Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 18 Februari 2022 | 19:04 WIB
Baliho Viral sindiran kepada pengamen di Banjar Tegallantang Kaja, Simpang Jalan Gunung Salak - Jalan Teuku Umar, Kota Denpasar, Bali, pada Jumat (18/2/2022). [Suara.com /Yosef Rian]

SuaraBali.id - Sebuah Baliho di Kerobokan Bali viral di media sosial lantaran isinya berisi sentilan sarkas kepada para pengemis peminta-minta dan pengamen yang menjamur di kawasan perkotaan Denpasar dan Badung.

Baliho berukuran 2 meter x 3 meter tersebut bertuliskan "Buat Yang Suka Ngamen Di Sini, Lihat Dong Orang Lain Kepanasan dan Kehujanan Kerja Keras Demi Keluarga di Rumah, Kalian Kapan ?? #MaluSamaPacar".

Ketua Yowana Desa Adat Kerobokan, I Gusti Prayoga Mahardika Putra menuturkan, latar belakang di balik pemasangan baliho tersebut berupa keprihatinan mendalam terhadap pengemis dan pengamen yang menggunakan busana adat hingga eksploitasi anak untuk modus mengeruk keuntungan dari belas kasihan orang.

"Latar belakangnya ya karena banyaknya pengamen terutama yang berpakaian adat termasuk yang menyuruh anak-anak kecil mengemis meminta-minta, kalau dulu kita jarang menyaksikan ada pengamen seperti itu apalagi di Denpasar, semenjak masa pandemi ini muncul satu dua orang habis itu ramai menjamur," ungkapnya kepada SuaraBali.id, pada Jumat (18/2/2022).

Kendati dari pemerintah dalam hal ini petugas Satpol PP gencar merazia dan mengamankan para Gepeng namun praktik di lapangan yang ada justru kucing-kucingan, setelah ditangkap dan dibina mereka kembali lagi berprofesi sebagai Gepeng.

"Satpol PP pemerintah sudah hadir di sini namun masih muncul lagi, ditangkap dibina segala macam, itu cara formalnya pemerintah bekerja hadir, akhirnya kita Yowana berpikir gimana caranya kita bisa bantu dengan cara yang sopan biar tidak menyinggung," bebernya.

Sarkas Malu Sama Pacar

Usut punya usut kata-kata itu sempat mengalami perubahan beberapa kali sebelum dicetak dan dipajang di hadapan publik, bahkan pembuatan juga melibatkan kumpulan para pemuda Desa Adat yang di Bali disebut Yowana, hingga masukan dan saran Bendesa Adat.

"Kami pilih kata-kata supaya tidak menyakiti yang bersangkutan tapi juga mengimbau, yang bercanda tapi juga serius seperti #MaluSamaPacar itu kan Sarkas sebenarnya, kata-kata itu sempat beberapa kali mengalami perubahan, pemilihan juga tidak asal bikin kata-kata, kami koordinasi dengan seluruh Yowana hingga Bendesa Adat," paparnya.

"Kalau Dilarang Mengamen kan sudah biasa, kalau kita cari cara baru dengan semangat anak muda biar keren tapi tidak menyinggung yang bersangkutan mengamen ya itu memang usaha merek tapi kembali lagi kita ingin keseriusan biar mereka bisa bekerja lebih layak, kita juga tidak asal memasang, sebelumnya kita lakukan kajian-kajian itu," imbuh pria yang berprofesi sebagai dokter itu.

Tidak sekedar mengimbau untuk tidak mengamen saja, Yoga dan kawan-kawannya melakukan pendekatan langsung dengan beberapa pengamen tersebut dan memberikan mereka job untuk menyanyi di tempat yang lebih layak.

"Harapannya selain berkurang, ayo kita bawa ke tempat yang benar, ini baru awal, nanti bulan April kami ada event mereka kami libatkan, kami lakukan pendekatan kepada mereka, kami ajak bicara, kami pun tidak bisa memaksa agar mereka tidak mengamen karena benturan kondisi ekonomi, namun kita kasih job mereka, kemarin ada 3 pengamen yang kami rasa memiliki kualitas," ujarnya

Dari beberapa pengamen yang ditemui berasal dari beberapa wilayah baik di Bali maupun berasal dari luar Bali. Namun latar belakang itu dirasa bukan menjadi masalah, Yowana Cakra Dharma mengaku lebih ingin membantu mereka yang ingin serius bekerja dari panggung musik.

