Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Senin, 20 Desember 2021 | 07:30 WIB
Tarian Bebek Putih Jambul. [Foto : ANTARA/Ni Luh Rismawati]

"Saya memang rancang tarian ini untuk materi kelas dan bukan show di panggung. Saya ingin materi ini jadi fondasi kearifan lokal bagi anak-anak usia dini," ucap Kepala Prodi Seni Tari ISI Denpasar ini.

Pihaknya berharap tari ini memberi internalisasi untuk pendidikan dasar dan memberikan penguatan karakter sejak dini.

Sementara dalam hal penyebarluasan tari, akan ia lakukan lewat luring maupun daring. Untuk luring dilaksanakan dari kursus ke kursus, dan bahkan ada rencana untuk membuat lomba dengan peserta siswa TK se-Bali.

Selain itu, juga melalui buku ajar yang memuat teknik serta ragam gerak dari tarian ini.

"Sementara untuk daring, saya sudah mengunggahnya ke YouTube, sehingga anak-anak bisa lebih mudah mempelajarinya," kata guru besar perempuan pertama di ISI Denpasar itu.

Dirinya pun awalnya tak tahu jika ia merupakan guru besar perempuan pertama di ISI Denpasar. "Saya baru tahu setelah teman-teman yang mengatakannya, dan ternyata memang benar," ujarnya.

Sejak diangkat menjadi dosen di ISI Denpasar tahun 1992 yang saat itu masih bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar, ia mengaku fokus dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. (ANTARA)

Ia fokus mengajar mahasiswa termasuk melakukan penelitian yang berguna bagi masyarakat sehingga memiliki banyak poin yang menjadikan dirinya bisa menjadi guru besar.

Selain melahirkan Tari Bebek Putih Jambul, dosen berprestasi tahun 2016, ini juga menciptakan seni pertunjukan berjudul Wayang Wong Inovatif Cupu Manik Astagina Anak-anak (2020), Wayang Wong Inovatif Cupu Manik Astagina Remaja (2020), dan Tari Peteng Bulan (2021).

Sejak 2014 sampai sekarang, ia dipercaya menjadi reviewer RISPRO (Riset Produksi) dan Implementatif di LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kemenkeu RI.

Load More