Eviera Paramita Sandi
Selasa, 21 Desember 2021 | 11:05 WIB
Hibatunnur (22), perempuan jamaah Ahmadiyah saat menjadi pengajar bagi anak-anak Ahmadiyah di pengungsian. [Foto : Suara.com / Lalu Muhammad Helmi Akbar]

SuaraBali.id - Pengalaman traumatik membuat Hibatunnur (22) bertahan selama belasan tahun di lokasi pengungsian Transito di Lingkungan Monjok Kelurahan Pejanggik Kecamatan Mataram Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Transito, jadi satu-satunya tempat yang cukup memberikan rasa aman bagi dirinya.

Ibah sapaannya akrabnya, ialah seorang anak perempuan korban insiden perlakukan diskriminatif terhadap jamaah Ahmadiyah asal Lombok Timur tahun 2002 silam. Ibah kini  telah beranjak dewasa.

Ia pernah mengalami dua kali insiden pembakaran yang membumihanguskan tempat tinggalnya. Yang pertama di Lombok Timur dan yang kedua di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat.

Usia Ibah saat insiden mengerikan tahun 2002 di Lombok Timur baru beranjak 3 tahun. Rumah yang ia tinggali bersama tiga saudara dan kedua orangtuanya itu dibakar oleh beberapa oknum tidak bertanggungjawab.

"Waktu itu saya belum paham kenapa rumah kami dibakar," kata Ibah bercerita pada Selasa, (21/12/21).

Demi menghindari jatuhnya korban jiwa, sebelum insiden mengerikan itu, kata Ibah, ia bersama kelima anggota keluarganya telah diungsikan ke kantor Kepolisian Resor Lombok Timur. Saat itu, semua jamaah Ahmadiyah telah diungsikan.

"Sudah di kantor polisi semua. Saya juga tidak begitu ingat detail kejadian waktu itu, masih kecil juga kan" tandasnya.

Selepas insiden mengerikan tersebut, ia dan anggota keluarganya beserta jamaah Ahmadiyah yang lain mengungsi ke Transito, Kota Mataram.

"Jadi kami merasa amanlah waktu itu di Mataram," katanya.

Setelah berangsur membaik, Ibah pun memilih keluar dari pengungsian Transito Kota Mataram dan pindah menuju perumahan jamaah Ahmadiyah di Lingkungan Ketapang Desa Kekeri Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat.

Mulai Sadar Didiskriminasi

Selama sekitar tiga tahun, Ibah merasa ada nuansa baru yang ia rasakan di tempat tersebut. Mulai bisa beradaptasi di rumah barunya.

Di Ketapang, ia dan keluarga mulai menyemai kehidupan baru. Namun, kehidupannya tetap berdampingan erat dengan hoaks soal jamaah Ahmadiyah.

"Tahun 2002 itu memang keluar dari Transito pindah ke Ketapang," kata Ibah.

Setelah insiden 2002 dia memang sempat indekos pada tahun 2004. Setelah itu Hiba bersama keluarga pindah menuju Ketapang.

Load More