Pasca terpasang dan viralnya Baliho tersebut pantauan SuaraBali.id di sejumlah lokasi tidak lagi tampak para pengamen yang biasa beroperasi seperti di Simpang Jalan Mahendradatta - Jalan Teuku Umar dan Simpang Jalan Gunung Salak tempat lokasi Baliho itu berada.

"Setelah viral banyak pihak yang memberikan apresiasi bahkan ada yang telepon biarkan viral biar tidak ramai lagi pengamen," ujar dia.

Tak Hanya di Kerobokan  

Saat ini, kata Yoga, total ada 5 titik, satu Baliho besar di Banjar Tegallantang Kaja dan 4 berukuran lebih kecil 1 meter x 1,5 meter terpasang di persimpangan jalan seputaran Jalan Teuku Umar - Jalan Mahendradatta Kota Denpasar.

Yoga yang juga menjabat Ketua Yowana Kabupaten Badung mengaku sudah mempersiapkan 8 Baliho lain untuk dipasang di seputaran wilayah Denpasar dan Badung dengan kata-kata yang bervariatif.

"Kita sudah siapkan 8 titik lagi besar dan kecil, rencana di kawasan yang ramai pengamen dan pengemis seperri di Gatsu, Kerobokan lalu di sepanjang Sunset Road ada beberapa titik persimpangan kita pasang, kata-katanya serupa tapi bervariasi, misalnya Dari Pada Mengamen Mending Ikut X-Factor Aja, ya kata kata seperti itu kurang lebihnya," tutur dia.

Dana yang digunakan untuk pembuatan Baliho tersebut berasal dari dana swadaya Yowana dan bantuan dari Desa Adat karena pembuatannya yang juga persetujuan dari tingkat Desa Adat hingga Pemerintah.

"Kalau yang besar total rangka dan spanduknya sekitar Rp 300 ribu, kalau yang kecil sekitar Rp 70 ribu tiap satu papannya," papar Yoga

"Pemasangannya kami juga koordinasi izin dari tingkat paling bawah Kelian Banjar sudah ke Kepala Desa Padangsambian Kelod hingga Satpol PP, kami bermaksud tujuan baik, kami tidak hanya mengimbau untuk tidak megamen tapo juga memberikan saran dan solusi," pungkasnya.

Adapun kegiatan penertiban Gelandangan, Pengemis, Pengamen dan usaha sejenis lainnya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 tahun 2015 tentang Ketertiban Umum.

Dasar hukumnya, Paragraf 2 Pasal 40 Perda 1 tahun 2015 berisi setiap orang dilarang melakukan kegiatan gelandangan, meminta-minta, mengemis, mengamen atau usaha lain sejenis

Bunyinya setiap orang dilarang menyuruh orang lain termasuk anak-anak, penyandang disabilitas, untuk melakukan kegiatan meminta-minta, mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis.

Ternyata, selain itu juga dalam Perda tersebut juga melarang orang memberikan uang atau barang kepada gepeng, pengamen, peminta-minta atau usaha sejenis lainnya.

Bunyinya setiap orang dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada peminta-minta, pengemis, pengamen, atau usaha lain yang sejenis.

Warga Padangsambian Kelod, Sulastri mengaku mendukung pemasangan Baliho tersebut karena dirinya merasa prihatin melihat anak-anak kecil dimanfaatkan untuk meminta-minta dengan modus berjualan tissue di persimpangan-persimpangan jalan, terlebih adanya isu ekspolitasi, ia meminta pemerintah dan lembaga terkait concern dalam hal ini.

"Iya saya mendukung adanya Baliho tersebut, kasihan miris melihat anak-anak kecil disuruh minta - minta modusnya jualan tissue, ada isu juga dengar - dengar mereka ini disewakan, pemerintah harus tanggap dan membongkar praktik ini, kasihan anak-anak itu hujan-hujan panas-panas, mereka selayaknya belajar bukan seperti ini, lalu yang dewasa mereka masih produktif masih bisa bekerja yang layak, tapi lebih memilih meminta-minta memanfaatkan anak-anak kecil," ungkapnya

Kontributor : Yosef Rian

Load More