Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 01 Maret 2022 | 13:05 WIB
Sejak pandemi Covid -19 pawai Ogoh – ogoh, sebuah ritual umat Hindu di Lombok, NTB ditiadakan. [Foto : Istimewa]

SuaraBali.id - Ogoh-Ogoh adalah salah satu sosok yang ditampilkan dalam Hari Raya Nyepi di Bali. Berikut filosofi ogoh-ogoh.

Masyarakat Bali mulai membuat patung raksasa ini dari tahun 1983. Pada saat itu pemerintah Indonesia resmi menetapkan hari raya Nyepi sebagai hari libur nasional.

Ogoh-Ogoh gambaran Butha Kala yang menciptakan energi negatif dalam diri manusia.

Ogoh-Ogoh berasal dari kata ogah-ogah dalam bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyangkan.

Baca Juga: Tuai Pro dan Kontra, Penyerahan Motor Listrik Untuk Pecalang Saat Nyepi Ditunda, Ini Sebabnya

Ogoh-Ogoh dibuat dengan wujud yang menyeramkan dan berukuran besar.

Makna Ogoh-Ogoh menurut masyarakat Bali tidak hanya sekedar patung raksasa yang diarak keliling desa kemudian dibakar begitu saja. Akan tetapi Ogoh-Ogoh merupakan gambaran sifat buruk manusia yang harus dimusnahkan.

Gambaran sifat buruk manusia itu diperumpamakan dalam wujud Bhuta Kala. Berdasarkan ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tidak terhitung dan tidak dapat dibantah.

Ogoh-Ogoh yang dibuat selanjutnya akan diarak keliling desa dengan diiringi oleh gamelan Bali yang disebut Bleganjur.

Warga akan bergantian memikul Ogoh-Ogoh dan menggoyangkannya hingga anggota badannya terlepas. Saat berhasil lepas warga akan bergembira dengan menyorakinya.

Baca Juga: Nyepi Dan Perang Melawan Hasrat Bermedia Sosial

Demikian filosofi ogoh-ogoh.

(Aninda Putri Kartika)

Load More