Pebriansyah Ariefana
Kamis, 28 Oktober 2021 | 08:10 WIB
Cerita rakyat Bali Jayaprana dan Layonsari. (Youtube/Dongeng Kita)

Kecantikan gadis itu benar-benar memikat hati Jayaprana. Pandangannya terus mengikuti gadis itu sampai lewat di depannya. Sementara itu, si gadis cantik yang merasa diperhatikan tiba-tiba mengalihkan pandangannya kepada Jayaprana.

Sepasang mata pun bertemu seakan saling menyapa dan saling bicara. Walaupun tak ada kata-kata yang terungkap, keduanya berbicara dengan bahasa jiwa. Tak dapat dipungkiri ungkapan rasa cinta dengan bahasa jiwa memang jauh lebih jujur, tulus, dan apa adanya. Begitulah yang dirasakan oleh Jayaprana dan gadis itu.

Pandangan pertama itu telah membuat mereka saling jatuh hati. Meski demikian, Jayaprana sebagai anak muda tentu berharap cintanya tidak kandas di tengah jalan. Demikian pula yang dirasakan oleh gadis itu.

Maka ketika Jayaprana melemparkan senyum kepada sang gadis, gadis itu pun membalas dengan senyuman manis. Ternyata cinta keduanya gayung bersambut, cinta mereka terjalin erat di lubuk hati yang paling dalam.

Setelah gadis itu berlalu dan menyelinap di balik keramaian orang di dalam pasar, Jayaprana segera mencari informasi perihal gadis itu kepada orang-orang di sekitarnya. Gadis itu bernama Layonsari, putri Jero Bendesa dari Banjar Sekar. Ia pun bergegas kembali ke istana untuk melapor kepada Raja Kalianget. Mendengar laporan itu, Raja Kalianget segera menulis sepucuk surat untuk Jero Bendesa.

“Besok pagi-pagi kamu antar surat ini ke rumah orang tua gadis itu,” titah Raja Kalianget.

Jayaprana mengantar surat dari raja itu ke rumah Jero Bendesa. Setelah membaca isi surat itu dalam hati dan mengetahui isinya, Jero Bendesa pun setuju jika putrinya dinikahi oleh Jayaprana. Isi surat itu kemudian ia sampaikan kepada putrinya yang sedang duduk di sampingnya.

”Bagaimana putriku, apakah kamu bersedia menikah dengan Jayaprana?” tanya Jero Bendesa kepada putrinya.

Layonsari hanya tersenyum malu-malu. Walaupun tak terucap sepatah kata dari mulut sang gadis pujaan, namun Jayaprana mengerti lamarannya tidak bertepuk sebelah tangan. Setelah itu, Jayaprana memohon diri kembali ke istana untuk menyampaikan berita gembira itu kepada Raja Kalianget.

Baca Juga: Petugas Gencar Keliling Malam Hari Data Duktang di Denpasar

“Ampun, Baginda! Lamaran hamba diterima oleh keluarga gadis itu,” lapor Jayaprana.

Pernikahan Jayaprana - Layonsari

Cerita rakyat Bali Jayaprana dan Layonsari. (Youtube/Dongeng Kita)

Raja Kalianget pun langsung mengumumkan kepada seluruh keluarga istana perkawinan Jayaprana dengan Layonsari akan dilaksanakan pada hari Selasa Legi, Wuku Kuningan di halaman istana. Untuk itu, sang raja kemudian memerintahkan para patih dan punggawa istana untuk mendirikan balai-balai untuk keperluan pesta pernikahan abdi kesayangannya.

Saat hari pesta perkawinan itu tiba, Jayaprana bersama para patih dan punggawa istana serta masyarakat sedesanya menuju ke rumah Jero Bendesa untuk menjemput calon istrinya. Setelah melalui berbagai macam upacara di rumah itu, kedua mempelai kemudian diiring ke istana dengan menggunakan joli. Ketika rombongan pengantin itu tiba di depan istana, kedua mempelai turun dari atas joli untuk memohon doa restu kepada Raja Kalianget.

Saat kedua mempelai memberi hormat di hadapannya, sang raja hanya membisu. Ia terpana melihat kecantikan Layonsari. Rupanya, Raja Kalianget jatuh hati kepada istri abdinya itu. Dari situlah muncul niat buruknya untuk merebut Layonsari dari Jayaprana.

Setelah pesta pernikahan rampung, Jayaprana bersama istrinya pun memohon diri untuk kembali ke rumahnya. Raja Kalianget segera mengumpulkan seluruh patihnya untuk meminta pertimbangan tentang bagaimana cara menghabisi nyawa Jayaprana secara diam-diam.

Load More