Pebriansyah Ariefana
Kamis, 28 Oktober 2021 | 08:10 WIB
Cerita rakyat Bali Jayaprana dan Layonsari. (Youtube/Dongeng Kita)

Niat Buruk Raja

“Jika Layonsari tidak segera menjadi permaisuriku, maka aku akan menjadi gila,” ucap Raja Kalianget.

Patih yang bernama I Saunggaling memberikan pertimbangan raja harus menitahkan Jayaprana pergi ke Celuk Terima untuk menyelidiki perahu yang hancur dan orang-orang Bajo yang menembak binatang di kawasan Pengulan. Rencana ini hanya merupakan siasat agar mereka bisa menghabisi nyawa Jayaprana tanpa sepengetahuan orang lain, termasuk Layonsari.

Beberapa hari kemudian, Raja Kalianget pun memanggil Jayaprana agar menghadap ke paseban (balai penghadapan). Jayaprana pun segera menghadap sang raja yang teramat dihormatinya.

“Ampun, Baginda. Ada apa gerangan hamba diminta untuk menghadap?” tanya Jayaprana.

“Ada tugas penting untukmu. Besok pagi-pagi kamu harus berangkat ke Celuk Terima untuk menyelidiki perahu yang kandas dan kekacauan-kekacauan yang terjadi di sana!” titah raja.

Tanpa merasa curiga sedikit pun, Jayaprana langsung saja menerima perintah itu dan segera kembali ke rumahnya untuk menyampaikan berita itu kepada sang istri.
Mendengar berita itu, Layonsari tiba-tiba mendapat firasat buruk. Apalagi tadi malam ia bermimpi melihat rumah mereka dihanyutkan oleh banjir besar. Ia meminta agar Jayaprana membatalkan keberangkatannya ke Celuk Terima.

“Kanda, sebaiknya urungkan saja niat Kanda itu. Dinda khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri Kanda,” ujar Layonsari dengan cemas.

“Tidak, Dinda. Ini perintah raja. Kanda harus berangkat. Dinda tidak usah cemas, kematian ada di tangan Tuhan,” jawab Jayaprana.

Baca Juga: Petugas Gencar Keliling Malam Hari Data Duktang di Denpasar

Keesokan hari, berangkatlah Jayaprana ke Celuk Terima bersama Patih I Saunggaling dan sejumlah prajurit istana. Saat mereka melewati sebuah hutan lebat, Patih I Saunggaling menikam Jayaprana atas perintah Raja Kalianget. Keris patih itu tepat mengenai lambung kiri Jayaprana hingga tewas seketika. Setelah itu, Patih Saunggaling bersama rombongannya kembali ke istana untuk menyampaikan kabar palsu bahwa Jayaprana tewas karena diserang perampok.

Berita duka itu pun sampai di telinga Layonsari, namun ia tidak langsung mempercayainya. Ia tahu suaminya dibunuh atas perintah raja. Meski demikian, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak berdaya menentang raja seorang diri. Ia hanya bisa berdoa semoga kejahatan Raja Kalianget mendapat balasan dari Yang Maha Kuasa.

Keesokan hari, Raja Kalianget datang menemui Layonsari. Di hadapan istri abdinya itu, ia berpura-pura sedih atas kematian Jayaprana. Setelah itu, ia mencoba merayu agar mau menjadi permaisurinya. Namun, Layonsari menolaknya dengan kata-kata halus.

“Maafkan hamba, Baginda. Hamba belum bisa melupakan suami hamba,” jawab Layonsari.

Raja Kalianget menjadi murka. Ia langsung menarik tangan Layonsari agar ikut bersamanya ke istana. Pada saat itulah, Layonsari mencabut keris yang terselip di pinggang sang prabu.

“Lebih baik hamba mati daripada harus menikah dengan orang yang telah membunuh suamiku,” ucap Layonsari seraya menikam dirinya dengan keris itu.

Load More