapa daerah untuk membantu warga sipil yang melarikan diri.
PBB mengatakan bahwa 1 juta orang kini telah meninggalkan rumah mereka di Ukraina, menuju ke Polandia dan negara tetangga lain ke barat.
"Jika konflik militer meningkat, itu berarti kita akan melihat semakin lama semakin banyak orang yang sangat rentan datang hanya dengan pakaian di tubuh mereka," kata Kluge.
Mereka menyebut bahwa pengungsi di gelombang pertama termasuk orang-orang yang memiliki kemampuan finansial dan hubungan keluarga untuk melarikan diri dan bertemu kerabat atau teman di Polandia atau di tempat lain, katanya.
Akan tetapi ketika pertempuran semakin besar, warga Ukraina dengan sumber daya yang lebih sedikit dan kesehatan yang lebih buruk "yang akan membutuhkan lebih banyak dukungan".
Mereka akan dipaksa untuk melakukan perjalanan berbahaya ke perbatasan, kata Kluge. Mereka yang tetap berada di belakang juga berisiko kekurangan pasokan medis dan perawatan darurat, katanya.
Bantuan WHO, yang dikirim ke Polandia pada Kamis, akan dipindahkan ke kota Lviv di Ukraina terlebih dahulu dan kemudian ke daerah konflik mulai Jumat.
Bantuan tersebut termasuk peranti mengatasi trauma untuk 1.000 orang serta perawatan medis lain untuk 150.000 orang, seperti obat kanker dan insulin untuk pasien diabetes. (ANTARA)
Berita Terkait
-
Penggunaan Keuangan Digital Meningkat, Volume Transaksi QRIS Tembus Rp1.092 Triliun
-
Tim UGM Temukan Penyakit Kulit dan Diare Dominasi Korban Bencana Sumatra
-
Ekonomi Global Bakal Melambat di 2026, Bagaimana Kondisi Indonesia?
-
Transformasi Makin Cepat, Potensi Ekonomi Digital Bisa Tembus 360 Miliar Dolar AS
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Jadi Binaan BRI, La Suntu Tastio Mendapatkan Berbagai Pelatihan Usaha
-
Lewat BRImo, BRI Permudah Akses Reksa Dana Mulai Rp10 Ribu
-
Miliaran Rupiah Hilang! Ini Strategi Gubernur NTB Lawan Pemborosan Kendaraan Dinas
-
Resmi Dilarang! Kapolri Turun Tangan, Kembang Api Akhir Tahun di Bali Batal Total
-
5 Air Terjun Paling Eksotis di Bali Wajib Dikunjungi Wisatawan