Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 28 Oktober 2021 | 07:20 WIB
Cerita Rakyat Bali Manik Angkeran (Dongeng Kita/https://www.youtube.com/watch?v=thO2oOAPG28)

SuaraBali.id - Cerita Rakyat Bali Manik Angkeran adalah cerita rakyat dari Bali yang sering dihubungkan dengan sejarah terjadinya selat Bali. Konon zaman dahulu Pulau Bali dan Pulau Jawa merupakan satu pulau. Akan tetapi, karena kejadian luar biasa yang melibatkan kesaktian tingkat tinggi akhirnya kedua pulau ini terpisah.

Begini cerita Manik Angkeran yang menjadi asal muasal Selat Bali.

Dahulu kala, di sebuah desa di wilayah Pulau Bali, tinggal seorang pemuda tampan bernama Manik Angkeran. Ayahnya bernama Empu Sidhi Mandra. Manik Angkeran berperilaku tidak baik karena terpengaruh lingkungan. Ia menjadi seorang yang gemar berjudi. Tingkahnya ini membuat pusing kedua orang tuanya.

“Anakku, sadarlah bahwa judi itu merusak segalanya,” kata orang tua Manik Angkeran.

Baca Juga: Cerita Rakyat Bali Legenda Danau Batur, Kisah Kegigihan Kebo Iwa

Namun, Manik Angkeran tidak peduli dengan ucapan orang tuanya. Manik Angkeran berada di tempat penyabungan ayam setiap hari. Setelah sabung ayam tutup, ia lanjutkan dengan judi kartu.

“Kalau kau tidak mau menghentikan judimu, lebih baik kau pergi dari rumah ini!” ancam ayah Manik Angkeran.

Sayangnya, ancaman sang ayah yang keras tak didengar karena judi sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sang ayah yang merasa gagal mendidik dan tidak bisa menyadarkan sang anak kemudian menitipkan Manik Angkeran kepada Brahmana Dangeang Nirata atau dikenal dengan nama Pedanda Bau Rauh.

Sejak bersama sang Brahmana, Manik Angkeran ternyata masih gila judi. Brahmana Dangeang Nirata kemudian mencari jalan keluar agar Manik Angkeran dapat meninggalkan judi.

“Mulai hari ini, kamu harus melakukan tapa. Bertobatlah kepada Sang Dewata agar kau dapat meninggalkan judi,” kata Brahmana.

Baca Juga: Cerita Rakyat Bali Naga Basukih, Mahluk Mitologi Hindu

Manik Angkeran mulai bertapa di sebuah Pura Gua yang berada di sebelah kiri bagian depan Pura Besakih. Ia melakukan ini sesuai dengan anjuran Brahmana Dangeang Nirata. Konon dalamnya lubang Pura Gua di Pura Besakih berhubungan langsung dengan lubang Pura Gua Lawa di Klungkung.

Pada hari pertama bertapa, Manik Angkeran masih dapat memusatkan perhatian secara penuh. Namun, pada hari ketiga Manik Angkeran mendapat firasat ia akan ditemui oleh seekor naga.

“Aku akan minta ajian kepada naga yang mendiami Pura Gua ini agar aku bisa menang terus dalam berjudi,” kata Manik Angkeran dalam hati.

Tiba-tiba ular naga yang dikenal dengan nama Naga Besukih muncul di depan Manik Angkeran. Manik Angkeran terkeju lalu menggigil ketakutan, dan keluar keringat dingin dari badannya.

“Jangan takut, aku datang untuk menemuimu. Permintaanmu untuk mendapat ajian akan kukabulkan,” kata Naga Besukih. Manik Angkeran mengucapkan terima kasih dan segera pulang.

Berbekal ajian yang dimiliki, Manik Angkeran turun lagi ke arena perjudian. Ternyata Manik Angkeran selalu menang. Manik Angkeran kurang puas dan berniat ingin menguasai tempat perjudian tersebut.

Demi mewujudkan keinginannya tersebut, Manik Angkeran kembali bertapa di Pura Gua Besakih. Manik Angkeran mulai bertapa di Pura Gua lagi. Selanjutnya ia kembali ditemui Naga Besukih.

“Permintaanmu kukabulkan,” ujar Naga Besukih.

Saat Naga Besukih dengan perlahan-lahan masuk ke dalam gua, Manik Angkeran terperanjat melihat sang naga tersebut berekor emas berlian. Manik yang serakah berniat mengambil ekor Naga Besukih.

“Aku akan kaya raya bila mendapatkan ekor Naga Besuki,” katanya.

Manik Angkeran segera memotong ekor Naga Besukih, lalu dengan cepat melarikan diri meninggalkan Pura Gua.

Naga Besukih yang merasa ekornya dipotong oleh Manik Angkeran, berusaha mengejarnya. Badannya yang besar dan larinya lambat membuat Naga Besukih mematuk pijakan kaki Manik Angkeran. Seketika itu juga Manik Angkeran meninggal.

Brahmana Dangeang Nirata mencari Manik Angkeran karena sudah lama ia tidak pulang ke rumah. Naga Besukih menjelaskan Manik Angkeran telah ia bunuh karena telah memotong ekornya. Naga Besukih tidak tahu kalau Manik Angkeran adalah anak asuh Brahmana Dangeang Nirata.

Naga Besukih lalu minta maaf dan bersedia menghidupkan kembali Manik Angkeran. Begitu juga Dangeang Nirata minta maaf karena ulah Manik Angkeran dan bersedia mengembalikan ekor Naga Besukih. Dengan kesaktiannya, Naga Besukih menghidupkan kembali Manik Angkeran.

“Ampuni aku Ayah, ampuni aku Naga Besukih. Aku berjanji tidak akan mengulangi lagi semua kelakuan burukku,” kata Manik Angkeran.

“Kami mengampunimu, anakku. Tapi, kau tak bisa pulang bersama Ayah. Kau harus memulai hidup baru di sini bersama Naga Besukih yang akan mendidikmu,” jawab ayah Manik Angkeran, Sidhimantra.

Sidhimantra kemudian mengeluarkan tongkat dan membuat garis yang memisahkan dirinya dengan anaknya. Tiba-tiba, dari garis itu keluar air yang makin lama makin deras. Gunung Agung pun terpisah dari sekitarnya. Genangan air itulah yang kemudian dikenal dengan Selat Bali yang memisahkan Pulau Bali dan Pulau Jawa.

Kontributor : Titi Sabanada

Load More